Hidayatullah.com—Di kampung kecil di sela-sela pepohonan yang menjulang tinggi dan semak belukar yang kusut di atas tanah dekat tepi Danau Victoria di Uganda, nyamuk-nyamuk pembawa virus Zika terbang ke sana ke mari mengusik penduduk setempat, yang tidak terpengaruh dengan kehebohan isu kesehatan global yang dipicu oleh virus tersebut.
“Zika? Belum pernah dengar, penyakit macam apa itu?” kata Julius Makumbi, 38, seorang tukang ojek yang tinggal tidak jauh dari hutan tersebut.
Ketidakacuhannya dapat dimengerti. Di sanalah kemungkinan tempat kelahiran virus Zika, yang namanya diambil dari nama hutan tersebut hampir 70 tahun silam. Tidak ada catatan bahwa virus Zika pernah menimbulkan masalah besar bagi kesehatan penduduk di daerah itu.
Julius Lutwama, seorang virologis Uganda yang meneliti nyamuk-nyamuk pembawa virus –termasuk Zika– selama 31 tahun, yakin Zika tidak akan menjadi ancaman di sana sebab penduduk sepertinya sudah memiliki kekebalan.
“Mungkin ada semacam imunitas,” kata Lutwama, meskipun dia mengakui tidak pernah ada tes apapun untuk memperkuat dugaannya, tulis James Akena yang melaporkan untuk kantor berita Reuters (22/3/2016).
“Kami ada banyak sekali penyakit yang berkaitan dengan Zika, hal itu mungkin memberikan semacam kekebalan pada tubuh orang-orang Afrika,” kata Lutwama, seraya menunjuk virus-virus sejenis seperti dengue, West Nile virus, dan demam kuning yang bertahun-tahun sudah menghinggapi daerah itu.
Turunan Zika yang sekarang menginfeksi orang-orang di Brazil dan menebarkan kepanikan di Benua Amerika juga sepertinya berbeda. Untuk sekarang mungkin hal itu merupakan kabar baik, tetapi orang-orang Afrika juga berisiko jika Zika tipe Brazil itu menyeberangi Samudra Atlantik.
Penduduk Afrika patut khawatir, sebab di kawasan Kepulauan Cape Verde di Afrika Barat sudah tercatat ada lebih dari 7.000 kasus infeksi Zika, termasuk satu kasus di pekan pertama bulan Maret lalu di mana seorang bayi dilaporkan lahir dengan microcephaly, kondisi kepala kecil akibat ketidaknormalan otak yang diduga berkaitan dengan virus Zika.
Zika pertama kali ditemukan oleh dua ilmuwan Skotlandia, virologis bernama George Dick dan entomologis bernama Alexander Haddow. Ketika sedang meneliti penyakit demam kuning di Hutan Ziika pada tahun 1947, mereka mengidentifikasi virus itu dalam tubuh seekor rhesus monkey, jenis monyet berhabitat asli di Asia Selatan, Asia Tenggara dan China Selatan, yang sering dipakai dalam penelitian bidang kedokteran dan biologi karena kedekatannya dengan anatomi dan fisiologi manusia, serta mudah di dapat dan ditempatkan dalam kurungan.
Sebuah menara baja setinggi 120 kaki di dalam Hutan Ziika, yang didirikan tahun 1962, hingga sekarang masih dipakai para ilmuwan dan peneliti untuk menangkap nyamuk yang akan dipakai dalam penelitian virus yang banyak sekali macamnya, yang menimbulkan masalah kesehatan serius bagi masyarakat dunia. Selain dari menara di hutan seluas 15 akre itu, tidak tampak tanda-tanda lain bahwa Hutan Ziika berperan penting dalam mengatasi salah satu masalah kesehatan dunia sekarang ini.
Gerald Mukisa, 50, seorang penjaga dan pemandu di Hutan Ziika, mengatakan bahwa hutan itu sekarang diterlantarkan. Dia mengkhawatirkan perambahan yang dilakukan oleh para pengembang.
“Rumah-rumah itu seharusnya tidak ada di sana,” kata Mukisa, menujuk perumahan yang menurutnya di bangun di atas lahan hutan milik pemerintah.
Sejumlah penebang kayu juga mengendap-endap masuk hutan dan menebang pepohonan di sana untuk keperluan kayu bakar, sehingga menimbulkan resiko kepunahan keragaman hayati di hutan kecil yang memiliki 136 jenis pohon itu.
“Saya sudah minta setidaknya satu senjata api untuk membantu menakut-nakuti orang yang ingin melakukan aktivitas ilegal. Namun, tidak ada satu pun yang mendengarkan,” kata Mukisa. “Saya pasrah.”*