Hidayatullah.com–Menyusui anak yang bisa berjalan dan berbicara adalah subjek yang kontroversial. Padahal bukti menunjukkan kegiatan ini bermanfaat bagi anak, namun stigma sosial membuat banyak ibu tidak mau melakukannya setelah 6 atau 12 bulan usia bayi mereka.
Data yang baru-baru ini diterbitkan oleh Universitas Deakin memelajari sejumlah keluarga antara tahun 2008 dan 2010, dan ditemukan bahwa pada usia 18 bulan, 10 persen anak-anak masih disusui, dan itu berkurang menjadi 1 persen pada usia 3,5 tahun.
Data dari studi Longitudinal 2006-2007 tentang Anak-anak Australia menunjukkan, pada usia 24 bulan, 5 persen anak-anak masih disusui.
Pakar menyusui dari Universitas La Trobe, Profesor Lisa Amir, mengatakan sebagian besar keluarga mendengar pesan tentang manfaat menyusui selama enam bulan, sehingga mereka merasa 12 bulan sudah lama.
“Pesan bahwa WHO [Badan Kesehatan PBB] merekomendasikan aktivitas menyusui untuk berlangsung di tahun kedua jarang dibahas,” katanya dikutip Australia Plus.
Di tahun 2012, majalah Time membuat kontroversi berkat sampul provokatifnya tentang metode pengasuhan yang mendekatkan hubungan anak dengan orang tua (attachment parenting).
Majalah itu membuat sampul provokatifnya yang menunjukkan seorang ibu menyusui anaknya yang berusia tiga tahun.
Konselor menyusui di Asosiasi Menyusui Australi, Renee Kam, mengatakan bahwa lebih banyak perempuan mungkin menyusui lebih lama jika bisa diterima secara budaya.
“Hal yang umum di belahan lain dunia untuk melihat anak-anak yang lebih tua masih menyusu dan orang-orang melihatnya seperti hal biasa,” sebut Kam.
“Tapi dalam budaya Barat seperti kamu, itu adalah sesuatu yang tidak terlihat dan hal-hal yang tak terlihat cenderung membuat orang merasa sedikit tidak nyaman … Secara biologis masih normal, tapi secara kultural tak begitu.”
Manfaat bagi ibu dan payudara
Dr Amir juga mengatakan bahwa terus menyusui berarti nutrisi optimal untuk anak, termasuk menyediakan asam lemak, imunoglobulin untuk kekebalan dan cara mudah untuk menenangkan balita yang rewel.
“Selain itu, menyusui memberi ketahanan pangan bagi balita jika terjadi keadaan darurat, misalnya evakuasi untuk kebakaran atau banjir,” sebut Dr Amir.
“Penelitian menunjukkan ada hubungan dosis-respon terbalik yang jelas antara menyusui dan risiko kanker payudara,” katanya, seraya menambahkan penelitian telah menunjukkan bahwa semakin lama ibu menyusui semakin rendah peluang ia menderita kanker payudara.
Kam mengatakan itu juga bermanfaat untuk menenangkan dan menghibur anak-anak.
“Anak-anak telah menggambarkan bagaimana menyusui bisa membuat mereka merasa bahagia atau dicintai atau hangat dan suka dipeluk,” kata Kam.
Tapi meski tak ada penelitian yang menyebutkan bahwa menyusui lebih lama berdampak negatif pada ibu atau anak, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai ibu.
Misalnya, perempuan menyusui harus memantau asupan alkohol mereka, dan menyaring obat-obatan yang mereka konsumsi untuk memastikan tidak ada yang tersalur melalui air susu mereka.
Kam berkata kegelisahan mungkin “menjengkelkan” bagi para ibu, begitu pula berurusan dengan permintaan balita untuk disusui.
“Mungkin ada kalanya seorang balita ingin banyak menyusu, dan terutama pada saat-saat seperti itu, sang ibu mungkin merindukan ruang bagi diri mereka sendiri,” sebutnya.*