Hidayatullah.com– Uni Emirat Arab (UEA) dikabarkan telah meminta bantuan perusahaan rezim teroris ‘Israel’ yang dikenal ahli dalam spionase cyber -NSO Group Technologies- guna meretas telepon Emir Qatar dan seorang putera Arab Saudi, diungkapkan koran New York Times.
NSO Group Technologies adalah perusahaan ‘Israel’ yang menjalankan cyber-intelligence di seluruh dunia. Didirikan pada tahun 2010 dan dikatakan memiliki lebih dari 500 staf dan berbasis di Herzliya tidak jauh dari Tel Aviv.
Menurut laporan yang dipublikasikan koran itu kemarin, sebuah email yang bocor yang dimuat New York Times menunjukkan keterlibatan perusahaan itu dalam pengintaian ilegal untuk pelanggan.
NSO Group bersikeras di masa lalu bahwa mereka menjual perangkat lunaknya kepada klien dengan syarat bahwa itu hanya digunakan untuk melawan kejahatan dan terorisme, dan telah melalaikan tanggung jawab dalam kasus-kasus di mana itu diduga digunakan untuk pelanggaran terhadap hak-hak sipil.
Baca: Pakar IT: Dalang Peretas Kantor Berita Qatar Dilakukan dari Uni Emirat Arab
Tetapi dua tuntutan hukum terbaru yang diajukan terhadap perusahaan ‘Israel’ itu telah menemukan dokumen yang menegaskan perusahaan dan afiliasinya terlibat secara aktif dalam kegiatan ilegal terhadap kliennya.
Menurut laporan itu, email yang bocor itu telah menunjukkan bukti para pemimpin UEA berhubungan dengan NSO meretas ponsel Abdulaziz Alkhamis, editor surat kabar Al Arab yang berbasis di London, dan mengirimi mereka rekaman.
Dua gugatan itu diajukan di ‘Israel’ dan Siprus oleh rakyat Qatar dan wartawan Meksiko serta aktivis yang menjadi sasaran perusahaan spyware – Pegasus.
Email dalam gugatan itu menunjukkan UAE menandatangani kontrak dengan perusahaan perangkat lunak pengintaian itu ‘pada Agustus 2013’.
UEA dilaporkan mencoba mencegat panggilan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Ali Thani pada tahun 2014 dan Pangeran Mutaib bin Abdullah – pesaing takhta kerajaan Arab Saudi – dan Perdana Menteri Lebanon, Saad Hariri.
Laporan ini mengungkapkan untuk mengaktifkan perangkat lunak mata-mata di telepon yang ditarget, pesan teks yang dikirim dengan tautan.
Jika target menekan link, perangkat lunak Pegasus secara rahasia mengunduh (download) ponsel tersebut, memungkinkan pelanggan teknologi itu mendapat akses ke semua informasi, termasuk teks pesan, email dan data dari platform Facebook, Skype, WhatsApp, Viber, Wechat dan Telegram.
Teknologi ini juga tidak hanya memungkinkan setiap panggilan telepon dimonitor, tetapi juga dapat memantau percakapan dua orang secara tatap muka.
Menurut New York Times, gugatan itu menuduh NSO Group menyebabkan software bersangkutan berhasil merekam panggilan wartawan dan mencoba mengintip pejabat pemerintah asing atas permintaan pelanggan UEA empat tahun lalu.
Tahun 2016, Koran ‘Israel’ Yedioth Ahronoth pertama kali melaporkan bahwa Kementerian Pertahanan ‘Israel’ telah memberikan izin kepada NSO Group menjual perangkat lunak tersebut kepada sebuah perusahaan Arab, yang kemudian menargetkan aktivis hak asasi (HAM) UEA yang terkemuka. Tetapi ruang lingkup keterlibatan pemerintah belum diketahui, tulis The Time of ‘Israel’.
Mike Murray, seorang peneliti dari Lookout, perusahaan keamanan smartphone berbasis di San Francisco, menyebut Pegasus pada saat itu “salah satu perangkat lunak cyberpostage yang paling canggih yang pernah kami lihat.”
Aksi hacking terhadap kantor berita resmi Qatar dan akun media sosial pemerintah pada 24 Mei 2017, menyebabkan ketegangan besar dan krisis diplomatik yang menyebabkan Arab Saudi, UEA, Bahrain dan Mesir, memutuskan hubungan dengan Doha, selain memblokir jalur darat, laut dan udara pada 5 Juni tahun lalu, tulia Aljazeera.
NSO Group juga menjual teknologi pengawasan kepada Meksiko dengan syarat itu digunakan untuk melawan kejahatan dan teroris, tetapi kebanyakan wartawan terkenal, akademisi, pengacara hak asasi manusia dan penyidik pidana turut menjadi sasaran.*