Tidaklah dua orang saling mencintai karena Allah kecuali yang paling dicintai Allah yang paling besar kecintaan pada saudaranya
Hidayatullah.com| KETAHUILAH bahwa ikatan persaudaraan mengikat di antara dua orang seperti pernikahan mengikat suami dan istri. Jika persaudaraan telah terikat, maka hal itu memunculkan hak-hak atasmu dalam hal harta, jiwa, lisan, dan hati dengan pemaafan, doa, keikhlasan, pemenuhan janji, dan meninggalkan pembebasan diri.
Pertama, dalam hal harta. Hendaklah, setidaknya, adalah seperti budakmu. Maka urusannya (saudaramu, red) juga menjadi bagian dari kepentinganmu.
Pertengahannya adalah menjadikannya setingkat dirimu. Karena, persaudaraan memunculkan persekutuan dan kesamaan.
Yang paling tinggi adalah memuliakannya di atas dirimu. Maka engkau meninggalkan urusan dirimu untuk mengurus kepentingannya.
Ini merupakan tingkatan yang paling tinggi. Hal itu pun ditegaskan di dalam banyak hadis dan âtsâr para ulama.
Rasulullah ﷺ bersabda, yang artinya;
مَا تحاب اثْنَان فِي الله إِلَّا كَانَ أحبهم إِلَى الله أشدهما حبا لصَاحبه
“Tidaklah dua orang saling mencintai karena Allah kecuali yang paling dicintai Allah adalah yang paling besar kecintaan pada saudaranya.” (HR: Ibnu Hibban)
Kedua, membantu memenuhi kebutuhannya sebelum diminta. Hal ini memiliki derajat yang sebanding dengan tiga tingkatan dalam pengutamaan dengan harta, seperti yang tela pernah dijelaskan pada pembahasan pertama.
Ketiga, tidak mendatangkan sesuatu yang tidak disukainya. Anas r.a. berkata, “Rasulullah ﷺ tidak mendatangkan kepada seseorang sesuatu yang tidak disukainya.”
Ketahuilah, bahwa jika engkau mencari orang yang tidak memiliki aib, tidaklah akan menemukannya. Asy-Syafi’i ra pernah berkata; “Tidak ada seseorang dari kaum Muslim yang taat kepada Allah, tidak berbuat maksiat kepada-Nya. Tidak ada seseorang dari kaum Muslim yang berbuat maksiat kepada Allah, tidak berbuat ketaatan kepada-Nya. Maka barangsiapa vang ketaatannya lebih besar daripada kemaksiatannya, ia adalah seorang yang adil. Jika ini merupakan keadilan dalam hak Allah Swt., maka ia adalah lebih utama dalam hakmu. Jadilah orang yang menampakkan kebaikan dan menutupi kejelekan, karena Allah Swt menyebutkan demikian di dalam doa. Maka dikatakan: “Wahai yang menampakkan kebaikan dan menutupi kejelekan.”
Ketahuilah, bahwa orang yang diridhai di sisi Allah Swt adalah yang berperilaku dengan akhlak-Nya, yaitu menyembunyikan aib lain dan mengampuni dosa. Ketahuilah, bahwa tidak sempurna keimanan seseorang sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
Tidak diragukan bahwa diharapkan darinya menutup aurat, memaafkan ketergelinciran dan menyembunyikan rahasianya.
Ada orang mengatakan; “Hati orang-orang yang merdeka adalah kuburan rahasia.”
Ada pula yang mengatakan, “Hati orang bodoh terdapat pada mulutnya, dan lidah orang berakal terdapat pada hatinya.”
Ibn Al-Mu’taz berkata:
Orang yang menyimpan rahasia padaku
kutempati tempat persembunyiannya.
Kutitipkan rahasia itu di dadaku jadilah dadaku kuburannya.
Keempat, berbicara dengan sesuatu yang disukainya berupa pujian tanpa keluar dari kebenaran. Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِذَا أَحَبَّ الرَّجُلُ أَخَاهُ، فَلْيُخْبِرْهُ أَنَّهُ يُحِبُّهُ».
“Jika seseorang dari kamu mencintai sauidarannya, maką kabarkanlah kepadanya.” (HR: Tirmidzi)
Hal itu perlu karena dapat menambah kecintaan. Mengenai hal ini, terdapat syair yang indah:
Ambillah dari kekasilmu perkataan yang jernih
Tinggalkanlah perkataan yang kotor.
Umur akan menjadi pendek
Karena cacian kekasih pada yang lain
Demikian pula di dalam satu bait yang indah ;
Bukanlah engkau yang berlomba pada saudara
Janganlah kau mencelanya
Atas ketidaktahuan orang terdidik
Siapapun ia
Kelima, pemenuhan janji dan keikhlasan. Hal itu mengukuhkan dan melanggengkan kecintaan hingga kematiannya, dan setelah kematiannya dengan kecintaan kepada anak-anak dan sahabat-sahabatnya.
Diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah ﷺ memuliakan seorang nenek yang datang kepadanya. Maka beliau ditanya mengenai hal
Beliau menjawab; “la sering datang kepada kami semasa Khadijah masih hidup.“
Ketahuilah, bahwa janji yang baik adalah sebagian dari iman dan memuliakan janji adalah sebagian dari agama. Hendaklah engkau selalu memandang bahwa keutamaan ada pada saudaramu, bukan pada dirimu. Mengenai hal itu disebutkan dalam bait-bait berikut:
Hinakanlah diri pada seseorang
Jauhilah persahabat dengan seseorang
Yang jika kau hinakan dirimu padanya
Ia memandangnya sebagai keutamaan bagimu
Bukan sebagai kebodohanmu
Jauhilah persahabatan dengan seseorang
Yang selalu memandang keutamaan dagi dirinya
Di atas teman karibnya.* (dari buku Mutiara Ihya’ Ulumuddin Imam al-Ghazali)