Oleh : Ali Akbar bin Agil
SETIAP Muslim tentunya ingin kehidupannya berakhir dengan baik, happy ending (husnul khatimah). Husnul khatimah menjadi dambaan setiap insan. Seorang Muslim sudah pasti tidak ingin mati dalam keadaan su’ul khatimah (kematian yang jelek), dalam keadaan yang hina seperti mati usai menenggak minuman keras atau pesta Narkoba.
Imam al-Ghazali pernah menuturkan suatu ketika ada seseorang yang sudah bertahun-tahun menjadi muazin di sebuah menara tinggi di samping masjid. Di samping masjid itu ada sebuah rumah yang ternyata dihuni oleh keluarga non-Muslim, diantara anak-anak keluarga itu ada seorang anak perempuan berparas cantik yang sedang beranjak remaja.
Tiap naik menara untuk azan, secara tidak disengaja tatapan mata sang muazin selalu tertumbuk pada si anak gadis ini, begitu pula ketika turun dari menara. Seperti pepatah mengatakan “dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati,” begitulah saking seringnya memandang, hati sang muazin pun mulai terpaut akan paras cantik anak gadis ini. Bahkan saat azan yang diucapkan di mulut Allahuakbar-Allahuakbar, tapi hatinya malah khusyu memikirkan anak gadis itu.
Karena sudah tidak tahan lagi, maka sang muazin ini pun nekad mendatangi rumah si anak gadis tersebut dengan tujuan untuk melamarnya. Hanya sayang, orang tua si anak gadis menolak dengan mentah-mentah, apalagi jika anaknya harus pindah keyakinan karena mengikuti agama calon suaminya, sang muazin yang beragama Islam itu. “Selama engkau masih memeluk Islam sebagai agamamu, tidak akan pernah aku ijinkan anakku menjadi istrimu” ujar si Bapak, seolah-olah memberi syarat agar sang muazin ini mau masuk agama keluarganya terlebih dulu.
Berpikir keraslah sang muazin ini, hanya sayang, saking ngebet-nya pada gadis ini, pikirannya seakan sudah tidak mampu lagi berpikir jernih. Hingga akhirnya di hatinya terbersit suatu niat, “Ya Allah, saya ini telah bertahun-tahun azan untuk mengingatkan dan mengajak manusia menyembah-Mu. Aku yakin Engkau telah menyaksikan itu dan telah pula memberikan balasan pahala yang setimpal. Tetapi saat ini aku mohon beberapa saat saja ya Allah, aku akan berpura-pura masuk agama keluarga si anak gadis ini, setelah menikahinya aku berjanji akan kembali masuk Islam.” Baru saja dalam hatinya terbersit niat seperti itu, dia terpeleset jatuh dari tangga menara masjid yang cukup tinggi itu. Akhirnya sang muazin pun meninggal dalam keadaan murtad dan suul khatimah.
Kisah di atas menjadi pelajaran bagi kita, betapa akhir hidup manusia merupakan misteri yang tak dapat diungkap oleh siapa pun. Kematian memang sesuatu yang sudah digariskan. Tidak pernah ada yang mengetahui kapan, di mana dan dalam keadaan seperti apa ia meninggal. Ada yang mati saat di masjid atau tempat maksiat. Ada yang mati di usia kepala tiga, empat, atau bahkan masih dalam kandungan. Ada yang mati dalam keadaan mengaji al-Quran, mengajarkan ilmu atau dalam keadaan berpesta pora.
Ingatlah Mati
Belakangan ini kita disuguhi pemberitaan yang sangat mengenaskan seputar peredaran Minuman Keras (Miras) di tengah masyarakat. Tidak hanya menjadi minuman namun ia telah menjadi ‘malaikat maut’ yang menyabut belasan bahkan puluhan nyawa penunggaknya. Di berbagai tempat, Miras telah merenggut belasan orang. Akibat pesta Miras atau Narkoba banyak anak kehilangan bapaknya, istri jadi janda dan keluarga tercoreng nama baiknya.
Sudah tidak terhitung berapa kali peminum miras merenggang nyawa. Kejadian demi kejadian tidak membuat jera. Di Godean, Kabupaten Sleman, 2 orang mati usai menunggak minuman keras. Di Baledono Purworejo tercatat 9 orang tewas akibat minum miras. Bahkan di Surabaya korban akibat minuman ‘air api’ ini mencapai belasan. “Terhitung sudah ada 11 nyawa melayang sia-sia. Pada Kamis kemarin, jumlah korban masih tercatat ada tujuh orang meninggal dunia, dua orang kritis di RSUD dr Soetomo dan dua orang lagi dalam kondisi sudah membaik,” kata Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Setija Junianta di Mapolrestabes Surabaya, Jalan Taman Sikatan I, Jumat (20/9/2013), seperti dikutip surabaya.okezone.com
Indonesia dapat dikata dalam keadaan darurat Miras. Peredarannya berlangsung secara massif. Menjual miras bukan lagi sesuatu yang tabu. Kita dapat melihat dan membelinya dengan mudah. Diperparah dengan adanya mini market yang dengan seenaknya menjual minuman keras. Begitu menyoloknya, sampai orang yang buta soal minuman beralkohol kecele ketika membeli minuman untuk anaknya di mini market, ternyata ia tengah membelikan minuman yang memabukkan.
Maka, renungi dan bayangkan apabila di tengah pesta Miras, malaikat maut datang mengambil nyawanya. Ia mati dalam yang tidak baik. Mati dalam keadaan teler. Sesal kemudian tiada guna. Ingat mati bisa menjadi cara efektif dalam meredam nafsu angkara murka yang mengajak kepada perbuatan tak laik. Jika seseorang diberi pertanyaan, “Mas atau Mbak, kalau ajal datang kepada sampean, inginnya sampean wafat dalam keadaan yang mulia atau hina?” kita yakin jawabannya ingin mati dalam keadaan yang terhormat. Tidak ada yang ingin wafat dalam keadaan yang tidak terhormat, seperti mati usai meminum Miras atau mati karena didor polisi akibat melakukan tindakan kriminal. Sejak dini kita harus mengondisikan diri agar pantas diwafatkan dalam keadaan Husnul Khatimah, akhir yang baik, tidak sebaliknya, Su`ul Khatimah.
Teknik untuk mengerem diri dalam perbuatan maksiat dan lalim adalah dengan ingat mati. Jika ingin mati dalam keadaan husnul khatimah, ingatlah mati. Setidaknya ada 10 kemuliaan yang akan didapat apabila kita ingat mati. (1) memotivasi diri untuk menyiapkan diri menyambut kematian sebelum tibanya (2) memendekkan angan-angan duniawi (3) menjauhkan diri dari kesenangan dunia agar lebih giat beribadah (4) menyukai akhirat dan mengajak kepada ketaatan (5) memandang ringan musibah yang terjadi di dunia (6) ingat mati akan mencegah perbuatan bersuka ria dalam kelezatan dunia (7) memotivasi untuk bertaubat dan melakukan perbuatan baik yang terlewatkan (8) melunakkan hati, membuat mata mudah menangis, menghadirkan semangat menjalankan agama dan menjauhi keinginan nafsu yang tidak baik (9) ingat mati menyebabkan seseorang rendah diri, tidak sombong dan sewenang-wenang dan (10) ingat mati membuat seseorang mampu memupus rasa dendam dan mudah memaafkan kesalahan saudaranya.
Akhirnya, semoga kita digolongkan Allah Subhanahu Wata’ala menjadi orang yang beroleh karunia husnul hatimah. Amin!
Penulis adalah pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Malang