RAMADHAN berlalu. Catatan amal dan takdir setiap insan telah tertoreh. Tak ada yang dizalimi. Setiap manusia mendapatkan sesuai dengan usaha yang telah dia lakukan (QS. al-Syura: 20). Bagi yang telah mengoptimalkan ibadah, layaklah dia bersuka cita. Sedangkan bagi yang belum maksimal, semoga Allah menyempurnakan ibadah yang telah dia lakukan.
Selepas Ramadhan, kita sudah sepantasnya bersyukur atas segala taufiq yang Allah berikan. Taufiq berupa kesempatan menghirup udara Ramadhan dengan berbagai ibadah di dalamnya. Demikianlah sehingga kita diperintahkan untuk merayakan akhir Ramadhan dengan Iedul Fitri (QS. al-Baqarah: 183).
Di samping bersyukur, kita tentu tidak bisa menjamin kualitas ibadah yang telah kita lakukan. Betapapun ibadah yang kita laksanakan, pasti terdapat kekurangan di dalamnya. Sebagai manusia biasa, kita tetaplah makhluk khathha’/yang banyak melakukan kesalahan (HR. Tirmidzi, dari Sahabat Anas ibn Malik).
Lantaran itu, syariat mengajarkan umat untuk banyak istigfar, justru setelah meraih prestasi ibadah tertentu.
Sunnah Rasululullah shallallahu alaihi wasallam mencontohkan istigfar dalam segala kondisi.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku beristigfar dan bertobat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah bersabda, “Wahai manusia, tobatlah kalian kepada Allah! Sesungguhnya aku bertobat kepadanya dalam sehari seratus kali.” (HR. Muslim)
Inilah teladan Rasulullah, kekasih Allah yang ternyata mengisi hari-harinya dengan banyak istigfar.
Sunnah Rasulullah yang lainnya mengajarkan istigfar setiap selesai melaksanakan ibadah. Seperti istigfar setelah berwudhu (HR. Ibn Sunni dengan sanad jayyid), istigfar dalam doa istiftah (setelah takbiratul ihram) (HR. Muslim), dan istigfar setelah memberi salam dalam shalat (HR. Muslim).
Dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan istigfar setelah wuquf di Arafah yang merupakan rukun ibadah haji yang paling penting.
Allah berfirman:
)ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ(
“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 199)
Syeikh Abdurrahman ibn Sa’di dalam komentarnya terhadap ayat itu menulis:
“Demikianlah seharusnya kondisi seorang hamba setiap selesai melaksanakan ibadah, agar beristigfar kepada Allah atas segala kekurangan (yang terjadi); serta bersyukur atas segala petunjuk. Tidak sepatutnya dia bersikap seperti manusia yang menganggap dirinya telah menyempurnakan ibadah dan seakan telah berjasa kepada Allah, sehingga dirinya mendapatkan kedudukan yang tinggi. Manusia seperti ini pantas mendapatkan murka dan hukuman. Sebagaimana hamba yang disebut di awal layak diterima amalnya dan mendapat taufiq untuk melakukan amal shalih yang lainnya.” (Taysir, I/92)
Keterangan ini menunjukkan anjuran untuk beristigfar setiap selesai melaksanakan ibadah. Tanpa batasan terhadap ibadah tertentu.
Dalam surah yang lain, Allah subhanahu wata’ala bahkan memerintahkan Rasul-Nya untuk beristigfar setelah menyelesaikan tugas akbarnya: menyampaikan risalah dakwah.
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat. (Terj. QS. al-Nashr: 1-3)
Al-Allamah al-Syawkani menulis: “Mohonlah ampunan kepada-Nya atas dosamu, sebagai bentuk tawadhu kepada Allah dan menganggap kecil amal dan perbuatanmu.” (Lihat: Zubdah, h. 603)
Istigfar dan bertobat setelah menunaikan ibadah juga menjadi sunnah nabi-nabi terdahulu. Al-Qur’an mendokumentasikan doa Nabiyullah Ibrahim dan Ismail alaihimas salam. Doa ini mereka panjatkan setelah melaksanakan tugas membangun baytullah, Ka’bah di kota Makkah:
(رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ)
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 128)
Maka selepas ibadah Ramadhan ini, salah satu amal yang paling baik untuk dilakukan oleh para “alumni” Ramadhan adalah banyak istigfar. Semoga Allah berkenan mengampuni segala khilaf dan menyempurnakan ibadah kita semua.
أُوْلَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ
وَلَا نُكَلِّفُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَهَا وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنطِقُ بِالْحَقِّ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. al-Mu’minun: 60-61).*/Ilham Jaya Abdurrauf, Dir’iyah, Saudi Arabiyah