IDE pembebasan Mesir dari Dinasti Syi’ah Fathimiyah, sudah dicanangkan sejak era Nuruddin Mahmud Zanki (511-569 H/ 1118-1174 M). Bahkan, bukan saja sebatas gagasan, upaya riil sudah beliau lakukan sejak menjadi menggantikan ayahnya (Imaduddin Zanki) sebagai pemimpin. Karena itu, komentar Ibnu Katsir mengenai figur karismatik ini dalam “Al-Bidâyah wa Al-Nihâyah” (1988: XII/344) paling tidak bisa menggambarkan sepak terjangnya.
Kata Al-Hafidz Ibnu Katsir, sosok Nuruddin Zanki ketika berkuasa adalah termasuk figur yang membela sunnah, mematikan bid’ah, memerintahkan kepada rakyatnya untuk mengumandangkan azan dengan “hayya ‘alas shalah” bukan “hayya ‘ala khairil ‘amal” (azan kaum Syi’ah), padahal, di zaman bapak dan kakeknya upaya ini masih belum terjadi karena memang Syi’ah masih dominan dan kuat.
Untuk mengatasi penyimpangan Syi’ah di Aleppo, menurut catatan Ibnu ‘Adim dalam “Zubdah al-Halb” (1996: 331) Nuruddin membuat langkah-langkah strategis yaitu: memperbarui bangunan madrasah dan markas militer di Aleppo dan mendatangkan ahli ilmu dan fikih (ulama) dan memperbarui madrasah terkenal di Halawiyah (523 H).
Salah satu ulama yang diajak Nuruddin bersinergi adalah pakar fikih bermadzhab Hanafi, yang dikenal dengan: Burhanuddin Al-Balkhi. Nama lengkapnya, Burhanuddin Abu Al-Hasan ‘Ali bin Muhammad Al-Balkhi (W 548 H/ 1153 H) Beliau diminta datang dari Damaskus pada tahun 519 H untuk mengurus madarasah Al-Halawiyah.
Ahmad Shallabi dalam “Al-Daulah Al-Zankiyah wa Najaah al-Masyruu’ al-Islaami Biqiyaadati Nuruddin Mahmud al-Syahiid fii Muqaawamati al-Taghalghuli al-Baathini wa al-Ghazwu Al-Shaliibii” (2007: 217) menyebutkan bahwa Burhanudin Al-Balkhi beserta murid-muridnya sebagai penunjang terbaik dalam membantu Nuruddin menentang Syi’ah serta membela Al-Qur`an dan Sunnah.
Lebih dari itu, dalam buku “Al-Daulah Al-Zankiyah wa Najaah al-Masyruu’ al-Islaami Biqiyaadati Nuruddin Mahmud al-Syahiid fii Muqaawamati al-Taghalghuli al-Baathini wa al-Ghazwu Al-Shaliibii” (2007: 246-247) Shallabi menambahkan bahwa sosok Burhanuddin memiliki keistimewaan jujur dalam berkata. Maka tidak heran jika ulama tersebut mandapat penerimaan yang baik dari masyarakat. Di sisi lain, beliau juga memiliki akidah yang baik, hidup zuhud. Buktinya, walau banyak sekali pemberian duniawi kepadanya, beliau sama sekali tak tergiur bahkan tidak meliriknya.
Setelah Nuruddin, memperbarui bangunan madrasah Al-Halawiyah, beliau memberi mandat kepada Burhanuddin Al-Balkhi sebagai penganggung jawab pengajarannya. Amanat ini dijalankan dengan sangat baik dan berani. Saat mengajar di Al-Halawiyah, Burhanuddin Al-Balkhi menegakkan kumandang azan Ahlus Sunnah sebagai ganti dari azan Syi’ah yang sudah mendominasi Aleppo. Suatu ketika, saat beliau sedang mengajar, terdengarlah azan “hayya ‘ala khairil ‘amal”.
Mendengar azan tersebut, Burhanuddin langsung memerintah para ulama fikih untuk naik ke menara untuk mencegahnya. Bahkan sempat menggertak, “Kalau kamu tidak menghentikan azan ini, maka kamu akan dilempar dari menara masjid.” (L. Al-Bawa’nah, 2006:62) Upaya ini –demikian juga yang lainnya- cukup efektif dalam mencegah penyimpangan azan Syi’ah.
Menariknya, madrasah-madrasah sunni yang bangunannya diperbarui Nuruddin tidak hanya di Halawiyah, selain itu misalnya: Madrasah Al-‘Ishruniyah bermadzhab Syafi’i yang diamanahkan pada Syarafuddin bin Abi ‘Ishrun; Madrasah Al-Nafari diserahkan tanggung jawabnya pada Al-Quthb An-Naisaburi; madrasah masjid Al-Ghada`iri dimandatkan kepada Syeikh Syu’aib (Ibnu Adim, 1996: 322).
Baca: Sinergi Khubusyani dan Shalahuddin Al-Ayyubi dalam Pembebasan Buki Kinanah
Ini menunjukkan bahwa Nuruddin tidak main-main dalam pemberantasan Syi’ah. Dan langkah pemberantasan melalui jalur pendidikan adalah langkah yang terbilang sangat strategis.
Dari fakta-fakta tersebut, tampak betapa pentingnya sinergi ulama dan umara dalam memberantas penyimpangan. Nuruddin tidak hanya berhenti pada tataran ide, namun membuat langkah-langkah konkret melalui sinergi dengan para ulama, membuat fasilitas-fasilitas yang menunjang baik dalam ranah pendidikan maupun militer.
Maka tidak mengherankan jika kemudian hari, Shalahuddin mampu membebaskan Bumi Kinanah dari Syi’ah Fathimiyah, karena jauh-jauh hari, jalannya sudah dilapangkan oleh Nuruddin Zanki bersama peran aktif para ulama.*/Mahmud Budi Setiawan