Soekarno yang telah lama mengenal Persyarikatan Muhammadiyah sejak indekos di rumah HOS Tjokroaminoto di Surabaya
Hidayatullah.com | IR SOEKARNO baru saja berada di pengasingan keduanya di Bengkulu, saat di suatu pagi, seorang Ketua Muhammadiyah setempat, Hassan Din, mendatangi rumahnya.
Din, begitu panggilan Hassan sudah mengenal Soekarno dari media massa. Sejak lelaki itu memimpin pergerakan di Bandung, sampai keluar masuk penjara, hingga akhirnya dibuang ke Endeh, Nusa Tenggara Timur dan Bengkulu.
Din tak menduga, sosok aktivis pergerakan yang tersohor itu, kini berada dalam pengasingan di kampung halamannya, setelah sebelumnya selama lima tahun berada di pengasingan di Pulau Bunga, Endeh, Nusa Tenggara Timur.
Almanak ketika itu menunjuk tahun 1938. “Sekolah Muhammadiyah menyelenggarakan sekolah rendah agama dan kami sedang kekurangan guru,” ujar Din kepada Soekarno.
Din lalu menuturkan, “Selama di Endeh kami tahu Bung Karno telah mengadakan hubungan rapat dengan Persatuan Islam di Bandung dan kami dengar Bung Karno sepaham dengan Ahmad Hassan, guru yang cerdas itu,” tuturnya.
“Apakah bung bersedia pula membantu kami sebagai guru?” Tanya Din.
Soekarno yang telah lama mengenal Persyarikatan Muhammadiyah sejak indekos di rumah HOS Tjokroaminoto di Surabaya, kemudian bersedia menerima tawaran itu. “Saya menganggap permintaan ini sebagai rahmat,” jawabnya.
Singkat cerita, Soekarno kemudian menjadi guru di Sekolah Muhammadiyah di Bengkulu. Di antara muridnya adalah anak Hassan Din sendiri, Fatmawati, yang kelak dipersunting sebagai istrinya.
Soekarno menceritakan keadaan Bengkulu pada masa itu, dimana para perempuan kebanyakan menutup badannya dengan rapi dan terbiasa berbicara dengan lawan jenis di belakang tabir. Di Bengkulu inilah Soekarno aktif di Persyarikatan Muhammadiyah.
Sebagaimana diceritakan, Soekarno mengenal Islam lewat HOS Tjokroaminoto pada sekitar tahun 1918, dimana Tjokro sering mengajaknya hadir di pengajian Muhammadiyah yang tak jauh dari rumahnya di Gang Peneleh, Surabaya.
Soekarno saat itu indekos di rumah tokoh Sarekat Islam tersebut. Ayah Soekarno seorang muslim, tetapi penganut Kebatinan dan Teosofi. Ibunya seorang Hindu yang berasal dari Bali.
Bisa dibilang, masa kecil Soekarno jauh dari nilai-nilai Islam yang diajarkan orang tuanya, sampai akhirnya ia tinggal indekos di rumah Tjokroaminoto.
Saat dalam pengasingan di Endeh, Soekarno belajar dengan Tuan A. Hassan melalui korespondensi. Hassan yang waktu itu tinggal di Bandung, seringkali mengirim buku-buku karyanya dan buku-buku pelajaran agama Islam lainnya kepada Soekarno.
Di antara buku-buku itu, diselipkan surat untuk Soekarno. Sayang, surat-surat A.Hassan kepada Soekarno sampai saat ini tidak ditemukan.
Yang ada hanyalah surat-surat Soekarno pada A.Hassan. Itu pun, berkat jasa A.Hassan yang mengumpulkan surat-surat Soekarno tersebut secara tertib, yang akhirnya atas izin A.Hassan, Soekarno memuatnya dalam buku monumental karyanya yang berjudul “Di Bawah Bendera Revolusi.”
Dalam salah satu bab di buku Soekarno itu tertulis pembahasan yang berjudul “Surat-surat Islam dari Endeh.” Demikian kisah awal mula hubungan Soekarno dan Muhammadiyah, sebagaimana diceritakan dalam biografinya yang dituturkannya kepada Cindy Adams, yang berjudul “Bung Karno: Penjambung Lidah Rakyat Indonesia.”*/Arta Abu Azzam, penulis buku-buku sejarah