Namanya William James Sidis. Saat usia belum genap 2 tahun, Sidis sudah menjadikan New York Times sebagai teman sarapan paginya. Sidis sudah menulis beberapa buku sebelum berusia beranjak 8 tahun, Diantara bukunya tentang anatomy dan astronomy. Diusia 11 tahun, ia diterima di Universitas Harvard sebagai murid termuda. Universitas Harvard terpesona dengan kejeniusannya saat ia memberikan ceramah tentang “Jasad Empat Dimensi” di depan para professor matematika. Hebatnya, Sidis mengerti 200 jenis bahasa di dunia dan bisa menerjamahkannya dengan amat cepat dan mudah.
Keberhasilan William Sidis tak lain berkat keberhasilan sang Ayah, Boris Sidis yang juga seorang Psikolog handal berdarah Yahudi. Tapi, mendadak ia menghilang dan ditemukan lagi oleh wartawan dalam kondisi menggenaskan. Sidis meninggal diusia muda, 46 tahun. Sebelum meninggal, ia mengakui kehidupannya tidaklah bahagia. Popularitas dan kehebatannya pada bidang matematika justru membuatnya tersiksa.
Dalam kehidupan sosial, Sidis juga mengaku hanya sedikit memiliki teman. Ia juga sering diasingkan oleh rekan sekampus, tak pernah memiliki seorang pacar ataupun istri. Bahkan Gelar sarjananya tidak pernah selesai, ditinggal begitu saja. Ia pergi dari rumah dan justru lebih memilih menjadi pemulung. Kejayaan masa kecilnya hanya diakui sebagai adalah proyeksi sang ayah. Ia menyadarinya bahwa hidupnya adalah hasil pemolaan orang lain.
***
Pengalaman Sidis dan ayahnya, bisa jadi pelajaran berharga. Islam tak pernah menafikkan gemerlap dunia namun tak menjadikannya sebagai tujuan utama.
Dalam Islam, tujuan puncak seorang Muslim dalam segala bentuk pengabdian, pengorbanan, hidup dan kematiannya, adalah mencari ridho Allah SWT dan memasuki surga-Nya. Seorang Muslim ingin hidup dalam keadaan mulia (memiliki citra yang baik) dan meninggalpun juga dalam keadaan syahid (mengakhiri kehidupan dalam husnul khatimah). Berbeda dengan orang kafir di mana tujuan kehidupannya hanya untuk memenuhi syahwatul bathn (syahwat perut) dan syahwatul farj (syahwat kemaluan). Maka, ia mencari sesuatu yang membuat pemburunya kecewa.
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya (Orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak didasarkan atas iman, tidaklah mendapatkan balasan dari Tuhan di akhirat walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan balasan atas amalan mereka itu.).” (QS. An Nur (24) : 39).
Jadi, program utama kehidupan orang yang jauh dari Allah SWT hanya makan, minum dan kawin. Posisinya lebih rendah dari binatang. Sebab, manusia itu memiliki kelebihan dengan diberikannya akal dan kemampuan menjangkau metapisik (ghaib), tetapi melakukan perbuatan seperti makhluk yang tidak berakal
Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka Makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka. (QS. Muhammad (47) : 12).
Efeknya, panca indranya mengalami disfungsi dalam berinteraksi dengan ayat-ayat-Nya
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al A’raf (7) : 179).
Kiat Jitu Meraih Ridho-Nya
Banyak orang memburu dunia, seolah-olah itu kehidupan paling kekal. Pagi bekerja sampe malam. Pulang hanya makan dan tidur, esoknya harus kembali bekerja. Bahkan ia jarang bertemu anak dan istri sendiri untuk sekedar bersapa atau ngobrol berlama-lama. Baginya, hidup hanya uang, uang dan uang.
Tak sedikit orangtua menginkan anak-anak mereka sebagaimana keinginan dia, sampai ia tak dimanusiakan lagi. Anak-anak mereka laksana robot dan mesin.
Pagi sekolah, sore sudah menunggu antri pelajaran les. Ada les Inggris, piano, lukis, sempoa dll. Bahkan hari libur pun, anak-anak mereka sudah menerima jadwal dari para orangtua mereka. Kehidupan anak-anak yang indah sudah hilang. Ia telah menjadi “robot” orangtuanya sendiri. Memang banyak kita saksikan anak-anak intelek dan cerdas hari ini. Tapi jarang kita temukan anak-anak yang “kecerdasan hati” dan “kelembutan budi”. Inilah yang kita saksikan hari ini.
Agar seorang Muslim tidak terjebak pada tujuan memburu kenikmatan sesaat, sebentar, sebagaimana yang diderita oleh kaum yang tidak beragama, tetapi menggunakan karunia-Nya secara maksimal untuk mencapai kenikmatan yang bersifat permanen (akhirat), maka berikut adalah beberapa resepnya.
1. Selalu mendekat kepada-Nya dengan melakukan ibadah mahdhah secara istiqamah. Kecintaan itu akan diperoleh dengan diawali kedekatan, keeratan, keakraban hubungan. Witing trisno jalaran kulino (Bhs Jawa), (munculnya kecintaan itu karena sering bertatap muka)
“Dan apabila hamba-hamba-KU bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-KU, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) KU dan hendaklah mereka beriman kepada-KU, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah (2) : 185).
“Allah lebih berbahagia dengan taubat (kembalinya) hamba-Nya daripada seseorang di tempat sepi dan rawan bahaya dengan hewan kendaraan yang memuat makanan dan minumannya, kemudian ia tidur. Ketika ia bangun, hewan kendaraannya hilang. Ia pun mencarinya hingga ia kehausan. Ia berkata, Aku akan kembali ke tempatku semula, hingga aku mati. Kemudian ia letakkan kepalanya di atas lengannya untuk mati. Kemudian ia letakkan kepalanya di atas lengannya untuk mati. Ketika ia bangun, ternyata hewan kendaraannya ada di sisinya lengkap dengan makanan dan minumannya. Jadi Allah lebih berbahagia dengan taubat (kembalinya) hamba yang Mukmin daripada (kebahagiaan) orang tersebut dengan (kembalinya) hewan kendaraan dan bekalnya.” (Muttafaq Alaih)
Kecintaan itu diperoleh dari-Nya dengan menjalankan ibadah nawafil (tambahan, sunnah). Pengaruh dari ibadah tersebut, seakan-akan kegiatan kehidupan kita merupakan jelmaan dari kehendak-Nya. Sehingga mendatangkan barakah (tambahan kebaikan).
“Allah ‘azza wa jalla berfirman (dalam hadits qudsi) : Aku dalam sangkaan hamba-KU, dan Aku akan selalu bersamanya ketika ia mengingat-KU. Kemudian apabila ia ingat AKU dalam dirinya, AKU pun mengingatnya dalam diri-KU, dan jika ia ingat kepada-KU dalam satu kaum, maka AKU akan mengingatnya dalam kaum yang lebih banyak dari pada kaum itu. Jika ia mendekat kepada-KU sejengkal, AKU akan mendekatinya sehasta. Jika ia mendekat KU satu hasta, AKU akan mendekatinya sedepa. Dan jika ia datang kepada-KU dengan berjalan kaki, aku akan datang kepadanya dengan lari-lari kecil.” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Simpati, membela dan mencintai para kekasih-Nya. Merekalah yang keberadaannya ditolong, dilindungi dan dibela oleh-Nya
“Dari Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah Saw bersabda : Bahwa Allah Swt berfirman : Barangsiapa memusuhi wali-KU, maka KU-izinkan ia diperangi. Tidaklah hamba-KU mendekatkan diri kepada-KU dengan suatu amal lebih KU-sukai daripada jika ia mengerjakan amal yang KU-wajibkan kepadanya. Hamba-KU selalu mendekatkan diri kepada-KU dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang ia mendengar dengannya, menjadi penglihatan yang ia melihat dengannya, sebagai tangan yang ia memukul dengannya, sebagai kaki yang ia berjalan dengannya. Jika ia meminta kepada-KU pasti KU-beri dan jika ia minta perlindungan kepada- pasti KU-lindungi.” (HR. Imam Bukhari).
3. Mengikuti ajaran Rasulullah SAW (ittiba’) sebagai bukti kecintaan kepadanya
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran (3) : 31).
4. Berperang di jalan-Nya dengan shaf yang rapi
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. Ash Shaff (61) : 4).
5. Selalu membaca al-Quran, menjaga lisan, memberi makan orang yang lapar, puasa di bulan Ramadhan.
“Surga merindukan kehadiran empat orang : Pembaca Al Quran, yang selalu menjaga mulut, memberi makan orang yang lapar, puasa di bulan Ramadhan.” (al Hadits).
6. Selalu berbuat baik
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.” (QS. Ali Imran (3) : 133-135).
7. Mencintai orang lain karena Allah SWT
“Tidak sempurna keimanan seseorang sehingga ia mencintai saudaranya melebihi dari kecintaannya kepada dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
8. Suka menolong sesama
“Dari Abu Hurairah ra. Nabi SAW bersabda, Barangsiapa melepaskan seorang mukmin dari penderitaan-penderitaan dunia, niscaya Allah akan melepaskan darinya penderitaan-penderitaan hari kiamat, barangsiapa memudahkan urusan yang sulit niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup aib seorang Muslim maka Allah akan menutup aibnya di akhirat. Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR. Muslim).
9. Membela kaum tertindas
“Ketika Musa as miqat (bertemu Allah SWT untuk menerima wahyu) bertanya kepada Allah SWT, Ya Allah, dimanakah aku mencari-MU. Allah SWT menjawab, carilah Aku di tengah-tengah orang yang hatinya terluka.” (al Hadits).
10. Ikhlas dalam beramal
“Barangsiapa yang meninggalkan dunia dalam keadaan ikhlas hanya kepada Allah SWT, tidak menyekutukan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, ia wafat, sedangkan Allah Ridha kepadanya.” (HR. Ibnu Majah).
11.Suka memberi
“Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah SWT.” (al Hadits)
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga),Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup[*], Serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.”(QS. Al Lail (92) : 5-10)
Yang dimaksud dengan merasa dirinya cukup ialah tidak memerlukan lagi pertolongan Allah dan tidak bertakwa kepada-Nya.
12. Menyadari kelemahan diri
“Orang yang menyesali diri dari dosa itu menunggu datangnya rahmat, sedangkan orang yang ujub itu menunggu kemurkaan-Nya.” (al Hadits)
13. Bertaubat dengan tulus ikhlas
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At Tahrim (66) : 8).
14. Melaksanakan hak-hak ukhuwwah paling rendah, yakni : salamatush shadri (hatinya selamat dari dengki, sombong, serakah dan dendam) dari sesama Muslim
15. Memenuhi hak-hak ukhuwwah Islamiyah paling tinggi, yaitu al iitsar (mengutamakan orang lain lebih dari dirinya)
Semoga kita termasuk diantara orang yang bisa ‘hidup dalam keadaan mulia, dan mati dalam keadaan mulia[Kudus, November 2010/Hidayatullah.com]
Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com tinggal di Kudus, Jawa Tengah