Posisi sebagai penguasa memang hal yang selalu menggiurkan banyak kalangan, terlepas apakah mereka memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk mengembannya ataupun tidak. Terlepas apakah model kehidupan pribadi, keluarga dan kelompok mereka dengan pemikirannya bisa diteladani oleh masyarakat banyak. Syahwat politik memang tidak jarang menenggelamkan akal sehat manusia dalam sejarahnya.
Kebanyakan para pencari dan penggila kekuasaan di Negri ini cenderung berpikir pragmatis, janji berbuat banyak untuk rakyat hanya terucap dan diikrarkan saat berusaha meraih simpati rakyat agar memilihnya saat pesta pemilihan umum.
Bahkan para politisi sekelas PKS sebagai partai Islam terbesar saja tidak konsisten untuk hidup dalam kesederhanaan, rapat di tempat-tempat mewah dengan alasan untuk kepentingan dakwah dan umat, belum lagi dengan parpol lainnya yang lebih dulu mengurangi optimisme kita untuk menyaksikan peragaan hidup sederhana oleh para politisi mereka.
Kita pantas tersayat mendengar berita yang sangat mengiris hati. Anggaran untuk baju dan furniture presiden serta anggaran untuk Keppres dan Pidato Presiden yang mencapai angka miliaran. Belum termasuk tradisi “plesiran” anggota dewan kita ke luar negeri dengan alasan studi banding disaat negeri ini sedang ditimpa oleh berbagai musibah dan sebagainya.
Lihat saja buktinya, setiap menjelang Pemilihan Umum untuk memilih anggota legislative dan eksekutif, jendela-jendela mobil mewah para kandidat dipastikan akan banyak yang terbuka, kacamata hitam mereka dipastikan akan disimpan sejenak, para kandidat akan menari dari kampung ke kampung sambil mengiba kepada rakyat agar meraih simpatinya, dan selepas itu, mereka yang menang akan kembali jarang terdengar sebagaimana populernya mereka saat menjelang pemilihan umum, mereka demikian sibuk sebagai alasan untuk menjauh dari rakyat. Itulah fakta yang selalu kita saksikan dan mungkin akan kembali kita saksikan. Dan tentunya, ini adalah hal yang ironis dan memiriskan hati kita sebagai rakyat.
Jika kita kaji lebih lanjut, ternyata fakor kesederhaan merupakan perkara yang sangat sulit kita jumpai. Berbagai penyelewengan yang terjadi merupakan indikasi kuat tentang ketidaksiapan mereka untuk hidup dalam kesederhanaan.
Bukankah kasus-kasus korupsi, kolusi dan nepootisme yang terjadi selama ini adalah jelas merupakan upaya-upaya untuk memperkaya diri dan kelompoknya? Apa sebab berbagai kasus itu terjadi setiap saat?, karena mereka tidak siap hidup dalam kesederhaan. Kepentingan materialisme dan pragmatism lebih mendomisi ubun-ubun mereka daripada keinginan untuk hidup sederhana dan menghadirkan perubahan untuk negeri ini.
Kita tidak tahu seberapa besar pengetahuan para penguasa kita tentang konsep kesederhanaan serta seberapa besar pula tekad mereka untuk hidup dalam kesederhaan, baik mereka yang dipercayai oleh rakyat untuk mengemban amanah rakyat di lembaga eksekutif, legislative maupun jabatan-jabatan lainnya. Mungkin butuh sebuah penelitian untuk mengukur sejauh mana pengetahuan mereka tentang konsep hidup sederhana, seberapa besar keinginan mereka untuk hidup sederhana ketika ia telah menjadi penguasa, berapa banyak contoh-contoh pemimpin sederhana yang telah mereka pelajari dan ingin mereka ikuti.
Sejujurnya, kesederhanaan pada diri pemimpin dan pejabat di negeri ini disemua levelnya merupakan kerinduan terbesar bagi rakyat di negeri ini. Saya tidak percaya kesederhanaan bagi seorang pemimpin itu adalah hal yang tidak mungkin (mustahil), karena faktanya, saat ini kita sedang menyaksikan tampilan penuh kharisma seorang pemimpin sekelas Mahmnud Ahmadinejad, seorang presiden Iran yang saat ini begitu poluler dengan kesederhanaannya disamping karena konsistensinya menentang arogansi Amerika Serikat dan negera-negara Barat yang hegemonik.
Belajar dari Ahmadinejad
Pola hidup Ahmadinejad saat ini menjadi inspirasi bagi banyak kalangan, khususnya para pemuda-pemudi yang merindukan pemimpin sederhana. Membaca status-status di jejaring sosial Facebook serta di miling list, terlihat sekali bagaimana kerinduan mereka yang memiliki semangat baru untuk hidup dalam naungan seorang pemimpin yang sederhana. Setiap kali mereka berbicara tentang Ahmadinejad yang begitu popular, kesederhanaannya-lah yang selalu mereka bicarakan dan menjadi alasan utama mereka yang menggandrungi sosok Ahmadinejad selain karena keseriusannya untuk membawa Iran ke puncak kemajuan dan menentang semua pihak yang menghalangi kebangkitan negeri itu.
Kapasitas dan tekad seorang pemimpin untuk membangun negeri memang perlu, tapi faktor kesederhanaan tetaplah alasan utama rakyat mencintai para pemimpinnya. Karena pemimpin atau pejabat yang sederhana akan dipandang dekat dengan rakyat, dianggap turut merasakan kepedihan rakyatnya meski ia belum sanggup membantu rakyat di semua level untuk keluar dari kepapaannya. Rakyat memang butuh materialisme, tapi jangan lupa, materialisme tidak selamanya menjadi alasan kecintaan dan kebersamaan rakyat kepada pemimpinnya.
Beberapa waktu lalu, Ahmadinejad melelang mobil pribadinya untuk membantu rakyat miskin dinegerinya, berbending lurus dengan sikap para politisi kita, mengeruk untung diatas derita rakyatnya, lihatlah berapa banyak orang kaya baru pasca kehancuran yang menimpa rakyat Indonesia oleh tragedi tsunami dan konflik, bandingkan dengan realitas kondisi rakyat yang hingga kini masih memprihatinkan. Ahmadinejad seperti yang ditulis oleh banyak sumber suatu ketika di wawancara oleh TV Fox (AS) soal kehidupan pribadinya:
“Saat Anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang Anda katakan pada diri Anda?” Jawabnya : “Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya.”Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran,” demikian jawabnya pada si wartawan.
Meski dia seorang Syiah, ulama dipandang sebagai posisi yang paling tinggi bagi Ahmedinajad. Pertama kali ia menduduki kantor kepresidenan Ia menyumbangkan seluruh karpet Iran Istana yang sangat tinggi nilai maupun harganya itu kepada masjid-mesjid di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.
Ia mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP, lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan menanyakan pada protokoler untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive. Di banyak kesempatan ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya, ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu-satunya uang masuk adalah uang gaji bulanannya. Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250. Sebagai tambahan informasi, Presiden masih tinggal di rumahnya. Hanya itulah yang dimilikinya seorang presiden dari negara yang penting baik secara strategis, eko nomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan. Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya. Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yg selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan; roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira, ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden. Begitu juga banyak kesederhanaannya lainnya yang diperlihatkan oleh Ahmadinejad.
Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden? Buktinya tidak! Sekali-kali tidak.
Adakah pemimpin atau calon pemimpin kita di Indonesia yang siap hidup sederhana yang tak gila jabatan? Atau yang tak malu atas kesederhanaannya? Silahkan pembaca melihatnya sendiri.
*)Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda.