SELAIN ibadah-ibadah yang wajib, ada beberapa amal ibadah yang juga memiliki keutamaan besar. Di antaranya adalah mempelajari dan mengajarkan agama Allah.
Islam menganjurkan umatnya untuk selalu menularkan ilmu. Bahkan, Islam mengancam orang-orang yang sengaja menyembunyikannya dengan tali kekang dari api neraka pada Hari Kiamat kelak.
Ulama dahulu terkenal sangat tekun mengajar dan menuliskan ilmu-ilmu agama yang mereka kuasai untuk umatnya. Hal itu, karena mereka sadar bahwa hanya ilmulah yang dapat menjadi warisan abadi mereka untuk para generasi penerusnya. Dan itu, mereka lakukan dalam rangka menggapai pahala yang terus mengalir saat mereka sudah berpindah ke alam baka, sebagaimana yang mereka ketahui dari hadist Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam yang berbunyi,
“Apabila seseorang meninggal dunia maka pahala amalnya terputus, kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (Hr. Muslim 11/85, Abu Dawud 8/86, Tirmidzi 6/144.,Nasa’i 6/251).
Hadist ini juga menyadarkan kita tentang keutamaan ilmu dan arti penting mengajarkannya, baik secara tulisan atau secara langsung.
Abu Hurairah r.a. misalnya, ia meriwayatkan lebih dari lima ribu hadist yang masih dapat dibaca oleh umat Islam sampai hari ini. Bila dihitung secara matematis, berapa banyak total perolehan pahala yang terus mengalir kepadanya sejak 14 abad lalu hingga sekarang, dan sampai Hari Kiamat kelak?
Demikian halnya dengan pahala ulama-ulama kita dahulu. Semisal empat imam madzhab fikih, pengarang dan penulis kitab-kitab fikih, tauhid, dan lain sebagainya. Meski mereka telah meninggalkan dunia ratusan tahun yang silam, tulisan atau karya mereka hingga saat ini masih dibaca, dipelajari, dan dimanfaatkan oleh jutaan umat manusia.
Lain halnya dengan orang-orang sezaman mereka yang pada masanya terkenal kaya raya, berkedudukan tinggi, atau sebagai saudagar sukses. Saat ini, nama-nama mereka hanya sedikit sekali yang masih dapat dikenal. Bahkan, dapat jadi amal-amal mereka pun banyak yang terputus pahalanya.
Berbeda dengan mereka yang senang memberi sedekah jariyah. Selain memiliki nama baik yang tetap dikenang, mereka terus memperoleh aliran pahala sampai datangnya Hari Kiamat.
Adalah tidak salah bila Ibn al-Jauzi mengatakan bahwa karya seorang alim merupakan anak abadinya. Sedangkan cara mengabadikan ilmu, adalah dengan cara menulisnya untuk generasi yang akan datang. Namun, meski tidak memiliki kemampuan menulis buku, kita tetap memiliki kesempatan, yaitu dengan membantu biaya penerbitannya dan membagikannya secara cuma-cuma untuk khalayak. Atau, dapat pula kita membiayai pembuatan kaset-kaset atau CD-CD Islami yang peredarannya saat ini sudah menyaingi buku.*/Sudirman STAIL (sumber buku Misteri Panjang Umur Mendapatkan Pahala Besar dengan Amalan Ringan dan Singkat, penulis Muhammad Ibrahim an-Nu’aim)