Hidayatullah.com | ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan wabah corona virus (Covid-19) sebagai pandemi global. Beberapa MUI dan ulama dunia telah mengeluarkan fatwa terkait ibadah di saat wabah.
Imam Ibnu Hajar al Asqolani sebelumnya telah mengarang Kitab Badzlu al Maun Fi Fadhli al Thaun (بذل الماعون في فضل الطاعون). Di bawah ini adalah sekelumit kesimpulan dari apa yang diterangkan oleh al-Imâm al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalânî :
- Berkumpul untuk berdoa dan beristighotsah di suatu tempat (sebuah lapangan) untuk menolak bala’ ketika terjadinya wabah penyakit (Tha’ûn) sebagaimana praktek Istisqa’ (diawali puasa 3 hari) adalah kehiatan bid’ah.
- Kegiatan tersebut pertama kali dilakukan pada tahun 764 H, (ketika terjadi wabah Thâ’ûn ganas di Damaskus (Suriah) pada tahun 749. Jadi 15 tahun setelah awal terjadi wabah, barulah mayoritas para pembesar/penguasa dan sebagian ulama berkumpul. Di mana setelah terjadi kumpulan massa untuk berdoa tersebut korban meninggal justru malah lebih banyak yang berjatuhan dibandingkan sebelumnya.
- Di jaman beliau pada tanggal 27 Rabî’ul Akhir tahun 833 H di Kairo, juga terjadi hal yang sama (pengumpulan massa untuk doa bersama). Pada tanggal 4 Jumâdal Ûlâ masyarakat diperintahkan keluar ke lapangan, sebelumnya dianjurkan puasa 3 hari, lalu shalat dan berdoa. Korban jiwa sebelum acara tsb kurang dari 40 orang. Namun setelahnya malah membengkak lebih dari 1000 lebih nyawa melayang.
- Sebagian ulama memfatwakan kegiatan tersebut berdasarkan keumuman dalil tentang doa dan menyandarkan kepada (niat baik) Malik/Raja Muayyad. Di mana segolongan ulama juga turut hadir dan mereka semua tidak ada yang mengingkarinya, sehingga kegiatan tersebut dinilai sebagai kegiatan yang baik. Sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa kegiatan tersebut lebih utama untuk ditinggalkan karena dikhawatirkan terjadinya fitnah. Karena meskipun perkara tersebut dianggap baik akan tetapi tetap tidak lepas dari timbulnya tuduhan yang buruk, terutama kepada para ulama, kaum shalih dan doa itu sendiri.
- Ibnu Hajar al-Asqolani termasuk ulama yang berpendapat melarang perkumpulan tersebut. Bahkan hal tersebut adalah alasan yang mendorong beliau menyalin kitab Badzlul Mâ’ûn Fî Fadhlith Thâ’ûn setelah mengumpulkan banyak sekali hadis dan kalam para ulama pada tahun 819 H. Sehingga beliau dua kali menolak keluar bersama Malik/Raja Muayyad dalam kegiatan tersebut.
Ibnu Hajar melalukan karantina mandiri dengan social distancing dengan menolak keluar rumah (isolasi diri) dengan tidak menghadiri kegiatan yang disponsori Raja Muayyad Billah di Kairo saat itu. Tindakan beliau bahkan lebih maju dari pemikiran era saat ini. Wallâhu a’lam. (Ringkasan dari halaman 328-330 kitab بذل الماعون في فضل الطاعون, diringkas Fahmi Salim, MA).*