Hidayatullah.com | DIANTARA kita sering dihinggapi penyakit lupa. Misalnya, bagun tidur, langsung menuju kulkas mengambil makanan atau minuman. Padahal kala itu sedang berpuasa di bulan Ramadhan. Apa hukumnya seperti ini?
Makan dan minumnya karena terlupa, sesungguhnya tidaklah membatalkan puasa. Bahkan makanan yang ia telan disaat lupa dianggap rizki dari Allah Subhanahu Wata’ala. Namun setelah teringat bahwa ia sedang berpuasa, maka orang tersebut harus melanjutkan puasanya pada hari itu hingga saat berbuka. Atau ketika dirinya ingat di saat tengah minum atau masih ada makanan di mulutnya, saat itu juga dia harus keluarkan alias dibuang.
Hal ini telah dijelaskan dalam Hadits yang disampaikan Abu Hurairah r.a, bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi Wassallam pernah bersabda:
مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ. (متفق عليه
“Barangsiapa lupa bahwa ia berpuasa, lalu ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya (pada waktu itu) Allah memberinya makan dan minum.” (HR Bukhari dan Muslim)
“Sebenarnya itu adalah rizki yang diberikan Allah kepadanya, dan tidak ada kewajian qadha atasnya.” (HR Daruquthni)
Dalam lafal lain menurut riwayat Daruquthni, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim disebutkan: “Barangsiapa yang berbuka puasa Ramadhan karena lupa, maka tidak wajib qadha atasnya dan tidak pula wajib membayar kafarat.”
Lupa tidak menyebabkan seseorang dihukum jika melakukan perbuatan terlarang, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Ya Allah janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau salah.” Lalu Allah menjawab, “Aku telah mengabulkannya.”
Adapun orang yang melihatnya, dia harus mengingatkannya, karena itu termasuk perbuatan mengubah kemunkaran dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang hal ini,
مَنْ رَاَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ. (رواه مسلم
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah dia mencegah kemunkaran itu dengan tangannya (yaitu kekuasaannya). Jika tidak mampu, hendaklah mencegah dengan lisannya. Kemudian kalau tidak mampu juga, hendaklah mencegah dengan hatinya. Itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).
Orang berpuasa yang makan dan minum di saat puasa termasuk kemunkaran, tetapi kemunkaran yang dimaafkan jika penyebabnya adalah lupa, karena orang yang lupa tidak mendapat hukuman. Adapun jika ada orang yang melihatnya, maka tidak ada udzur baginya untuk membiarkan kemunkaran tersebut.* [Diambil dari buku Tanya Jawab Puasa, Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007]