TERKADANG seorang ibu terpaksa memberikan susu formula kepada anaknya karena sesuatu hal di luar keinginannya, seperti adanya bisul di payudara atau luka di puting susu. Atau juga karena rasa sakit hebat pasca-persalinan, atau karena menjalani operasi caesar yang membuatnya tidak dapat tidur dan tidak bisa merasakan ketenangan jiwa, padahal kedua hal ini merupakan syarat utama untuk mengeluarkan air susu ibu (ASI). Bisa juga penyebabnya bersifat permanen, seperti mengidap penyakit akut yang tidak bisa diatasi oleh si ibu. Di sini kita mengatakan bahwa ibu itu tidak berdosa.
Tetapi sayangnya kita melihat sebagian wanita menolak memberikan susu yang alami (ASI) dengan berbagai alasan yang sangat lemah. Seperti menjaga kemolekan tubuh, atau menganggap bahwa susu formula mengandung komposisi yang terdapat di dalam air susu ibu, atau meniru tren wanita-wanita Barat, dan sebagainya.
Untuk itu saya mengutip riset yang dilakukan oleh Dr. Hassan Syamsi Pasya. Di situ dia menjelaskan beberapa manfaat air susu ibu dan pandangan Barat yang berubah 180 derajat mengenai hal itu. Dia memaparkan masalah itu dengan tulisan berjudul: Apa Kata Dokter-dokter Barat Tentang Air Susu Ibu?
Air susu ibu (ASI) adalah karunia Allah untuk pengunjung baru yang hadir di muka bumi. Komposisinya dibuat oleh pabrik yang dititipkan Allah di dalam tubuh ibu. Komposisinya mengungguli segala merek susu yang ada di muka bumi. Air susu ibu berisi semua unsur yang dibutuhkan anak, baik imunitas maupun nutrisi. Dan air susu ibu juga memperkuat ikatan antara ibu dan bayinya.
Namun demikian tingkat pemberian susu alami (ASI) di Eropa dan Amerika telah mencapai titik nadir pada dekade 50-an. Banyak ibu yang mengira –akibat gencarnya promosi– bahwa susu formula lebih baik dari susu alami, karena susu formula mengandung unsur-unsur yang tidak terdapat pada air susu ibu.
Dan banyak ibu di negara-negara Arab dan negara-negara Islam kemudian mengikuti wanita-wanita Barat itu. Akibatnya, pemberian susu formula menjadi fenomena meluas di mana-mana, dan pemberian susu alami (ASI) menjadi bagian dari tradisi lama.
Sejak saat itulah berbagai riset dan kajian ilmiah di Eropa dan Amerika terus-menerus memperkuat satu fakta yang menunjukkan bahwa air susu ibu adalah susu yang terbaik. Maka tidak mengherankan apabila kita melihat para dokter berpengalaman di dunia mempublikasikan hasil-hasil penelitian mereka dan menulis banyak artikel tentang manfaat air susu ibu.
Kalangan medis dari universitas-universitas yang ada di Barat bertubi-tubi meneriakkan seruan untuk mengajak para ibu kembali kepada air susu ibu.
Prof. Dr. Rose Lorenz, guru besar penyakit anak di Universitas Rochester, New York, Amerika Serikat mengatakan: “Para wanita harus tahu bahwa air susu ibu adalah nutrisi terbaik bagi bayi. Air susu ibu mengandung imunitas khusus yang mampu mengatasi infeksi bakteri. Dan kemampuan ini tidak dimiliki oleh nutrisi jenis lain. Betapa pun majunya dunia kedokteran tetap tidak mampu memproduksi susu yang menyerupai air susu ibu. Dan di muka bumi ini tidak ada satu pun senyawa biologi yang benar-benar dapat menggantikan posisi air susu ibu.”
Prof. Brosden mengatakan: “Bila hewan mamalia membutuhkan air susu induknya dan hubungan fisik yang erat dengan induknya selama beberapa tahun, sebaiknya seorang bayi manusia menikmati air susu ibunya dengan semua kekhasan dan keistimewaannya selama empat tahun.”
Buletin terbaru yang dipublikasikan oleh Departemen Kesehatan dan Keamanan Sosial Inggris menyatakan: “Air susu ibu masih menjadi susu terbaik hingga usia dua tahun. Dan ibu dapat memberikan makanan tambahan sejak bulan keempat.”
Maha Benar Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah berfirman: “Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi orang yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (Al-Baqarah: 233).
Dunia Barat baru menyadari fakta ini dan media-media kedokteran di Eropa dan Amerika pun gencar mengingatkan para wanita akan pentingnya kembali ke ASI.
The Lancet, majalah kedokteran Inggris pernah mempublikasikan artikel utama. Di sana penulisnya bertanya: “Mengapa gerakan kembali ke ASI tidak bisa berjalan lebih cepat dari yang ada sekarang ini? Padahal, semua pendapat medis telah sepakat bulat bahwa ASI memiliki manfaat yang lebih besar dan lebih tinggi dibanding susu formula.”
Penulis menegaskan bahwa penyebabnya ialah dominasi perusahaan-perusahaan pembuat susu formula atas sebagian besar lembaga yang mengurusi urusan anak-anak, dan promosi besar-besaran yang dilancarkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut untuk meyakinkan para ibu –kendati ini adalah kesalahan nyata dan kebohongan besar yang bertentangan dengan fakta yang ada– bahwa susu formula bisa menggantikan ASI.
Di saat penggunaan susu formula berkembang pesat di negara-negara Arab dan negara-negara Islam, kita menemukan fakta bahwa sejak 13 tahun silam pemerintah Inggris justru telah mengeluarkan keputusan yang melarang perusahaan-perusahaan tersebut memasang iklan yang mempromosikan aneka macam susu formula. Dan iklan-iklan semacam itu benar-benar hilang dari layar televisi dan seluruh media massa di Inggris.
Majalah The Lancet juga pernah mempublikasikan artikel utama yang melansir hal-hal berikut:
– Jika mau sebenarnya 95% ibu bisa memberikan ASI eksklusif selama 4-6 bulan. Dan selama periode itu mereka dapat menyediakan ASI dalam jumlah yang cukup untuk menjamin anak-anak mereka dapat tumbuh secara normal.
– Ada sebagian ibu yang bisa memberikan ASI eksklusif selama 12 bulan atau lebih.
– Anak-anak yang mengkonsumsi ASI plus susu formula lebih berpotensi mengalami radang perut dan usus.
Laporan organisasi kesehatan dunia (WHO) mengungkapkan adanya keprihatinan terhadap dunia ketiga yang mau menggunakan susu formula pada saat Eropa dan Amerika mulai meninggalkannya.
Prof. Lorenz mengatakan: “Kendati ilmu kedokteran telah melewati langkah-langkah besar dalam bidang nutrisi, namun hanya berhasil meniru sebagian kecil dari komposisi air susu ibu. Sebab, di dalam ASI terdapat 100 enzim yang tidak terdapat di dalam susu formula. ASI mengandung imunitas khusus dan proteksi terhadap pembusukan yang tidak terdapat di dalam jenis nutrisi lainnya.”
Profesor ini menutup artikelnya dengan mengatakan: “Di muka. bumi ini tidak ada senyawa biologi yang benar-benar bisa menggantikan posisi air susu ibu, menjamin keamanan sel-sel yang hidup, enzim-enzim yang aktif dan anti radang, dan memiliki manfaat secara psikologis.”*/Sobri Mersi Al-Faqi, dari bukunya Solusi Problematika Rumah Tangga Modern. [Tulisan berikutnya]