السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
NAMA saya Andik (28).Saya bekerja di perusahaan swasta. Insya Allah tahun depan ada rencana menikah dengan gadis pilihan orangtua. Calon isteri saya usianya 22 tahun, termasuk tipe gadis manja. Ini saya ketahui dari penuturan keluarganya. Memang keluarganya cukup berada, segala sesuatunya cukup tersedia, sehingga kurang mandiri.
Ada kekhawatiran, apakah saya akan bahagia nantinya? Masalahnya, seringkali teman-teman kantor bilang kalau nanti saya akan menjadi suami yang takut dengan isteri.
Benarkah kalau seorang suami mengerjakan pekerjaan isterinya di rumah adalah penzaliman kepada suami? Kalau hal itu benar, apa yang harus saya persiapkan. Mohon nasihat dan bantuannya. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi wabarakatuh
Andik | Semarang
Jawaban
و عليكم السلام والرحمة الله وبركاته
Mas Andik yang dirahmati Allah ta’ala.
Subhaanallah, Maha Suci Allah yang telah menganugerahkan rasa cinta kepada kita. Rasa itu pulalah yang akan mempertemukan Anda dengan pendamping pilihan nantinya. Baarakallah, semoga Allah ta’ala memberikan berkah kepada Anda. Aamiin. Nampaknya kalimat itu yang pantas kami sampaikan saat ini buat Anda.
Rasa gelisah sering kali dirasakan sebelum menikah. Itu wajar sebab nikah satu kemuliaan sangat agung dan perjanjian dengan Allah ta’ala. Namun kegelisahan yang berlebihan dapat menumbuhkan sikap buruk sangka kepada orang lain, baik kepada orangtua maupun calon isteri.
Pertama, berkomunikasilah dengan baik kepada orangtua mengenai calon isteri Anda. Saya yakin, orangtua pasti telah memilihkan yang terbaik bagi Anda. Insya Allah.
Gunakan kesempatan saat ini untuk menggali informasi mengenai calon isteri Anda pada keluarga terdekatnya. Insya Allah persiapan yang cukup dapat merubah kegelisahan Anda saat ini menjadi optimisme.
Kedua, mengenai ungkapan dari teman-teman di kantor. Sebaiknya Anda tidak terlalu menanggapinya secara berlebihan. Ingat dalam Islam isteri bukan untuk ditakuti. Jadi pantaskah ada istilah suami takut isteri?
Firman Allah:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki/perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikanshalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya.. ” (QS. At-Taubah : 71)
Suami dan isteri seharusnya menjadi penolong satu dengan yang lainnya. Isteri mengisi kekurangan, mengganti atau mewakili tugas suami bila diperlukan. Isteri adalah hak dan ‘harta’ bernilai milik suami. Kepadanya ditumpahkan sepenuh cinta dan percaya dalam menjaga dan membangun rumah tangga.
Ketiga, suami membantu pekerjaan isteri di rumah itu bukan aib. Malah sebaliknya, hal itu menjadi rahmat bagi rumah tangga.
Dari Al-Aswat bin Yazid beliau berkata: “Aku bertanya kepada Aisyah RA: “Apa yang Nabi kerjakan di rumah? Aisyah RA menjawab: “Beliau senantiasa melayani isterinya yakni membantu isterinya pekerjaan rumah. Maka apabila masuk waktu salat, beliaupun keluar untuk salat (ke masjid)”. (HR. Al-Bukhari)
Hadis di atas dikuatkan lagi oleh hadis-hadis lain yang menceritakan Rasulullah sendiri menjahit baju, mencuci pakaian, menambal sandal, memerah susu dan lain-lain.
Aisyah RA berkata,
كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesibukan membantu istrinya, dan jika tiba waktu sholat maka beliaupun pergi sholat”. (HR Al-Bukhari V/2245 no 5692)
Dari beberapa hadis di atas, nampak dengan jelas bahwa kehidupan rumah tangga itu indah dan penuh dengan kemuliaan, jadi mengapa harus ada istilah suami takut isteri? Bukankah suami adalah pemimpin dan pemandu bagi seorang isteri untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala?
Demikian saran dan masukan untuk Mas Andik, semoga menjadi bekal menuju kehidupan baru dalam rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan penuh rahmat. Wallahu a’lam.*/Ustad Endang Abdurrahmah, pengasuh rubik ‘Kelambu’ Majalah MULIA