oleh: Akbar Muzakki
Hidayatullah.com | PERJUANGAN membina dan membimbing umat itu tak boleh berhenti. “Yang patah harus tumbuh, yang hilang harus berganti, pergi yang tua datang yang muda,” begitu tekad SU Bajasut.
Mengambil dari judul buku tipis karya M. Natsir yang berjudul “Dari Medan Djihad”, SU Bajasut teman, seperjuangan Natsir menuangkan gambaran perjuangan umat Islam ke depan adalah penerus perjuangan berlandaskan ‘Aqidah dan Khittah’ yang telah digariskan. Kini telah tiba masanya untuk lebih memahaminya, baik yang tersurat maupun yang tersirat kemudian mengamalkannya.
Pertumbuhan di kalangan umat, yang menurut fitrahnya senantiasa menghendaki ‘peremajaan’ meminta tanggung jawab yang lebih besar kepada setiap pemimpin. Timbang terima pada saatnya pasti terjadi. Maka pimpinan dan bimbingan kepada tunas muda adalah timbang terima secara berangsur-angsur.
“Yang patah harus tumbuh, yang hilang harus berganti, pergi yang tua datang yang muda,” demikian paparan SU Bajasut mengawali tanggapan tulisan M. Natsir yang lebih cenderung mempersiapan kader dan orientasi perjuangannya.
Dalam khazanah pemikiran M. Natsir yang tertuang dalam bukunya itu menyebutkan 3 hal penting dalam pendadaran perjuangan itu. Setidaknya pendadaran perjuangan untuk generasi muda itu ada di pesantren, kampus, dan masjid.
Ketiga ‘barak’ ini harus tetap menjadi andalah perjuangan umat di masa kapan pun, hingga bumi ini membutuhkan para pejuang umat untuk membimbing, membina dan mensejahterakan masyarakat. Nah, langkah perjuangan ditiga tempat tersebut perlu reintegrasi konsepnya. Bagaimana mempersiapkan kader itu penting, tulis Natsir.
Karena anak muda harapan perjuangan yang akan datang; yang tahu akan dunia perjuangannya. Oleh karena itu perlu dipersiapkan jiwa mereka, melengkapkan pengetahuan dan pengalaman mereka, mencetuskan api cita-cita mereka, menggerakkkan dinamika mereka, menghidupkan self disiplin mereka, yang timbul dari iman dan taqwa.
“Ingat perjuangan, bukanlah satu perjuangan tersambil lalu, sekadar pengisi waktu yang kebetulan terlebih tempo-tempo. Ini adalah pekerjaan yang ‘masuk agenda’ yang untuknya harus disediakan waktu, harus dilakukan dengan sadar dan pragmatis,” tulis Natsir.
Dalam rangka ini ada dua hal yang perlu diperhatikan:
Pertama, mereka dari generasi baru itu telah beruntung mendapat kesempatan yang lebih luas di bidang menuntut ilmu, baik ilmu duniawi maupun ukhrawi. Tetapi dasar iman dan taqwa, yang merupakan sumber kekuatan dan pedoman akhlak dan karakter, sebagai ‘bekal’ yang tak boleh tidak harus mereka miliki untuk menjalankan tugas yang akan mereka pikul itu-tidaklah dapat diperoleh dari semata-mata ilmu, walaupun bagaimana luasnya ilmu itu. Ini hanya dapat dicapai dengan riyadhah dalam arti yang luas.
Di sinilah terletak fungsi yang khusus dari masjid sebagai pembinaan umat dan pembentukan kader. Di kampus pun harus kuasai masjid dengan segala program dan perjuangannya untuk saling bina membina dan menjalin ukhuwah satu masjid kampus dengan masjid lainnya.
Di masjid harus dikuatkan niat dan ulumuddinnya. Jangan sampai lupa mereka, bahwa panji-panji kalam Ilahi itu tidak patah berkibar bila berjalan, dia terus diinjak-injak oleh kaki yang membawanya sendiri. Janganlah hendaknya, bertambah lagi jumlah kalinya. Umat ini dikecewakan pemimpin.
Kedua, fakultas dari berbagai macam jurusan sudah ada yang mempersiapkan mereka untuk jadi sarjana. Kita menghajadkan teoritis yang tajam dan kreatif. Disamping itu yang dihajatkan dalam pembinaan umat ialah opsir-opsir lapangan yang bersedia dan pandai berkecimpung di tengah-tengah umat.
Kalau pun dihajadkan sarjana-sarjana yang diperlukan bukan sarjana-sarjana yang melek buku, tetapi buta masyarakat. Sedangkan kemahiran membaca ‘kitab masyarakat’ itu, tidak dapat diperoleh dalam ruang kuliah dan perpustakaan semata-mata. Oleh karena itu mereka perlu diintodusir ke tengah-tengah umat dan turut aktif bersama-sama mengahdapi dan mencoba mengatasi persoalan-persoalan perikehidupan umat, dipebagai bidang. Sehingga mereka dapat merasakan dengan denyutan jantung umat, dan lambat laun berurat pada hati umat itu. Makin ‘pagi’ makin baik
Banyak diantara gejala-gejala dari keadaan sekarang ini yang dapat dielakkan tadinya, kalau tidaklah terlampau banyak kita mempunyai calon politisi yang menjadi pemimpin amatir. Maka di tengah-tengah masyarakat yang hidup cukuplah dapat berlaku proses timbang terima secara berangsur-angsur antara yang akan pergi dan yang akan menyambung-patah tumbuh hilang berganti.
Sebab kesudahannya yang dapat mencetuskan ‘api’ ialah ‘batu api’ jua. Di sinilah ada api perjuangan dan dimulai perjuangan bersama umat.
Butuh kesatuan dan polarisasi
Keseriusan M Natsir terhadap pembinaan generasi muda begitu jeli. Ia menyebutnya dengan tenaga-tenaga muda berlian gandeng tangan bersama umat. Tenaga-tenaga muda yang berilmu yang dikumpulkan kembali secara selektif, usaha-usaha lama yang sudah digiatkan lagi, kegiatan-kegiatan baru dalam pelbagai bentuk yang sudah timbul dengan spontan di mana-mana itu hanya akan dapat bertahan lama daan akan lebih efektif apabila semua itu dikonsolidir dengan menjatuhkan aqidah dan wijdah, menyesuaikan langkah dalam satu strategi yang sama.
Kalau tidak, kegiatan-kegiatan lokal dan regional itu bisa jadi mangsa atau teredesak dalam kompetisi antara bermacam-macam kekuatan dan aliran yang sama-sama memperebutkan bidang-bidang yang sama di daerah yang bersangkutan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kekuatan dan aliran-aliran yang sedang berkompetsi sama-sama diketahui, masing-masingnya sudah dipolarisasi dalam organisasi masing-masing yang utuh. Teranglah bahwa usaha reintegrasi harus segera diiringi oleh polarisasi dari tenaga dan kegiatan keluarga muslim.
Minimal yang dapat diusahakan sekarang ialah polarisasi melalui koordinasi kegiatan-kegiatan yang sejenis. Ada lembaga-lembaga dan yayasan-yayasan di bidang sosial, dakwah dan kebudayaan yang diselenggarakan oleh para keluarga.
Lembaga-lembaga dan badan itu perlu disesuaikan langkahnya, diadakah diantaranya pembagian lapangan, kerja sama, saling bantu membantu, dan yang utama disatukan faham mereka mengenai strategi yang akan ditempuh. Mengakhiri tulisan buku tipisnya M. Natsir menyitir hadits sebagai berikut:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586).
Ini sama memerlukan tenaga-tenaga yang khusus dan pembagian tugas menurut bidang masing-masing. Segala sesuatu diselenggarakan tanpa gambar. Kuatkan aqidah dan wijdah dalam menata ulang konsep perjuangan bersama umat.*
Penulis adalah wartawan