SUATU ketika, al-Hasan tengah melintasi sebuah kebun di Madinah. Tanpa sengaja, ia memergoki seorang budak, yang tengah memakan sepotong roti yang ada di tangannya.
Yang membuat al-Hasan terperanjak, ketika ia mendapati ‘keganjalan’ perilaku sang budak. Betapa tidak, setiap kali makan sesuap roti, maka suapan berikutnya ia berikan kepada seekor anjing. Ia berbagi makanan dengan anjing.
Penasaran dengan apa disaksikannya, al-Hasan pun menanyai si budak.
“Kenapa kamu mau berbagi rotimu dengan anjing itu? Mengapa kamu tidak mengelabuhinya saja dengan sesuatu?” Tanya al-Hasan, diselimuti rasa penasaran.
“Kedua mataku malu menatap anjing itu jika sampai mengelabuinya,” jawab si budak.
Penjelasan ini menghentak jiwa al-Hasan, hingga membuat beliau mengajukan pertanyaan lainnya.
“Siapa tuanmu?”
“Aban bin Utsman.”
“Dan kebun ini, siapa yang memilikinya?”
“Sama, Aban bin Utsman.”
Setelah bertanya demikian, al-Hasan berkata kepada si budak;
“Aku minta kepadamu, jangan tinggalkan tempat ini, sampai aku kembali,” pinta al-Hasan.
Al-Hasan pun menemui Aban bin Utsman. Kepadanya, beliau mengajukan penawaran kepada si budak, selaligus kebun yang dimiliki. Setelah itu, ia kembali menemui si budak.
“Wahai Fulan, aku telah membelimu,” ujar al-Hasan, ketika sampai di hadapan si budak.
Si budak pun kaget dengan dengan informasi itu, seraya langsung bangun dari tempat duduknya.
“Baik tuanku. Aku akan memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya, juga taat kepada Anda,” ucapnya.
“Aku juga sudah membeli kebun ini,” lanjut al-Hasan. “Hai Fulan,”sambung beliau lagi, “Engkau sudah aku merdekakan jarena Allah, dan kebun ini aku berikan kepadamu.”
Budak itu pun menyambut haru berita yang baru ia dengar. Kemudian ia berkata;
“Tuanku, kebun ini aku wakafkan untuk jalan Allah. Karena Dialah engkau mau memerdekakanku.”* (Khairul Hibri, kisah dinukil dari buku Hasan dan Husain The Untold Stories, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i)