Hidayatullah.com–Waktu berbuka dan sahur adalah dua momen yang selalu ditunggu-tunggu oleh umat Muslim. Pada kedua waktu itulah keberkahan Allah datang. Apalagi ketika kita bisa memberikan makan orang yang sedang berpuasa, maka pahala yang sama seperti orang yang sedang berpuasa, akan kita dapat.
Menyadari keberkahannya begitu besar, banyak kaum Muslim berlomba-lomba mengambil peran berupa menyediakan makan untuk berbuka dan sahur. Salah satunya adalah jamaah Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), Jakarta.
“Untuk sumbangan yang berbentuk uang, akan kami belikan nasi kotak. Sedangkan donasi dari jamaah yang berupa nasi kotak dan ta’jil seperti kurma dan makanan ringan, silahkan mereka mengkoordinasikannya dengan Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA),” ujar Izzudin, pengurus RISKA kepada hidayatullah.com
Menurut Izzuddin, tahun lalu total pemasukan uang selama bulan Ramadhan sebesar Rp.700-an juta.
Ia berharap terdapat peningkatan donasi sebesar 10 persen. Selain para pengusaha, salah satu donatur tetap adalah Duta Besar (Dubes) Qatar untuk Indonesia. Di mana setiap tahun selalu menyumbangkan kurma.
Meski kepastian makanan selama sebulan di MASK berasal dari donatur tetap, tapi banyak pula sumbangan makanan dari para dermawan lain selama Ramadhan.
“Dari pihak masjid sendiri hanya akan menyumbang seribu kotak nasi. Selebihnya, adalah peranan jamaah,” jelasnya. Karena itu menurutnya, masih dibuka kesempatan seluas-luasnya bagi jamaah yang ingin berpartisipasi.
Jumlah jamaah di MASK dalam setiap tahunnya selalu sama.
“Yakni pada lima hari pertama adalah 500 jamaah, sedangkan pada lima hari berikutnya jumlah mencapai dua kali lipat. Sementara pada minggu berikutnya bertambah kembali menjadi 1000-1500 orang. Puncaknya adalah malam ke-27 Ramadhan yang bisa mencapai 2.500 orang,”ulas Aksa Mahmud, Ketua Dewan Pengurus MASK saat ceramah perdana memulai shalat tarawih.
Menurut Ahmad Izzuddin, yang juga humas kegiatan Ramadhan Masjid Agung Sunda Kelapa hari pertama dan hari kedua Ramadhan biasanya jumlah jamaah yang berbuka puasa di masjid sedikit.
“Biasanya beberapa hari pertama, jamaah ingin berbuka dengan keluarga,” paparnya.
Sedangkan untuk i’tikaf dan sahur mulai hari pertama sampai hari kesembilan belas dihadiri sekitar 400 jamaah. Sedangkan hari kedua puluh sampai akhir Ramadhan dihadiri oleh 800 orang, dan mencapai puncaknya pada 27 Ramadhan sebanyak 6000 jamaah.
Izzuddin mengamini apa yang dikatakan oleh Aksa Mahmud pada ceramah terawih malam pertama Ramadhan, 9 Juli 2013 lalu.
Menurutnya, Sunda Kelapa yang memiliki jamaah ribuan itu berperan besar bagi tersedianya ribuan nasi kotak dan makanan ringan untuk berbuka.
“Namun, kami memang memiliki donatur tetap yang sudah tahunan setiap Ramadhan berpartisipasi,”jelas pria yang sehari-hari menjabat sebagai Sekertaris Dewan Pengurus MASK itu.
Menurutnya, sejumlah dana dari para donatur tetap itu sudah disepakati sebelum Ramadhan tiba.
“Ketika Ramadhan kami tinggal mengajukan proposalnya dan mencairkannya,”ungkap alumni RISKA angkatan 2003 itu.
Ketika ditemui diruang sekretariat pengusrus MASK, Izzudin sedang bersiap untuk keberangkatannya ke sebuah Bank. Ia akan mengajukan proposal yang sudah disepakati pencairannya.
Berkualitas
Untuk menjaga kualitas makanan, panitia menyajikan standar harga makanan minimal Rp.20 ribu per kotak.
“Tapi kami tidak bisa menolak jika ada jamaah yang mengirim nasi bungkus dengan harga yang kurang dari itu. Tetap kami bagikan juga,”tukasnya.
Pembagian makanan berbuka dan sahur di MASK memang cukup unik. Terutama keunikan terletak pada jumlah jamaah yang begitu besar.
Meski urusan makanan, bisa saja rusuh jika tidak diatur dengan baik. Hal ini terlihat saat pembagian nasi kotak sahur hari pertama di MASK.
Ketika dinyatakan oleh panitia, nasi kotak sudah tidak tersedia lagi, sebagian jamaah langsung panik.
Bisa dimaklumi, di wilayah sekitar MASK, tak banyak warung yang menjual makanan.
Karena itu, panitia dari Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) selalu memberikan info bahwa makanan tambahan bisa diperolah di warung di samping masjid, yang letaknya di luar wilayah MASK.
“Maklum, karakter jamaah, macam-macam. Ada jamaah yang tidak sabar menunggu giliran, ada juga mereka yang memilih menu makanan,”jelas Izzudin.
Izzudin mengatakan, setiap tahunnya, ada saja jamaah yang tidak sabar menerima makanan. Tak jarang mereka berebut dan berkerumun untuk mendapatkannya. Belajar dari pengalaman tahun sebelumnya, maka panitia membuat metode yang lebih bisa mendisplinkan mereka.
“Segala metode pernah kami coba, mulai dari makanan diambil sendiri sampai mereka kami minta untuk duduk saja. Panitia yang mengantarkannya langsung,”ulas sarjana Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam, IAIN al-Akidah, Klender, Jakarta Timur itu.
Menurut Izzudin, metode yang terakhir itulah yang kini yang lebih mudah dan pratis dipakai. Selain itu panitia juga menyiapkan petugas keamanan yang ikut mengawasi jalannya pembagian makanan.
Sejak tahun 2012, RISKA dilibatkan untuk mengelola pendistribusiannya.
“Mereka yang mendata darimana saja dan berapa jumlah makanan yang datang,” ulas Izzuddin.
Dengan mengerahkan sekitar 100-an orang anggota RISKA, makanan dapat terdistribusikan dengan baik.*/Rias Andriati