Sambungan artikel PERTAMA
Keproduktifannya dalam tulisan dan kehadiran di ruang chat, dipasangkan dengan latar belakangnnya, membuat dirinya sebagai daya tarik pujian dan simpati. “Saudari Ibu Ubaidah orang yang sangat terhormat diantara yang terhormat; hidupnya didedikasikan untuk kebaikan di muka bumi ini,” ujar seorang lelaki bernama Juba menulis.
Mengubah Peran Wanita
Kebangkitan wanita datang melawan lingkungan diskriminasi yang telah merasuki Islam radikal. Mohamed Atta, pembajak serangan 11 September, menulis dalam wasiatnya, “Wanita tidak diperbolehkan datang saat pemakaman saya atau pergi ke makam saya di kemudian hari.”
Ayman al Zawahri, orang kedua dalam kepemimpinan Al-Qaeda, mengatakan dalam sebuah sesi tanya-jawab online bahwa wanita tidak dapat bergabung di dalam Al-Qaeda. Ditanggapi, seorang wanita menulis dalam sebuah situs yang diproteksi dengan kata sandi bahwa “Jawaban yang kita dengar tidak sesuai dengan harapan kita,” berdasarkan grup pengawasan SITE, menambahkan, “Saya bersumpah kepada Tuhan saya tidak akan pernah meninggalkan jalan ini juga tidak akan menyerah pada pilihan ini.”
Perubahan peran wanita dalam pergerakan Islam sangat menonjol di negara-negara Barat, dimana wanita Muslim telah diedukasi untuk menuntut haknya dan laki-laki Muslim lebih terbiasa untuk memperlakukan mereka dengan hak yang sama.
El Aroud merefleksikan trend itu. “Dalam Islam biasanya laki-laki lebih kuat dibandingkan wanita, tetapi aku membuktikan lebih penting untuk takut kepada Tuhan – bukan yang lain,” ujarnya.
“Sangat penting bahwa saya wanita. Banyak laki-laki yang tidak mau berbicara karena mereka takut akan mendapat masalah. Walaupun saya dapat masalah, saya mengeluarkan pendapat saya.” Lagipula, ia mengatakan, ia mengetahui aturannya. “Saya menulis dengan cara yang legal,” ujarnya. “Saya tahu yang saya lakukan. Saya orang Belgia. Saya mengetahui sistemnya.”
Sistem itulah yang sering berpihak kepada dirinya. Dia ditahan Desember 2008 dengan 13 orang lain atas apa yang pihak berwenang menduga adanya rencana rahasia untuk membebaskan seorang terpidana teroris dari penjara dan melancarkan serangan di Brussel.
Tapi dengan hukum Belgia berlaku bahwa mereka akan dirilis dalam waktu 24 jam, karena tidak ada biaya atas kerugian yang dikenakan dan pencarian bukti gagal terkait adanya senjata, bahan peledak atau dokumen yang memberatkan.
Sekarang, walaupun El Aroud terus-menerut dalam pengawasan, ia kembali ke rumahnya menggerakan para militan melalui forum internet dan mendapatkan lebih dari $1.100 per bulan dari pemerintah sebagai tunjangan pengangguran.
“Jihadnya tidak memimpin operasi tetapi untuk menginspirasi orang lain untuk melakukan jihad,” kata Glenn Audenaert, petugas polisi federal Belgia, dalam sebuah wawancara.
“Dia menikmati perlindungan yang ditawarkan Belgia. Pada saat yang sama, dia adalah ancaman yang potensial,” tambahnya.
Menganut Islam yang Tegas
Lahir di Maroko, dibesarkan di Belgia sejak umur belia, El Aroud tidak terlihat ditakdirkan untuk berhijad.
Beranjak dewasa, ia memberontak melawan ajaran Muslim yang mengasuhnya, demikian dalam tulisan di biografinya.
Pernikahan pertamanya, di umur 18, tidak bahagia dan singkat; kemudian dia melahirkan seorang anak perempuan dari perkawinannya.
Ketidakmampuan dalam membaca tulisan Arab, mendapati dirinya untuk mempelajari Al-Quran dalam bahasa Prancis dan mengarahkannya untuk menganut Islam secara tegas dan berujung menikah dengan Abdessater Dahmane, seorang Tunisia yang setia dengan Bin Laden.
Bergelora untuk menjadi seorang tentara di medan perang, ia mengatakan kalau ia berharap bisa bersama-sama berjuang bersama suaminya di Chechnya. Namun orang-orang Chechen “menginginkan laki-laki yang berpengalaman, sangat terlatih baik,” ujarnya. “Mereka bahkan kurang menginginkan wanita.”
Pada tahun 2001, dia mengikuti suaminya pergi ke Afganistan. Saat suaminya dilatih di Kamp al-Qaeda, dia dipersiapkan di dalam kamp untuk wanita-wanita asing di Jalalabad.
Baginya, Taliban adalah model pemerintahan Islam dan laporan-laporan tentang penganiayaan terhadap wanita yang diberitakan Barat tidak benar. “Para wanita tidak memiliki masalah dengan Taliban,” ujarnya. “Mereka memiliki pengamanan.”
Perlawanannya hanya terhadap burqa, pembatasan pakaian yang wajib dikenakan wanita Taliban, yang ia sebut “tas plastik.” Sebagai orang asing, ia diperbolehkan memakai jilbab panjang warna hitam sebagai gantinya.
Namun pasca misi yang dilakukan oleh suaminya, El Aroud ditahan sementara oleh para pengikut Massoud. Merasa ketakutan, ia dihubungkan dengan pihak berwenang Belgia, yang mengatur keselamatan selama kepulangannya ke rumah.
“Kami mengeluarkannya (dari tahanan) dan berpikir dia akan bekerja sama dengan kami,” kata salah satu pejabat senior intelijen Belgia. “Kami ditipu.” Ujar Hakim Jean-Louis Bruguière, yang menjadi hakim senior kontra-terorisme Prancis pada waktu itu, mengatakan ia telah mewawancarai El Aroud karena penyidik menduga bahwa dia telah mengirim peralatan elektronik untuk suaminya yang digunakan dalam pembunuhan tersebut.*/ Ummu Qudsy dari berbagai sumber
(bersambung)