Kejadian memilukan yang baru-baru ini terjadi nyatanya hanya satu dari daftar panjang kekejaman terhadap Muslim di India. Terkadang kabarnya menjadi perhatian dunia internasional, namun lebih banyak yang terluput dan diabaikan.
Hidayatullah.com — India adalah negara dengan keragaman agama, etnis, dan bahasa. Ia juga rumah bagi sekitar 200 juta Muslim, salah satu populasi Muslim terbesar di dunia tetapi minoritas di negara yang dengan 1,3 miliar penduk yang didominasi Hindu.
Komunitas Muslim negara itu beragam, dengan perbedaan bahasa, kasta, etnis, dan akses ke kekuatan politik dan ekonomi. Namun, sejak kemerdekaan India, umat Islam terus menghadapi diskriminasi, prasangka, dan kekerasan sistematis.
Terakhir, pada Kamis (24/09/2021), sebuah rekaman video yang viral di India menyulut kegeraman dan protes. Rekaman tersebut menunjukkan seorang fotografer media India menginjak-injak jenazah seorang pria Muslim yang tergeletak tak berdaya setelah ditembak secara terbuka oleh polisi di negara bagian Assam, India.
Kejadian memilukan tersebut nyatanya hanya satu dari daftar panjang kekejaman terhadap Muslim di India. Terkadang kabarnya menjadi perhatian dunia internasional, namun lebih banyak yang terluput dan diabaikan.
Kampanye Islamofobia
Di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Narendra Modi, pemerintahan Partai Bharatiya Janata telah mengajukan beberapa kebijakan anti-Muslim.
Pada tahun 2019, pemerintah India mengesahkan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan, yang memudahkan jalur menuju kewarganegaraan untuk berbagai kelompok agama dari negara-negara tetangga India tetapi mengecualikan Muslim. Hal itu memicu protes yang meluas yang kemudian dibalas dengan kekerasan
Kekerasan pada 23 Februari 2020 yang berlangsung selama beberapa hari, menewaskan sedikitnya 46 orang di Delhi, mayoritas dari mereka Muslim. Itu adalah kekerasan agama terburuk di India dalam beberapa tahun.
Berbagai kampanye Islamofobia, baik yang terang-terangan dilakukan oleh pemerintah India maupun yang diam-diam didukung, telah menyuburkan iklim kekerasan terhadap minoritas, khususnya Muslim.
Menurut sebuah survei oleh New Delhi Television, ada peningkatan hampir 500 persen dalam penggunaan bahasa yang memecah belah masyarakat dalam pidato oleh para pemimpin terpilih—90 persen di antaranya dari BJP—antara tahun 2014 dan 2018, dibandingkan dengan lima tahun sebelum BJP berkuasa. Perlindungan sapi menjadi tema penting dalam sejumlah pidato tersebut
Muslim hampir tidak hadir di sektor formal ekonomi dan jumlah mereka tidak signifikan dalam layanan negara. Penduduk muslim terbesar bekerja di sektor informal. Kampanye ini mendorong agar mereka “tidak tersentuh” bagi non-Muslim, yang tentunya akan mendorong mereka keluar dari berbagai kegiatan ekonomi.
Muslim India Hanya Warga Kelas Kedua
Aliansi nasionalis Hindu yang diwakili Modi dengan tegas melihat India sebagai “bangsa Hindu”, dan sebagai Ketua Menteri Gujarat pada tahun 2002, Modi dituduh menginstruksikan polisi untuk tidak mencegah pogrom yang menewaskan ribuan Muslim. Ketika dia terpilih pada tahun 2014, ada peningkatan tajam dalam hukuman mati tanpa pengadilan terhadap Muslim.
Sejak terpilih kembali dengan mayoritas yang lebih besar pada Mei 2019, pemerintahannya telah “beralih ke skala yang lebih besar, jika masih lokal, kekerasan massa yang didukung oleh negara,” kata Sumantra Bose, profesor politik internasional dan komparatif di London School of Economics kepada Time. “Ini adalah perkembangan alami, mengingat sifat, logika, dan tujuan pemerintah Modi-Shah.”
Akibatnya, banyak dari 200 juta Muslim India memperhitungkan masa depan sebagai warga negara kelas dua.
Dr. N.C. Asthana, seorang pensiunan perwira Indian Police Service, dalam tulisannya untuk The Wire, mengatakan bahwa masyarakat India harus menundukkan kepala karena malu. Bahwa bahkan 73 tahun setelah Kemerdekaan, umat Islam di sana memiliki begitu sedikit kepercayaan pada polisi sehingga, pada protes 2019, mereka harus mengirim kaum perempuan mereka ke desa lain untuk keselamatan.
Ia juga mengungkapkan bahwa tujuan akhir dari kekerasan, kekejaman, dan pembantaian berlebihan itu hanya untuk melecehkan kaum Muslim sedemikian rupa sehingga pada akhirnya, mereka menerima ‘kekalahan sosial’ mereka.
Dimulai dengan proses ‘othering’, mereka akan memaksa mereka terlebih dahulu untuk menerima status ‘warga kelas dua’, kemudian status ‘pariah’, dan akhirnya status ‘nowhere people’. Tujuan akhir India adalah untuk mematahkan keinginan umat Islam untuk hidup dengan harga diri, martabat dan kehormatan.*