Fenomena bintang jatuh menjadi perhatian ilmuwan, menurut Imam Qatadah, sesungguhnya bintang-bintang diciptakan Allah untuk perhiasan langit, pelempar setan, dan tanda petunjuk arah
Oleh: Muhammad Syafii Kudo
Hidayatullah.com | APA yang terlintas di dalam benak kala mendengar kata fenomena ‘bintang jatuh?’ Tentu jawabannya bervariasi tergantung siapa yang ditanya.
Jawaban pakar astronomi tentu akan berkutat pada penjabaran ilmiah mengenai proses terjadinya fenomena alam itu. Sedangkan bagi orang awam fenomena bintang jatuh tak ubahnya peristiwa langit biasa yang indah untuk diamati.
Dan bagi para muda-mudi korban cuci otak film-film Hollywood dan drama Korea, fenomena bintang jatuh adalah sebuah waktu sakral untuk merapal doa sembari meminta hajat yang mana perilaku syirik itu dianggap hal sepele belaka oleh mereka padahal dalam pandangan akidah sangat berbahaya. Lantas bagaimanakah sikap yang bijak dalam memandang fenomena bintang jatuh ini karena Allah SWT telah memberi garis batas yang tegas dalam firman-Nya,
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS: Al Israa’ [17] : 36).
Seperti diketahui bahwa pada akhir bulan Juli 2022 ini, diperkirakan akan ada dua fenomena hujan meteor yang menghiasi langit Indonesia, yakni hujan meteor Alpha Capricornids dan Delta Aquariids. Menurut Peneliti Utama bidang Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, fenomena hujan meteor Alpha Capricornids dan Delta Aquariids ini akan terjadi pada akhir bulan ini.
Dua hujan meteor akhir Juli 2022 ini terjadi di langit selatan, sehingga cocok diamati dari Indonesia. Hujan meteor adalah fenomena astronomi tahunan yang terjadi saat sejumlah meteor tampak meluncur silih berganti dari titik tertentu di langit.
Hujan meteor inilah yang kerap dikenal oleh masyarakat sebagai istilah bintang jatuh. Pada dasarnya, meteor akan tampak seperti bintang jatuh atau bintang berpindah. Sebagaimana diketahui, meteor adalah batuan atau debu antar-planet yang memasuki atmosfer lalu terbakar karena gesekan atmosfer.
Dijelaskan Thomas, fenomena hujan meteor Alpha Capricornids adalah hujan meteor yang berasal dari gugusan debu komet 169P/NEAT yang berpapasan dengan bumi. Debu-debu komet yang berukuran kecil memasuki atmosfer bumi lalu terbakar sehingga nampak seperti bintang jatuh. Sedangkan, hujan meteor Delta Aquariids adalah hujan meteor yang berasal dari debu-debu komet 96P/Machholz.
Setelah kita mafhum dengan penjelasan tersebut, selanjutnya timbul pertanyaan besar mengenai apa dasar para pelaku ritual doa kepada bintang jatuh saat melakukan aksinya. Adakah dasar dari kitab suci dan sains yang mendasarinya? Ternyata tidak ada . Di dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa salah satu fungsi bintang adalah sebagai sebuah petunjuk yang mempermudah perjalanan kaum manusia yang berjalan di darat dalam kegelapan malam dan juga saat berlayar dalam pekatnya malam di tengah lautan (QS. Al An’aam [06] : 97).
Dan juga sebagai penghias langit di malam hari yang dapat membuat mereka yang memandangnya menjadi kagum dan dapat mengambil inspirasi indah dari bintang-bintang ini, “Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al Fushilat [41] : 12).
Ada apa dengan bintang jatuh?
Di dalam Al Qur’an disebutkan,
وَلَقَدْ جَعَلْنَا فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَزَيَّنَّاهَا لِلنَّاظِرِينَ (16) وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ (17) إِلا مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِينٌ (18) وَالأرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْزُونٍ (19) وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ (20)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang (nya). Dan Kami menjaganya dari tiap-tiap setan yang terkutuk. Kecuali setan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.” (QS: Al Hijr [15] : 16-18).
Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa al-buruj dalam ayat ini bermakna gedung-gedung yang di dalamnya ada penjaganya. Dan dijadikanlah bintang-bintang meteor sebagai penjaganya dari gangguan setan-setan yang jahat, agar setan-setan tidak dapat mencuri dengar percakapan para malaikat yang ada di langit.
Maka barang siapa di antara setan-setan membangkang dan berani berbuat mencuri dengar, maka dia akan dilempar oleh bintang yang menyala terang itu hingga membinasakannya. Akan tetapi, adakalanya setan telah menyampaikan pembicaraan yang telah didengarnya itu kepada setan yang ada di bawahnya sebelum ia dikenai oleh bintang yang menyala.
Lalu setan yang menerimanya itu menyampaikannya kepada setan lainnya yang ada di bawahnya, kemudian ia menyampaikannya kepada kekasihnya (para dukun), seperti yang disebutkan dengan jelas dalam hadis sahih. Sehubungan dengan tafsir ayat ini Imam Bukhari mengatakan,
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، يبلُغُ بِهِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:
إِذَا قَضَى اللَّهُ الْأَمْرَ فِي السَّمَاءِ ضَرَبَتْ الْمَلَائِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ كَأَنَّهُ سِلْسِلَةٌ عَلَى صَفْوَانٍ ، فَإِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوا لِلَّذِي قَالَ : الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ . فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُ السَّمْعِ وَمُسْتَرِقُ السَّمْعِ هَكَذَا بَعْضُهُ فَوْقَ بَعْضٍ ، فَيَسْمَعُ الْكَلِمَةَ فَيُلْقِيهَا إِلَى مَنْ تَحْتَهُ ثُمَّ يُلْقِيهَا الْآخَرُ إِلَى مَنْ تَحْتَهُ حَتَّى يُلْقِيَهَا عَلَى لِسَانِ السَّاحِرِ أَوْ الْكَاهِنِ ، فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ قَبْلَ أَنْ يُلْقِيَهَا وَرُبَّمَا أَلْقَاهَا قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ ، فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ ، فَيُقَالُ أَلَيْسَ قَدْ قَالَ لَنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا كَذَا وَكَذَا ؟ فَيُصَدَّقُ بِتِلْكَ الْكَلِمَةِ الَّتِي سَمِعَ مِنْ السَّمَاءِ
“Telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan. dari Amr, dari Ikrimah, dari Abu Hurairah yang menyampaikannya dari Nabi ﷺ, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: Apabila Allah menetapkan suatu ketetapan di langit maka para malaikat mengepakkan sayap mereka karena tunduk terhadap firman-Nya, seperti layaknya suara rantai yang digesek di atas batu. Setelah rasa takut itu dicabut dari hati para malaikat, mereka bertanya-tanya: ‘Apa yang telah difirmankan oleh Tuhan kalian?’ Malaikat yang mendengar menjawab, ‘Dia berfirman yang benar. Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.’ Bisikan malaikat ini didengar oleh jin pencuri berita. Pencuri berita modusnya dengan ‘pundi-pundian’ (jin yang bawah menjadi penopang bagi jin yang di atasnya, bertingkat terus ke atas). Jin yang paling atas mendengar ucapan malaikat, kemudian disampaikan ke jin bawahnya, dan seterusnya, hingga jin yang paling bawah menyampaikannya kepada tukang sihir atau dukun. Terkadang mereka mendapat panah api sebelum dia sampaikan kepada dukun, dan terkadang berhasil disampaikan sebelum terkena panah api. Kemudian dicampur dengan 100 kedustaan. (sehingga ada 1 yang benar). Orang mengatakan, bukankah si dukun telah mengatakan demikian dan dia benar? Akhirnya si dukun dibenarkan dengan satu kalimat yang benar yang dicuri dari langit.” (HR: Bukhari 4800).
Selanjutnya jika dicermati lebih dalam, bukankah kalimat “Semburan Api yang terang” (QS. Al Hijr [15] : 18), “Suluh Api yang cemerlang” (QS. As Shaaffaat [37] : 10), hingga “Panah Api yang mengintai” (QS. Al Jin [72] : 09) dalam penjelasan di atas dapat diartikan sebagai sesuatu yang kini disebut sebagai “Bintang Jatuh”. Karena jika dilihat dari penjelasan para pakar astronomi serta berbagai dalil Naqli nampak sekali keakuratan gambarannya.
Untuk lebih menguatkan pendapat ini, berikut dijelaskan fungsi lain dari bintang seperti yang tertera dalam Firman Nya yang berbunyi,
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّماءَ الدُّنْيا بِمَصابِيحَ وَجَعَلْناها رُجُوماً لِلشَّياطِينِ وَأَعْتَدْنا لَهُمْ عَذابَ السَّعِيرِ
‘Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al Mulk [67] : 05).
Imam Qatadah mengatakan bahwa sesungguhnya bintang-bintang ini diciptakan untuk tiga hal, yaitu Allah menciptakannya untuk perhiasan bagi langit, dan sebagai pelempar setan, serta sebagai tanda-tanda untuk dijadikan petunjuk arah. Maka barang siapa yang mempunyai takwilan lain selain dari yang telah disebutkan, berarti dia mengemukakan pendapatnya sendiri, memasuki bagian yang bukan bagiannya, keliru dalam berpendapat, serta memaksakan dirinya terhadap apa yang tiada pengetahuan baginya tentang hal itu. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir).
Jika salah satu fungsi lain bintang adalah sebagai alat pelempar setan, maka bukan mustahil jika apa yang selama ini disaksikan sebagai ‘Bintang Jatuh’ adalah peristiwa dilemparinya setan dengan “bintang” yang membuatnya lari terbirit-birit setelah lancang mencuri dengar kabar langit melalui percakapan para Malaikat. Dan ‘Bintang’ yang digunakan sebagai alat pelempar setan tersebut nampak seperti “Semburan Api yang terang” (QS. Al Hijr [15] : 18), “Suluh Api yang cemerlang” (QS. As Shaaffaat [37] : 10), atau seperti “Panah Api yang mengintai (QS. Al Jin [72] : 09)” dan dalam pandangan kita di bumi nampak sebagai bintang jatuh.
Dari berbagai penjabaran sains dan dalil Naqli di atas, bisa disimpulkan bahwa seorang Muslim yang ikut-ikutan budaya non-Islam yang tidak ada dasar Syariat bahkan melanggar syariat itu sendiri seperti meminta hajat kepada bintang jatuh misalnya, dapat dikatakan bahwa ia telah melakukan sebuah kebodohan yang absurd. Walhasil fenomena hujan meteor atau ‘Bintang Jatuh’ yang diprediksi akan terjadi di penghujung bulan ini haruslah disikapi secara bijak sebagai sebuah fenomena alam yang menandakan kebesaran pencipta Nya.
Silahkan dinikmati sebagai teatrikal langit namun yang jelas jangan lupa mentadaburi hikmah di baliknya. Dan sebagai seorang Muslim, ada sebuah adab yang bisa kita lakukan saat menyaksikan fenomena semacam ini.
Disebutkan dalam kitab al-Adzkar karya Imam Nawawi mengenai sebuah hadis riwayat dari Ibn Sunni dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu Anhu yang berkata, “Kami diperintahkan untuk tidak mengikuti arah bintang jatuh dan ketika terjadi kami diperintahkan untuk membaca doa,
مَاشَاءَاللّٰهُ لاَحَوْلَ لاَقُوَّةَ اِلاَّبِاللّٰهِ
“Semua atas kehendak Allah, tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali atas kehendak Allah.”
Artinya saat terjadi fenomena alam seperti bintang jatuh maka berdoalah meminta perlindungan kepada Allah, Tuhan yang menciptakan bintang-bintang, bukan malah meminta permintaan (hajat) kepada bintang jatuh tersebut seperti yang diajarkan oleh film-film Hollywood selama ini. Dan jangan anggap sepele perkara semacam ini, sebab jika salah dalam menyikapi fenomena bintang jatuh tersebut bisa- bisa akidah kita yang jatuh. Wallahu A’lam Bis Showab.*
Murid Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan