Hidayatullah.com–Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI), Bachtiar Nasir mengklarifikasi tuduhan adanya dana sebesar 10 Miliar untuk Aksi Bela Islam II pada hari Jumat 4 November 2016.
“Yang kita dapat rasanya jauh dari itu, mungkin lebih dari 100 M,” ujarnya dengan nada sarkastik saat konferensi pers Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Selasa malam (01/11/2106).
Bachtiar menjelaskan, angka tersebut diperoleh dengan menghitung biaya jamaah dari berbagai daerah yang datang ke Jakarta menggunakan ongkos dan akomodasi sendiri-sendiri.
Belum lagi, kata dia, infaq yang masuk dari jamaah, serta sumbangan logistik berupa makanan.
“Kalau dihitung-hitung totalnya lebih dari 100 M berupa subsidi dari rakyat buat aksi ini,” tandasnya.
Yang dimaksudkan ketika itu, dana aksi datang dari masyarakat sendiri secara mandiri. Jika dihitung bisa ratusan milyar. Pernyataan Bachtiar Nasir disampaikan mengingat banyaknya tuduhan tak berdasar, khususnya dari kalangan aktivis Islam liberal terkait semangat umat yang ingin ke Jakarta dengan usaha dan dana sendiri-sendiri.
Ia juga mengatakan aksi GNPF-MUI tidak berkaitan dengan Pilkada, hanya ingin aparat bertindak tegas memproses pencela Al-Quran.
Sebelum ini, aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL), Mohamad Guntur Romli menyebut, Aksi Bela Islam II pada hari Jumat 4 November mendatang didanai oleh lawan politik dari calon gubernur di Pilkada DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
“Bachtiar Nasir akui ada gelontoran dana 100 M unt Gerakan 4 Nov unt jatuhkan Ahok, siapa yg biayai? Bisa jd lawan2 politik Ahok & Jokowi,” ucapnya melalui akun twitternya @GunRomli, Rabu (02/11/2016).
Senada dengan Guntur, akademisi Ade Armando juga menyatakan, aksi umat Islam nanti melibatkan penyandang dana raksasa.
“Aksi 4 November 2016 ternyata memakan biaya luar biasa besar. Rp 100 miliar. Karena itu mustahil aksi ini dibiayai oleh dana masyarakat sendiri, tanpa melibatkan penyandang dana raksasa. Karena itu pula, sangat tidak logis kalau ini semua dilakukan tidak dengan tujuan politik menggagalkan pencalonan Ahok sebagai Gubernur DKI,” tulis Ade di akun Facebook-nya, Rabu (02/11/2016).
Ade juga menuduh, dana sebesar itu dialokasikan ke kantong para peserta aksi.
“Artinya, dengan perkiraan peserta akan mencapai 100 ribu orang, untuk setiap peserta dikeluarkan dana Rp 1 juta. Dari angka tersebut, tidak jelas berapa uang yang masuk kantong peserta aksi,” katanya.
Menanggapi hal itu, penulis buku Liberal 101, Akmal Syafril mengaku, tidak heran dengan tuduhan di berbagai media social oleh aktivis liberal tersebut.
Ia bercerita, ketika gerakan yang digagasnya #IndonesiaTanpaJIL (ITJ) lahir, para pegiat JIL dan pendukungnya juga mempertanyakan sumber dana.
“Sebenarnya, komentar-komentar itu membongkar cara berpikir mereka sendiri. Mereka tidak tahu caranya mendanai pergerakan dengan kantong sendiri, sehingga kalau ada pergerakan lain, mereka menyangka semuanya adalah orang bayaran,” jelas Akmal kepada hidayatullah.com, Rabu malam (02/11/2016).
“Mereka (JIL dan pendukungnya) tidak tahu bahwa tidak semua orang berpikir dan berperilaku seperti mereka,” pungkasnya menambahkan.*