Hidayatullah.com – Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Rapat Pleno XII di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (09/11/2016), membahas kondisi terkini keumatan dan kebangsaan, khususnya terkait kasus penistaan agama oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Dalam pertemuan yang hadiri oleh para pimpinan Dewan Pertimbangan MUI, pimpinan Ormas Islam, dan tokoh muslim ini, menghasilkan Taushiyah Kebangsaan.
Berikut isi lengkap Taushiyah Kebangsaan Dewan Pertimbangan MUI:
1. Memperkuat Pendapat Keagamaan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia tanggal 11 Oktober 2016 tentang Penistaan Agama, dan seharusnya menjadi rujukan utana dalam menangani proses hukum masalah dugaan penistaan agama, sebagaimana yang telah menjadi kebiasaan selama ini. Juga mendukung pernyataan sikap PBNU dan PP Muhammadiyah yang merupakan pendapat dan sikap sesuai ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Pendapar Keagamaan tersebut duniawi yang tertib, harmonis, penuh maslahat (haratsat al-din wa siyasat al-dunya), serta memelihara kerukunan hidup antar umat beragama demi persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Menyesalkan ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Pulau Seribu ” .. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak itu nggak bisa pilih saua, ya kan, dibohongin pakai surat al-Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu. Jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya ..” yang beredar luas di masyarakat. Ucapan tersebut jelas dirasakan umat Islam sebagai keyakinan pemeluk agama lain dengan memberikan penilaian (judgement) dan pemahaman yang diberikan para ulama, dan dengan memakai kata yang bersifat negatif, pejoratif, dan mengandung kebencian (hate speech). Ucapan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama tersebut menunjukkan intoleransi dan rendahnya tenggang rasa terhadap keyakinan orang lain dan sangat potensial menciptakan kegaduhan sosial dan politik yang dapat mengarah kepada terganggunya stabilitas nasional.
3. Memberikan apresiasi kepada umat Islam dan beberapa elemen bangsa yang menggelar Aksi Damai 4 November 2016 sebagai reaksi yang telah berlangsung aman dan damai yang dipimpin oleh para Ulama, Habaib, dan para tokoh Islam. Aksi Damai tersebut yang menunjukkan kesatuan dan kebersamaan semua elemen bangsa merupakan ekspresi demokrasi yang konstitusional dan positif untuk mendorong penegakan hukum di negeri yang menganut supremasi hukum. Insiden yang terjadi di luar waktu unjuk rasa adalah ulah provokator yang hanya ingin menciderai Aksi Damai tersebut.
Ketua GNPF-MUI: Hanya Energi al-Quran Bisa Datangkan Aksi Damai Jutaan Orang
4. Menyampaikan bela sungkawa dan simpati yang mendalam atas jatuhnya korban (yang terluka maupun yang meninggal dunia), baik dari kalangan peserta aksi dan peserta keamanan dan diharapkan pada masa yang akan datang aksi damai tidak dihadapi dengan tindakan represif.
5. Karena kasus penistaan agama bukan masalah kecil, maka diminta agar proses hukum dijalankan secara berkeadilan, transparansi, cepat, fan memperhatikan rasa keadilan masyarakat luas.
6. Menyerukan kepada seluruh umat Islam Indonesia untuk tidak terpancing dengan isu-isu yang menyesatkan dan provokatif serta memecah belah kehidupan umat dan bangsa Indonesia. Seraya menyerukan dan mengajak umat Islam Indonesia untuk tetap menjaga Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Wathaniyah, dan terus memanjatkan doa kepada Allah SWT untuk kebaikan dan kemaslahatan bangsa.*