Hidayatullah.com– Usulan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, terkait rektor dipilih langsung oleh Presiden dengan dalih mengantisipasi maraknya ideologi radikalisme di kampus-kampus, dikritik oleh analis politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun.
Menurut Ubed, alasan pemerintah itu mengada-ada dan terlalu berlebihan mengkhawatirkan radikalisasi di kampus.
Ubed menjelaskan, kampus merupakan tempat para akademisi seperti profesor, doktor, kaum intelektual dan terpelajar yang berbicara, berdiskusi, dan bernalar dengan basis data ilmiah.
“Karena basis datanya ilmiah, maka rasionalitas ini tidak akan menghadirkan radikalisme,” ungkapnya kepada hidayatullah.com, kemarin, melalui sambungan telepon.
Lagipula, kata Direktur Puspol Indonesia ini, Mendagri tidak tepat mengusulkan begitu karena persoalan kampus urusannya Menteri Riset Teknologi Pendidikan Tinggi (Menristekdikti).
“Jadi nampaknya Pak Tjahjo Kumolo terlalu dipengaruhi oleh bayang-bayang kekhawatiran berlebihan tentang radikalisme di universitas itu,” katanya.
Mestinya, lanjut Ubed, sebelum mengeluarkan pernyataan itu ke publik, Tjahjo berkomunikasi terlebih dahulu ke Menristekdikti. “Saya kira memang ada kesalahan komunikasi kepada publik dari Mendagri.”
Dosen Fakultas Ilmu Sosial ini mengaku khawatir lantaran hanya karena satu dua mahasiswa, lalu digeneralisasi bahwa seluruh kampus memproduksi kelompok radikal dan kaum militan. Hingga akhirnya negara sebutnya mengintervensi kampus terlalu jauh.
“Saya kira cara seperti ini, kita kembali mundur seperti di masa rezim kita masa lalu,” ujarnya.
Tjahjo Menepis
Diketahui, sebelumnya, Mendagri Tjahjo diwarta media mengatakan, pemerintah berencana menyusun kebijakan pemilihan rektor perguruan tinggi (PT) yang melibatkan rekomendasi presiden.
Kebijakan ini antara lain dilandasi “maraknya” ideologi radikalisme yang masuk ke kampus-kampus.
Kata Tjahjo, selama ini pemilihan rektor menjadi tanggung jawab Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Menristekdikti punya kewenangan suara dalam penentuan rektor terpilih.
“Berdasarkan hasil komunikasi kami dengan Menteri Sekretaris Negara, Presiden, dan Menristekdikti, kami kira sudah menjadi keputusan terakhir (pemilihan rektor) harus dari Pak Presiden,” ujar Tjahjo kepada wartawan usai upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di Kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (01/06/2017) dikutip ROL.
Usulan atau wacana itu mengundang kontroversi. Lalu, pada Jumat (02/05/2017), Mendagri Tjahjo menepis jika ia mengusulkan rektor dipilih oleh presiden.
“Pemilihan rektor diwacanakan diketahui Presiden, bukan dipilih Presiden,” ujar Tjahjo di media sosial melalui akun Twitter pribadinya, @tjahjo_kumolo.* Andi