Hidayatullah.com–Polisi Israel pada hari Selasa menahan ‘Syeikhul Aqsha’, Syeikh Raid Salah, pemimpin Gerakan Perlawanan Islam di Palestina 1948, dari rumahnya di kota utara Umm al-Fahem.
Syeikh Salah ditangkap dan diinterogasi karena dituduh menggerakkan kekerasan di Masjidil Aqsha dan mendukung organisasi ilegal, kata kepolisian penjajah melalui sebuah pernyataan.
“Salah ditangkap dan diinterogasi karena dicurigai menghasut tindakan kekerasan dan mendukung sebuah organisasi yang tidak sah,” kata polisi dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip.
Syeikh Raid ditangkap menyusul penyelidikan bersama antara polisi dan Shin Bet, yang dilakukan atas perintah Jaksa Agung Israel Avichai Mandelblit.
Baca: Syeikh Raid Shalah: “Dengan Nyawa dan Darah Kami Merdekakan al Aqsha
Pengadilan Tinggi Rishon Lezion memperpanjang penahanan selama tiga hari. Istri Syeikh Raid, Um Umar, berkata, “Dua puluh polisi masuk ke rumah dan membawa komputer dan menyuruh suami saya untuk mempersiapkan diri untuk penangkapannya. Saya tidak tahu alasan untuk keputusan ini. Namun, semua langkah ini tidak akan mengubah jalan kami,” ujarnya dikutip YnetNews.
Polisi dalam sebuah pernyataan mengatakan, Syeikh Raid diduga mendukung aksi terorisme. Namun tidak jelas apakah tuduhan itu terkait dengan serangan mematikan 14 Juli 2917, yang dilakukan pemuda Palestina yang ikut menewaskan dua anggota polisi penjajah.
Baca: Zionis Tuntut ‘Syeikhul Aqsha’ Syeikh Raid Sholah 8 Penjara
Kelompok yang ia pimpin, cabang Gerakan Perlawanan Islam di Palestina, dilarang penjajah Israel pada 2015 setelah dituduh menghasut kekerasan yang dikaitkan dengan wilayah Haram al-Sharif.
Sejak saat itu, pihak penjajah Israel terus menahan Syeikh Raid Salah beberapa kali dan menutup puluhan organisasi – termasuk sejumlah badan amal – atas dugaan hubungan mereka dengan kelompoknya.
Ulama yang juga dikenal sebagai “Syeikhul Aqsha” ini berkali-kali dipenjara oleh penjajah Zionis karena tanpa kenal lelah dan takut menyebarluaskan berbagai fakta kejahatan ‘Israel’ atas Masjidil Aqsha dan umat Islam di sekitarnya.
Pria yang lahir 10 tahun sesudah Peristiwa Nakba, perampasan Palestina oleh Israel ini pernah memperjuangkan diajarkannya kembali Bahasa Arab fushah di kalangan anak-anak Palestina setelah puluhan tahun dipunahkan oleh penjajah Zionis.*