Hidayatullah.com–Ulama Sunni, Syeikh Ahmad al-Assir dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer Libanon dengan tuduhan berperan dalam bentrokan berdarah antara pendukungnya dan pihak militer di selatan Kota Sidon tahun 2013, lapor Middle East Eye, Kamis 28 September 2017.
Setidaknya 18 tentara dan 13 pria bersenjata terbunuh dalam pertempuran yang pecah ketika pendukung al Assir melepaskan tembakan ke arah pos militer pada Juni 2013 di tengah-tengah ketegangan sektarian di Libanon yang meningkat karena perang sipil di negara tetangga, Suriah.
Assir merupakan lawan kuat Hizbullah, milisi bersenjata Libanon yang beraliran Syiah, didukung Iran dan telah menjadi sekutu militer setia Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
Al Assir ditangkap di bandara di Beirut pada 2015 ketika berusaha meninggalkan Libanon.
Dia menjadi banyak dikenal ketika dia mulai menyerukan protes sebagai dukungan pada perlawanan Suriah dan bergabung dengan Fadel Shaker, seorang musisi terkenal yang meninggalkan dunia musik dan menjadi pendukung vokal Assir.
Syeikh Al Assir dikenal dalam ceramah-ceramah yang selalu menentang milisi Syiah Hizbullah dan Bashar al Assad. Ia juga mengkritisi Partai Sa’ad Hariri, pemimpin Sunni Libanon paling populer, dalam beberapa kesempatan.
Pada Kamis, Shaker yang absen dalam persidangan dijatuhi hukuman kerja paksa selama 15 tahun. Sebelumnya, dituduh bersembunyi di kamp pengungsi Palestina di Ain al-Hilweh dekat Sindon.
Assir menolak mengakui kewenangan pengadilan ketika itu dimulai dua tahun yang lalu, dia mengatakan: “Pengadilan ini berada di bawah kekuasaan Iran, dan apapun yang diputuskannya tidak sah.”
Bentrokan pertama pendukung Assir dengan pendukung milisi Syiah Hizbullah terjadi di Kota Sidon yang mayoritas Sunni. Dia telah mengeluh bahwa apartemen-apartemen milik Hizbullah di kota itu dia katakan telah berubah menjadi markas militer grup itu.
Dalam sebuah wawancara dengan Aljazeera dari dalam penjara pada awal tahun ini, Syeikh Assri mengklaim bahwa milisi Syiah Hizbullah telah menggunakan pengaruhnya dalam negara itu untuk mengadu militer agar melawannya.
Dia menceritakan, telah menerima sebuah panggilan telepon dua jam sebelum bentrokan terakhir dari Marwan Charbel, orang yang kemudian menjadi menteri dalam negeri, yang memberitahunya bahwa sebuah keputusan untuk “menghabisinya” telah diambil.
Dua terdakwa dan lima lain yang dianggap terlibat dalam kasus itu masih belum ditangkap, termasuk saudara laki-laki Assir, dan mereka juga dijatuhi hukuman mati, meskipun Libanon belum pernah menjatuhi hukuman mati sejak 2004.
Baca: Hizbullah Terbukti Beri Bantuan pada Milisi Syiah al Houtha
Tiga puluh terdakwa lainnya dijatuhi hukuman seumur hidup. Para pengacara Assir dapat naik banding terkait hukuman itu dalam 15 hari.
Perang di Suriah merembet ke Libanon sejak militan Syiah asal Libanon secara terbuka menyatakan dukungannya kepada rezim tangan besi, Bashar Al-Assad, berujung konflik sektarian meletus di Libanon.
Pernyataan-pernyataan keras Syeikh Assir melawan Presiden Suriah Bashar Assad, Iran dan Hizbullah Libanon menjadikan ia dalam sorotan dan sering menjadi berita utama di negeri itu. Media Iran sering memberinya cap ‘takfiri’, istilah yang juga banyak dipakai kalangan Syiah menyerang lawannya.
Para pendukung Assir berkumpul di luar pengadilan sambil membawa spanduk-spanduk bertuliskan: “Pengadilan tanpa saksi, pengadilan tanpa pengacara, konspirasi.”
Dalam persidangan, Assir menolak mengakui keputusan pihak pengadilan. Dia juga menolak pengacara yang ditunjuk pihak pengadilan selama persidangan, dengan mengatakan, “Anda tidak mewakili saya dan saya tidak mengenal Anda,” katanya.*