Hidayatullah.com—Enam belas negara bagian di Jerman ingin agar tahanan deportasi difungsikan lagi dengan menggunakan fasilitas penjara reguler di bagian terpisah, lapor Die Welt hari Kamis (20/12/2018) seperti dilansir DW.
Hal tersebut kabarnya diputuskan dalam pertemuan kepala-kepala pemerintahan wilayah negara bagian pada bulan Desember ini.
Pada tahun 2014, European Court of Justice (ECJ) memutuskan bahwa penahanan atas orang-orang asing yang akan dideportasi di penjara reguler melanggar EU Return Directive. Sejak itu, migran yang akan dideportasi umumnya ditempatkan di fasilitas khusus.
Ketua Serikat Polisi Federal Ernst Walter mengatakan kepada Die Welt bahwa dia menyambut baik rencana tersebut.
Menurut Walter, ribuan orang migran menghindari deportasi dengan cara menghilang atau bersembunyi pada tanggal repatriasi mereka seharusnya dilakukan. Oleh karena itu, fasilitas tahanan deportasi sangat diperlukan guna memastikan orang-orang yang akan direpatriasi tidak mengelak.
Fasilitas deportasi yang ada sekarang ini hanya dapat menampung kurang dari 500 orang. Itu artinya mustahil untuk menampung semua orang yang akan dipulangkan ke negara mereka.
“Oleh karena rencana pembangunan fasilitas tahanan deportasi yang baru oleh pemerintah federal terlalu lama, maka saya menyambut baik maksud para menteri utama untuk menempatkan tahanan deportasi di fasilitas penahanan reguler di bagian terpisah,” kata Walter.
Para pencari suaka di Jerman diberikan izin tinggal sementara sambil menunggu proses aplikasinya. Jika permohonan mereka ditolak dan tidak ditawari izin tinggal jenis lain, mereka harus hengkang dari Jerman dalam kurun waktu enam pekan. Apabila mereka tidak juga pulang kembali ke negeri asalnya, maka petugas akan mendeportasi mereka secara paksa.
Orang-orang yang izin tinggalnya tidak diperpanjang oleh pihak berwenang juga menjadi target deportasi. Demikian pula orang asing yang terlibat kasus kriminal berat.
Pada paruh pertama tahun 2018, di Jerman ada 24.000 orang yang diperintahkan untuk pulang kembali ke negara asal mereka. Namun, hanya sekitar 11.000 yang dapat direpatriasi oleh petugas.*