SEBENARNYA menulis itu mudah sekali. Tidak perlu menunggu dan mencari ide besar. Sebuah tulisan bisa berangkat dari ceceran ide yang sangat sederhana.
Sayangnya, justru hal-hal sederhana inilah yang kadang luput dan menguap begitu saja. Dan inilah yang sering saya alami. Dan baru saja saya sadari.
Beberapa hari lalu, Rabu (12/12/2018) match terakhir grup C Liga Champions menjadi taruhan luar biasa penting bagi Liverpool. Agar bisa lolos ke fase berikutnya, Juergen Klopp harus mampu membawa anak asuhnya menang clean sheet. Atau jika kebobolan, harus menang dengan selisih 2 gol.
Menghadapi skema ini, Mo Salah dan kawan-kawan merasa seperti final kepagian. Ini situasi sulit dan rumit. Pada akhirnya, klub ini berhasil lolos ke fase knock out. Gol sebiji Mo Salah menjadi penentu kemenangan itu.
Kemenangan penting itu rupanya tidak menjadi tajuk penting. Halaman pertama sesi 3 khusus olahraga harian Tribun Timur pada Kamis (13/12/2018), tidak menuliskan kemenangan dramatis tersebut.
Pada setengah halaman spasi yang disiapkan untuk headline halaman olahraga, harian tersebut hanya membahas ekspresi tanpa senyuman Mo Salah usai menjebol gawang Napoli di menit 34.
Ekspresi dingin itu adalah ceceran kegiatan dari laga Liverpool vs Napoli tersebut. Banyak hal yang terjadi di sana, Stadion Anfield ketika itu. Tapi justru selebrasi Mo Salah yang jadi bahan tulisan.
Menulis ternyata memang mudah. Ada banyak seliweran ide sederhana yang berupa remahan dan ceceran. Tapi layak dan pantas untuk dituliskan. Hanya saja, kebanyakan kita kadang justru melewatkan hal-hal kecil tersebut. Apalagi saya.
Saya baru menyadari juga kealpaan ini.
Sebenarnya, saya ikut hadir menonton laga tersebut. Berbekal jaringan wi-fi, saya streaming di Bein Sport TV. Tapi, saya sama sekali tidak berpikir ada yang aneh dengan selebrasi Mo Salah.
Pada akhirnya, ekspresi itu justru menjadi bahan utama di halaman awal khusus olahraga di sebuah koran. Isi tulisan juga tidak memberikan jawaban pasti alasan mengapa Mo Salah melakukan hal itu. Saya yang membacanya malah tambah penasaran.
Ah, beginilah memang kita. Selalunya luput dari hal-hal kecil dan sederhana. Mengejar yang besar tapi tak tergapai semua. Kita akhirnya harus belajar menulis kembali hal-hal kecil termasuk dari ekspresi Mo Salah, misalnya.* Ibnu Basyier, pegiat tulis menulis di Sulawesi Selatan