Hidayatullah.com —Amnesty Internasional Indonesia menagih janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mau menuntaskan kasus penembakan di Kabupaten Paniai, Papua.
Sudah empat tahun berlalu, namun belum ada kejelasan kasus ini. Pelakunya belum ditangkap. Tak ada akuntabilitas kasus penembakan ini. Masyarakat, kata peneliti Amnesty untuk isu Papua, Papang Hidayat, punya harapan besar setelah mendengar janji Jokowi tadi.
“Jadi orang mau nguji, Jokowi serius atau enggak?” ucap Papang dalam diskusi publik kasus penembakan paniai di kantor Amnesty, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Amnesty memandang, kasus Paniai ini bisa menjadi titik balik akuntabilitas pemerintah.
“Karena kita yakin betul, kalau tidak ada akuntabilitas, maka peristiwa serupa bisa terus terjadi,” kata Papang.
Baca: Amnesty: Diskriminasi China Terhadap Uighur Tak Bisa Dibantah
Dalam laporan Amnesty, pasca kasus penembakan Paniai, angka kasus pembunuhan di luar hukum di Papua terus terjadi. Dari tahun 2015-2018, tercatat ada 29 kasus terjadi.
7-8 Desember tahun ini menandai empat tahun penganiayaan dan penembakan di Paniai. Penganiayaan terjadi pada Ahad, 7 Desember 2014. Seorang anak dari Kampung Ipakije, Enarotali, diduga dipukul oleh personil militer. Akibatnya korban mengalami luka bengkak pada bagian belakang telinga kanan, telinga kiri, dan luka robek di ibu jari kaki kiri akibat pukulan popor senjata api laras panjang.
Besok paginya, ratusan warga Papua berkumpul di dekat markas militer dan polisi setempat, di Kabupaten Paniai untuk melakukan protes. Ketika para demonstran mulai melemparkan batu dan kayu ke sekitar markas tentara dan polisi, pasukan keamanan mulai menembaki kerumunan demonstran dengan peluru tajam, menewaskanempat orang yang semuanya pelajar.
Setidaknya 11 orang lainnya terluka oleh tembakan peluru ataupun tusukan bayonet.
“Kejadian ini menyedihkan. Anak-anak itu potensi besar buat orang Papua dan mungkin juga Indonesia. Mereka calon atlet dan berprestasi di sekolah. Sayangnya masa depannya habis,” kata Papang.
Baca: Amnesti Internasional: Aung San Suu Kyi Benamkan Kepalanya di Pasir
Sejauh ini, kata Amnesty, belum ada proses pengadilan yang dilakukan polisi maupun tentara atas kasus yang menghilangkan nyawa warga sipil tersebut.
Amnesty menerangkan, di bawah hukum dan standar internasional, petugas penegak hukum dapat menggunakan kekuatan hanya ketika dibutuhkan dan sepanjang diperlukan untuk melakukan penegakkan hukum. “Mereka tidak perlu menggunakan senjata api kecuali untuk mempertahankan diri dari ancaman yang dapat mengakibatkan kematian atau luka parah,” katanya.
Amenesty menegaskan, tuduhan penggunaan kekuatan secara sewenang-wenang oleh polisi atau aparat keamanan lainnya yang sedang bertugas harus diinvestigasi secara menyeluruh. Negara harus melakukan investigasi secara efektif, imparsial, dadan independen mengenai tuduhan pelanggaran HAM oleh penegak hukum, temasuk tuduhan pelanggaran hak untuk hidup dan kejahatan lain menurut hukum internasional.*/Andi