Hidayatullah.com– Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyatakan kekecewaannya terhadap debat Pilpres 2019 semalam yang digelar KPU di Hotel Bidakara, Jakarta.
Fahri juga menyampaikan sejumlah kritikan kerasnya terhadap debat perdana yang disiarkan langsung berbagai TV swasta nasional itu.
“KPU tidak saja memberikan kisi-kisi tapi membolehkan adanya contekan sehingga wajah kandidat sering melihat ke bawah dan tidak menyimak. Akhirnya jawaban gak nyambung. Ayo KPU ubah ini, masih ada 4 kali,” kritik Fahri lewat pernyataannya disampaikan ke publik melalui Twitternya, @fahrihamzah, Kamis (17/01/2019).
Menurutnya, “Kita harus membuat protes keras kepada KPU telah melakukan drama seperti itu, maka calon presiden bisa bersembunyi di balik pertanyaan dan jawaban serta kisi-kisi yang telah dihafal. KPU menipu kita!”
Baca: Prabowo-Sandi Sindir Hukum Jangan Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas
Apa tidak malu, kata dia, melihat debat yang dinilai mirip cerdas cermat anak SMP dan SMA?
“Coba lihat deh… Kandidat tidak menyimak pertanyaan dan sangkalan, karena sibuk membaca kerpekan. Lalu waktu menjawab tidak nyambung. Tapi karena jawaban capres kita anggap ok-ok aja,” sindirnya.
Ia mengatakan, calon presiden tidak perlu dibantu atau dilindungi dalam debat. “Biarkan mereka ditelanjangi oleh kata-kata mereka sendiri.”
Mereka jangan lagi membaca tulisan orang. Biar keluar apa yang sebenarnya ada dalam kepala, dalam hati dan dalam impian mereka. “Jangan dibela!” ujarnya.
“Plis stop sandiwara ini. Rakyat jangan dibodohi. Kosa kata yang keluar dari moderator ini kayak anak-anak… ”Mohon capres mengucapkan pujian kepada calon lain ya dan menyampaikan pesan damai…” Maksudnya apa sih? Memang rakyat rusuh apa? Di bawah santai aja kok,” ujarnya lagi.
Masih ada 4 kali lagi debat. Fahri menyampaikan sejumlah permohonan. Pertama, kalau takut ramai, tidak usah bawa timses ke tempat depat. Gelar debat di studio TV saja.
“Kedua, gak usah kasih waktu 2-3 menit. Biat mereka olah narasi sendiri,” tambahnya.
Kemudian, hentikan peserta debat membawa catatan baik kertas maupun tablet.
“Keempat, kasih waktu saling potong antar kandidat,” pintanya.
Selain itu, kata Fahri, para pejabat dan pimpinan lembaga negara khususnya yudikatif tidak usah diajak menonton debat di tempat acara.
“Ngapain ketua MA, ketua MK dan ketua KY duduk di antara politisi?Juga banyak sekali pimpinan lembaga pemerintahan dan menteri? Buat apa?” ungkapnya mempertanyakan.
“Belum lagi pembisik dan tukang antar bocoran wiira-wiri ramai amat kayak coach pertandingan tinju kelas layang. Biarkan aja dia sendiri saling berhadapan. Biar kelihatan siapa yang mandiri dan siapa yang tidak mandiri. Biar saling timpa aja!
Ini cuman adu mulut kok. Takut amat. Sekali lagi, ini kepentingan rakyat. Bukan KPU atau kandidat. Rakyat perlu tahu siapa yang akan mimpin mereka. Jangan main-main. Sekian!” pungkas Fahri.*