Hidayatullah.com– Anggota Tim Sosialisasi 4 Pilar MPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Almuzammil Yusuf, menilai, ide menghapus pelajaran agama di sekolah adalah ide yang gegabah.
Ia menilai, pernyataan yang menyebut bahwa pendidikan agama di sekolah tidak diperlukan, adalah bertentangan dengan amanat konstitusi.
“(Itu) satu pendapat yang gegabah, salah fatal, berbahaya, sesat dan menyesatkan, karena jelas-jelas bertentangan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, (dalam) Pancasila,” ujarnya dalam pernyataannya lewat video diterima hidayatullah.com Jakarta, Jumat (05/07/2019).
Almuzammil juga menilai itu juga bertentangan dengan pasal 31 ayat 3 dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. “Yang berbunyi ‘pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-undang’,” jelasnya.
Jadi, tegasnya, pemerintah oleh konstitusi negara ini telah diperintahkan untuk menyelenggarakan pendidikan untuk peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
Baca: Penjelasan Kemendikbud Soal Pendidikan Agama di Sekolah
Sebelumnya diwarta media praktisi pendidikan Setyono Djuandi Darmono menyebut, pendidikan agama tidak perlu diajarkan di sekolah. Ia menyebut agama cukup diajarkan orangtua masing-masing atau lewat guru agama di luar sekolah.
“Mengapa agama sering menjadi alat politik? Karena agama dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Di sekolah, siswa dibedakan ketika menerima mata pelajaran (mapel) agama. Akhirnya mereka merasa kalau mereka itu berbeda,” sebut Darmono usai bedah bukunya yang ke-6 berjudul Bringing Civilizations Together di Jakarta, Kamis (04/07/2019) kutip JPNN.
Dia menyarankan Presiden Joko Widodo untuk meniadakan pendidikan agama di sekolah. Ia menganggap pendidikan agama harus jadi tanggung jawab orangtua serta guru agama masing-masing (bukan guru di sekolah). Ia menganggap pendidikannya cukup diberikan di luar sekolah, misalnya masjid, gereja, pura, vihara, dan lainnya.
Baca: Kemenag: Pendidikan Agama Sebagai Benteng Penangkal Narkoba
Almuzammil meminta agar Darmono menarik pernyataannya terkait ide penghapusan pelajaran agama di sekolah.
“Pak Darmono hati-hati dengan pendapatnya, tarik pendapatnya, jangan gegabah, fatal sekali. Kita dukung pemerintah menjalankan perintah konstitusi pasal 31 ayat 3,” tegas Almuzammil dalam pernyataannya, Jumat.
Sementara Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menegaskan bahwa tidak mungkin pendidikan agama dihapus dalam kurikulum sekolah, apalagi madrasah.
“Di negara sekuler seperti Inggris dan sejumlah negara Eropa Barat, bahkan pelajaran agama wajib di sekolah, baik di sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah (public schools) apalagi di sekolah yang diselenggarakan oleh gereja (faith based schools),” jelas Kamaruddin Amin di Jakarta, Selasa (05/030/2019) dalam siaran pers Kementerian Agama.
“Apalagi di Indonesia, negara bangsa yang dikenal sangat religius, mustahil pelajaran agama dianggap tidak penting, dan akan dihilangkan,” lanjutnya diberitakan Rabu, 6 Maret 2019, Rabu (06/03/2019).
Baca: Dirjen Pendis: Mustahil Pendidikan Agama akan Dihilangkan
Menurut Kamaruddin, dalam empat tahun terakhir, Ditjen Pendidikan Islam Kemenag justru terus berupaya meningkatkan akses dan mutu pendidikan agama dan keagamaan. Banyak program afirmatif yang dilakukan. Keberadaan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) misalnya, sebagai madrasah unggulan terus dikembangkan hingga jumlahnya semakim banyak dan tersebar di berbagai provinsi.
“Pesantren salafiyah dan ma’had aly (perguruan tinggi di pesantren) juga kita rekognisi dalam bentuk penyetaraan atau muadalah. Pemerintah juga siapkan RUU Pesantren untuk memberikan afirmasi dan rekognisi bahkan fasilitasi pada tradisi dan kekhasan keilmuan di pesantren,” tuturnya.*