Hidayatullah.com—Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut haram hukumnya mendirikan sebuah negara seperti Nabi Muhammad SAW. Mahfud juga mengatakan, menjadi negara Islam bukan hal yang dituju Indonesia.
“Kita enggak bisa dan dilarang membentuk negara seperti yang dibentuk oleh nabi, enggak boleh. Haram hukumnya,” kata Mahfud dalam Ceramah Tarawih bertajuk ‘Titik Temu Nasionalis-Islam dan Nasionalis-Sekuler dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara’ di Masjid UGM, Sleman, Ahad (3/4/2022).
Mahfud pada mulanya menerangkan pembentukan sebuah agama dari perspektif Islam atau konstruksi fikihnya. Mendirikan negara, menurutnya adalah ajaran agama.
“Karena apa, dulu nabi membuat negara,” tuturnya, dilansir CNN Indonesia.
Dalil kedua, menurut Mahfud, negara diperlukan agar masyarakatnya bisa beragama dengan baik. Dalil yang dimaksud adalah Ma la yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajib.
“Jika satu kewajiban tidak bisa kamu laksanakan kalau tidak ada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu wajib kamu buat. Jika kewajiban beribadah kepada Allah kamu tidak bisa melakukan dengan baik kalau kamu nggak punya negara, maka mempunyai negara wajib hukumnya,” paparnya.
Oleh sebab itu pula, lanjut Mahfud, para ulama terdahulu membuat fatwa untuk terus memperjuangkan kemerdekaan demi diraihnya kebebasan dan kesempurnaan beragama. Mulai dari beribadah, naik haji, dan hak-hak lainnya.
“Lalu negaranya seperti apa? Kalau dalam hadis itu ‘kutinggalkan padamu dua hal yang manakala kamu pegang kamu tak akan tersesat, yaitu Quran dan sunnah’, hadist. Artinya karena nabi membentuk negara maka kita juga harus membentuk agama, itu ajaran nabi,” imbuhnya.
Hanya saja, kata Mahfud, membentuk negara seperti yang dilakukan nabi kini tak lagi relevan.
“Karena negara yg dibentuk oleh nabi sumber hukumnya Allah dan nabi. Kalau ada apa-apa ini hukumnya turun dari Allah, ada peristiwa sesuatu nabi yang memutuskan ini hukumnya. Nah sekarang nggak ada lagi nabi. Oleh sebab itu sistem yang sekarang dibentuk nggak boleh seperti nabi,” urai Mahfud.
“Kalau ada hal baru, misalnya masalah perdagangan orang, masalah terorisme, ITE, itu enggak ada dulu. Sekarang kalau ada siapa yang buat, tanya ke nabi, nabi enggak ada, Allah, Allah enggak nurunkan lagi wahyu. Lalu siapa? Bentuk sistem negara menurut kebutuhan kita,” sambungnya.
Menurut Mahfud, dari 67 negara berpenduduk mayoritas pemeluk agama Islam tak satu pun memakai sistem ketatanegaraan ala nabi. Semisal Mesir atau Maroko dengan sistem presidensialnya, Malaysia dan Pakistan memakai parlementer, lalu keamiran Uni Emirat Arab dan sistem monarki absolut Kerajaan Arab Saudi.
“Dan Indonesia juga negara yang merupakan mayoritas Islam terbesar membentuk namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila juga berdasarkan ijtihad para ulama,” imbuh Mahfud.
Menjadi negara Islam, kata Mahfud, bukan hal yang dituju Indonesia. Melainkan menjadi negara Islami atau negara yang menerapkan nilai-nilai ajaran Islam.
“Oleh sebab itu saya katakan Indonesia ini bukan negara Islam, tapi negara islami. Islam itu kata sifat, bukan nama. Sehingga sifat-sifat keislaman itu tumbuh di sini, melalui budaya, melalui wayang. Lebaran itu Islam, tapi ada enggak lebaran dalam ajaran agama Iislam. Enggak ada, itu budaya, itu ciptaan Sunan Bonang tapi jadi budaya sekarang ini, karena kita membangun budaya yang islami, yang sesuai dengan kebutuhan budaya Indonesia,” pungkasnya.*