Hidayatullah.com– Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon mendorong pendekatan multilateral dalam mengatasi berbagai permasalahan di Asia, khususnya terkait penindasan terhadap etnis Muslim Rohingya di Myanmar dan Uighur di Xinjiang, China.
Politisi Partai Gerindra ini menekankan hal itu saat memimpin pertemuan Asian Parliamentary Assembly (APA) ke-12 yang berlangsung di Antalya, Turki pada Jumat-Rabu (13-18/12/2019).
Delegasi DPR RI yang turut mendampinginya antara lain Wakil Ketua BKSAP Charles Honoris (F-PDIP), Wakil Ketua BKSAP Putu Supadma Rudana (F-Demokrat), Wakil ketua BKSAP Mardani Ali Sera (F-PKS), Wakil Ketua BKSAP Achmad Hafidz Thohir (F-PAN), dan Anggota BKSAP Sihar Sitorus (F-PDIP).
Pada pertemuan ini, Delegasi DPR RI mengikuti sidang-sidang Standing Committee APA2019 yaitu komite politik, ekonomi, dan pembangunan berkelanjutan, serta sosial dan budaya yang membahas mengenai berbagai draft resolusi yang berkaitan dengan ketiga komite tersebut.
Mengusung tema “The Role of Multilateral Cooperation among Asian Parliaments”, delegasi DPR RI membahas pentingnya pendekatan multilateral dalam mengatasi berbagai permasalahan, terkait politik, ekonomi, maupun sosial budaya dan menolak segala bentuk aksi unilateralisme yang mengakibatkan ketidakstabilan dalam hubungan internasional negara-negara di Asia khususnya, dan dunia pada umumnya.
APA telah menjadi forum bagi anggota parlemen Asia untuk bertukar pandangan, ide, dan pengalaman untuk mengembangkan strategi bersama mempromosikan perdamaian dan penghormatan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kemanusiaan di Asia.
Pemberlakuan United Nations (UN) Charter pada tahun 1945, menandai lahirnya multilateralisme dan landasan internasional untuk membangun sistem universal institusi di bidang politik, ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Namun, menurut Fadli, tantangan yang dihadapi saat ini jauh lebih kompleks daripada 50 tahun lalu, mulai dari persoalan perubahan iklim, migrasi massal, dan revolusi industri baru yang hanya dapat diselesaikan dengan upaya bersama oleh semua negara.
Dalam sambutan di forum APA kemarin, Fadli menyampaikan komitmen Indonesia untuk terus menjaga perdamaian dan keamanan global sebagai bentuk kontribusi pada agenda pembangunan global.
“Untuk mencapai keberhasilan tersebut, kita harus mempraktikkan kebiasaan berdialog, inklusivitas, penyelesaian konflik secara damai, dan tidak menggunakan kekerasan,” ujar Fadli sebagaimana keterangan tertulisnya diterima hidayatullah.com, Senin (16/12/2019).
Di UN Security Council Presidency pada Mei 2019, jelasnya, Indonesia terus-menerus menyuarakan hak-hak rakyat Palestina, dan mendorong pembentukan negara Palestina yang bebas, demokratis, dan makmur. Hal itu kata Fadli sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk berpartisipasi dalam tatanan dunia berkebebasan, perdamaian, dan keadilan sosial.
“Selain itu, DPR RI mendukung resolusi konflik damai di Myanmar dan berkomitmen untuk mendukung pemulangan pengungsi Rohingya dan memastikan pengembalian para pengungsi dalam kondisi aman dan selamat,” ujarnya.
“Dalam kesempatan tersebut, saya menyatakan komitmen Indonesia mendukung perdamaian atas situasi yang terjadi di wilayah minoritas Muslim di Xinjiang,” tambahnya.
Ia mengatakan, sebagaimana Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang telah mengamanatkan bangsa untuk memastikan bahwa setiap orang harus menikmati hak sipil dan politik, hak untuk hidup, kebebasan, berbicara, ekonomi, sosial dan budaya dan juga hak atas jaminan sosial, kesehatan, dan pendidikan, “Kita berharap bahwa menumbuhkan ketahanan terhadap perdamaian berkelanjutan akan menjadi prioritas setiap parlemen di APA2019 untuk memastikan semua orang hidup dengan bermartabat dan menikmati kebebasan dari ketakutan.”
“Pengalaman Indonesia sejalan dengan prinsip multilateralisme yang diterapkan melalui filosofi “Gotong Royong” atau kerja sama gotong royong antar warga – yang berasal dari ideologi negara kami, yaitu Pancasila,” tambahnya.
Fadli mengatakan, sebagai negara yang terdiri dari lebih dari 13.000 pulau dengan lebih 271 juta penduduk dari 300 kelompok etnis yang tinggal di 34 provinsi berbeda, Indonesia menjunjung tinggi prinsip Bhinneka Tunggal Ika atau yang menekankan pada komitmen kesatuan tanpa keseragaman, dan keragaman tanpa fragmentasi.
Selain itu, sebagai pendiri ASEAN, Indonesia katanya sangat percaya bahwa hanya melalui nilai mutlilateralisme, dunia ini akan lebih stabil, damai, dan sejahtera.
“Kita juga secara aktif mendukung kemitraan yang efektif di antara anggota ASEAN, kemitraan antara ASEAN dan negara-negara lain serta mitra dialog,” imbuhnya/
Namun, Fadli melihat belakangan ini adanya unilateralisme yang meningkat, baik dalam perdagangan, ekonomi, dan politik internasional – yang tentunya merongrong gagasan kerja sama global yang telah menjadi prinsip untuk mencapai Agenda Pembangunan Global 2030.
“Terlepas dari semua tantangan, multilateralisme tetap merupakan yang paling penting. Sistem kerja sama efektif yang mendukung pencapaian SDGs dalam tujuan 17 menyatakan bahwa “SDGs hanya dapat diwujudkan dengan komitmen kuat untuk kemitraan dan kerja sama global”,” ujarnya.*