Oleh: Eliza Fristiapriani
Hidayatullah.com | PANDEMI Covid-19 masih menegangkan bagi banyak pihak, terutama masyarakat bawah, bukan saja perihal terpapar, periksanya pun sudah bikin was-was, pasalnya ternyata biaya yang dibutuhkan tidaklah murah.
Muhammad Said Didu sampai keheranan dengan kondisi ini. Dalam cuitannya di twitter ia menulis di akunnya @msaid_didu pada pukul 5:49 WIB (22/6/20), “Katanya thn 2020 akan tambah utang Rp 1.038 trilyun, akan berikan dan Covic Rp 667 trilyun, tapi kenapa rakyat msh bayar test corona ? Kenapa BPJS dinaikkan? Kenapa listrik mencekik? Kenapa BBM tdk turun? Dan kenapa lainnya?”
Cuitan Said Didu itu mewakili perasaan banyak orang, terlebih anggaran penanganan Covid-19 cukup besar bahkan triliunan Rupiah, tetapi mengapa sekedar tes saja masyarakat harus bayar.
Dalam konteks ini maka sejatinya ada hal yang harus benar-benar diperhatikan oleh semua pihak, terutama pemerintah, yakni penerapan new normal yang tak semata berdimensi medis dan sosial-ekonomi, tetapi juga spiritual alias Ketuhanan.
Jika tidak, maka upaya rakyat tidak mendapat dukungan konkret dan komprehensif akibatnya jelas, usaha masyarakat akan kurang maksimal, karena regulasi dan dukungan pemerintah belum merata dan masif. Anggaran yang besar ternyata tidak menyentuh dan dirasakan rakyat. Jika new normal dipahami juga berdimensi spiritual alias Ketuhanan insya Allah kebaikan akan tercipta.
Dalam hal ini Presiden RI Bapak Jokowi harus tampil terdepan dan dengan semangat new normal yang komprehensif. Jangan khawatir, sejauh apapun bangsa ini salah dalam mengambil kebijakan, segera berbalik dan perbaiki dari sekarang.
Al-Qur’an berpesan, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.” (QS Az-Zumar: 53).
Covid-19 ini adalah masalah bersama dan tidak mungkin bisa diatasi hanya oleh pemerintah. Maka dari itu bersatu, berpadu, bersama bahu-membahu menjadi sebuah keniscayaan. Pada saat yang sama pondasi untuk menerapkan new normal berjalan dengan baik adalah dengan menormalkan arah pikiran dan kebijakan sejalan dengan spiritualitas atau Ketuhanan itu sendiri. Tanpa itu, sistem yang bagus pun bisa dikorup yang pada akhirnya keburukan yang semakin merajalela.*
Mahasiswi STIS Hidayatullah Balikpapan