Pendapat yang menyatakan posisi kedua tangan saat i’tida bersedekap setelah bangkit dari ruku` merupakan Imam Ahmad bin Hanbal, yang harus dihormati
Hidayatullah.com | PARA ulama dalam madzhab-madzhab fikih berbeda pendapat dalam masalah posisi kedua tangan saat i`tidal Ketika shalat. Ada pihak yang berpendapat bahwasannya dibiarkan lurus (sadl/irsal) dan pendapat ini merupakan pendapat mayoritas.
Namun ada pula yang berpendapat bahwasannya posisi kedua tangan bersedekap sebegaimana posisi tangan di saat berdiri setelah takbiratul ihram. Nah, demikian perincian dari pendapat-pendapat dalam madzhab-madzhab fikih:
Madzhab Hanafi
Dalam Madzhab Hanafi, pendapat utama adalah bahwasannya kondisi kedua tangan saat i’tidal adalah irsal, meski ada pendapat lemah dalam madzhab yang manyatakan bahwasannya disunnahkan bersedekap ketika dalam kondisi berdiri ketika shalat secara mutlak. (Hasyiyah Surunbulali `ala Ad Durar Al Hikam, 1/67).
Madzhab Maliki
Sedangkan para ulama Madzhab Maliki berjalan sesuai madzhab mereka di mana dalam berdiri dalam shalat disunnahkan irsal atau sadl, tidak bersedekap. (Syarh Al Kharasyi `ala Mukhtashar Khalil, 1/286).
Madzhab Syafi`i
Sedangkan dalam Madzhab Syafi`i, disunnahkan setelah tegak berdiri dalam i`tidal membiarkan kedua tangan lurus tanpa bersedekap. (Raudhah Ath Thalibin, 1/202).
Madzhab Hanbali
Adapun dalam Madzhab Hanbali, ada dua periwayatan dari Imam Ahmad, pertama memilih antara bersedekap atau membiarkan kedua tangan lurus. Sedangkan riwayat lainnya membiarkan kedua tangan menggantung lurus saja. (Al Inshaf, 2/63).
Hujjah Masing-masing madzhab
Hujjah Para Ulama mengenai Posisi Irsal Saat berdiri I`tidal
Sebagian ulama madzhab Syafi`i menyatakan bahwasannya disunnahkannya mengangkat kedua tangan saat berdiri untuk qunut menunjukkan bahwasannya posisi kedua tangan ketika setelah sempurna i’tidal adalah irsal/sadl dan tidak bersedekap. Adanya kesunnahan mengangkat kedua tangan menunjukkan bahwasannya kedua tangan tidak memiliki wadzifah (tidak sedang melakukan amalan) yakni irsal.
Sebab itulah berbeda kondisinya ketika dalam posisi berdiri baik di saat membaca iftitah maupun membaca Al Qur`an, tidak disunnahkan mengangakat kedua tangan meski dalam bacaan terkandung do`a karena kedua tangan memiliki tugas, yakni bersedekap meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Sama halnya ketika membaca tasyahud dan doa di akhirnya, tidak disunnahkan mengangkat kedua tangan dikarenakan tangan memiliki wadzifah, yakni meletakkannya di atas kedua lutut. (Hasyiyah At Tarmasi, 3/23).
Hujjah Mereka yang Menyatakan Sunnahnya Bersedekap Saat Berdiri I`tidal
Pihak kontemporer yang mendukung pendapat sunnahnya bersedekap berhujjah dengan hadits, salah satunya adalah:
عَنْ وَائِل بنِ حُجْرٍ -رضي الله عنه- قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِ (أخرجه النسائي: 887, 2/125)
Artinya: Dari Wa`il bin Hujr -radhiyallahu `anhu- ia berkata,”Aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam jika beliau berdiri dalam shalat beliau memegang dengan tangan kanan beliau tangan kiri beliau.” (Riwayat An Nasa`i: 887, 2/125).
Hadits di atas berlaku umum, ketika sesorang dalam kondisi berdiri ketika shalat, sedangkan i`tidal juga di saat berdiri dalam shalat.
Namun jika dilihat riwayat Wa`il lainnya terdapat penjelasan bahwasannya bersedekap dilakukan di saat berdiri setelah takbiratul ihram.
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ -رضي الله عنه- قَالَ: ” كُنْتُ فِيمَنْ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقُلْتُ: لَأَنْظُرَنَّ إِلَى صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ كَيْفَ يُصَلِّي، فَرَأَيْتُهُ حِينَ كَبَّرَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى حَاذَتَا أُذُنَيْهِ، ثُمَّ ضَرَبَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَأَمْسَكَهَا.” (أخرجه ابن خزيمة في صحيحه: 479, 1/242)
Artinya: Dari Wa`il bin Hujr –radhiyallahu `anhu- ia berkata,”Aku termasuk orang yang datamng kepada Nabi ﷺ, maka aku pun berkata,’Aku benar-benar melihat shalat Rasulullah, bagaimana belua melaksanakannya, maka aku melihat beliau ketika bertakbir beliau mengangkat kedua tangan beliau hingga sejajar dengan dua telinga, kemudian beliau meletakkan tangan kanan beliau di atas tangan kiri beliau dan memegangnya.’” (Riwayat Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya: 479, 1/242).
Ibnu Khuzaimah menyebut Hadits itu dalam Bab Meletakkan Tangan Kiri di atas Tangan Kanan ketika Shalat sebelum Iftitah. (Shahih Ibnu Khuzaimah, 1/242).
Imam An Nasa`i juga menyebutkan hadits di atas dalam Sunannya dengan judul: Bab Mengenai Posisi Tangan Kanan terhadap Tangan Kiri dalam Shalat.” Dalam hal ini, Muhammad bin Ali Al Ithiyubi Al Wallawi menyatakan,”Yang dimaksud dengan perkataannya (Imam An Nasa`i) dalam shalat, adalah kondisi di mana seseorang berdiri. Karena cara ini (meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri) dalam kondisi berdiri setelah takbiratul ihram saja, maka dia tidak disunnahkan di saat i`tidal setelah ruku`, hal itu dikarenakan tidak ada dalil sharih tentangnya.” (Adz Dzkhirah Al Uqba fi Syarh Al Mujtaba, 11/288).
Mereka yang berpendapat sunnahnya bersedekap juga berargumen dengan hadits lainnya :
عن أبي أَبُو حُمَيْدٍ قال: رَفَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه السلام، رأسه حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ. (رواه البخاري, 1/158)
Artinya: Dari Abu Humaid, ia berkata, ”Nabi ﷺ kepala beliau hingga Kembali setiap faqar di tempatnya. (Riwayat Al Bukhari, 1/158).
Dalam riwayat lain disebutkan (حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِي مَوْضِعِهِ) yang artinya: Hingga setiap tulang kembali ke tempatnya. (Lihat riwayat At Tirmidzi: 304, 1/395)
Yakni, bahwasannya sebelumnya seseorang yang shalat berdiri dengan bersedekap, maka katika ia kembali dari ruku` dengan bersedekap, yakni tulang-tulangnya kembali ke tempat semula saat bersedekap.
Makna Hadits: Tuma`ninah dalam I’tidal
Namun berdalil dengan hadits di atas untuk menguatkan pendapat bahwasannya posisi tangan bersedekap saat i’tidal perlu ditinjau. Al Hafidz Ibnu Hajar menyatakan bahwasannya faqar adalah tulang punggung. Lantas ia berkata, ”Dan maknanya dengan ungkapan itu adalah kesempurnaan i`tidal.” (Lihat, Fath Al Bari, 2/308).
Demikian pula Imam Al Bukhari meletakkan hadits dalam sebuah bab dengan judul: Bab Tuma`ninah ketika mengangkat kepala dari ruku`. (lihat, Shahih Al Bukhari, 1/159)
Saling Menghargai
Meski demikian, pendapat yang menyatakan bahwasannya bersedekap setelah bangkit dari ruku` merupakan pendapat yang datang dari ulama yang layak untuk diikuti yakni Imam Ahmad bin Hanbal. Meskipun berbeda dengan pendapat jumhur ulama, namun hendaklah masing-masing pihak, baik yang membiarkan tangan lurus atau yang bersedekap setelah bangkit dari ruku` saling menghargai satu sama lain. Wallahu a`lam bish shawab.*