Hidayatullah.com– Tidak semua pemimpin wajib ditaati. Dalam Islam, pemimpin wajib ditaati jika memerintah sesuai atau setidaknya tak bertentangan dengan al-Qur’an. Sekalipun pemimpin Qur’ani tersebut berasal dari kalangan berstatus sosial rendah.
Demikian disampaikan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sulawesi Selatan (Sulsel) Abdul Aziz Kahar Muzakkar, dalam tausiyah usai shalat Shubuh di Masjid Ummul Quraa, Pesantren Hidayatullah, Cilodong, Depok, Jawa Barat, Sabtu (12/07/2014).
“Bahkan seandainya budak pun jadi pemimpin, golongan yang sangat rendah (secara) sosial (harus ditaati). Tapi sekarang sudah nggak ada budak,” ujar Abdul Aziz di depan para jamaah, warga dan santri.
Ia kembali mencontohkan. Katanya, “Mohon maaf- seandainya ada pemulung di Hidayatullah ini, tiba-tiba dia -karena keislamannya baik- diangkat jadi ketua yayasan, maka kita mutlak taat kepada dia karena jabatannya sebagai pemimpin.”
Aziz pun menjelaskan, dalam al-Qur’an digambarkan, tugas utama para pemimpin adalah memberikan arahan di jalan Allah kepada yang dipimpin.
“Apalagi pemimpin-pemimpin jamaah Islam, pemimpin seperti di Hidayatullah ini, dari yang tertinggi sampai yang terendah, termasuk ketua yayasan, kepala kampus, dan lain-lain,” ujar mantan Calon Wakil Gubernur Sulsel ini.
Jadi, kata Aziz, ketika seorang Muslim telah menduduki sebuah jabatan, ia harus tahu tugas utama tersebut. Yaitu mengarahkan anak buahnya agar tetap berada di jalan Allah, dengan ber-amar ma’ruf nahi munkar.
“Artinya memberi pencerahan. Spiritualnya dulu yang utama,” imbuhnya.
Aziz menambahkan, seorang pemimpin tidak boleh lelah dalam mengarahkan bawahannya. Pemimpin harus sabar menghadapi orang yang susah diatur.
Imam, Makmum, Ketaatan
Hal lainnya, terang Aziz, pemimpin Muslim adalah orang yang tercerahkan spiritual dan intelektualnya. Sehingga, dia harus mampu meyakinkan anggotanya yang goncang, misalnya.
“Pemimpin tidak boleh menunjukkan keraguan di depan anggotanya. Pemimpin harus yakin dan berusaha meyakinkan orang,” jelasnya.
Untuk menjadi pemimpin yang baik, tambah Aziz lagi, seseorang terlebih dahulu harus menjadi bawahan atau rakyat yang baik. Sebelum jadi pemimpin yang hebat, harus jadi rakyat yang hebat dulu.
Menurut Aziz, hal mendasar dalam sebuah jamaah adalah adanya imam (pemimpin), makmum (yang dipimpin), dan adanya ketaatan.
“Kalau kita melihat beberapa teks al-Qur’an, sebenarnya watak dari berislam itu adalah berjamaah,” ujarnya.
Rasulullah dan para Sahabat beliau pun, jelas Aziz, memang tidak pernah berislam sendirian. Contohnya, kalau shalat lima waktu mereka berjamaah.
“Pada dasarnya hanya orang munafiq saja yang malas shalat berjamaah. Sangat banyak keterangan dari Hadits tentang bagaimana shalat berjamaah itu,” paparnya.*