Hidayatullah.com–Anggota Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa menjelaskan, bahwa draft RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) yang telah menyebar dan menjadi perdebatan di masyarakat ternyata bukanlah draft yang selama ini dibuat pihak DPR, namun Biro Perundang-Undangan Sekretariat Jenderal DPR.
Sarjana psikologi ini juga berharap peran ulama, tokoh masyarakat dan seluruh elemen bangsa untuk mensosialisasikan mengenai kedudukan wanita dalam Islam itu seperti apa? Termasuk juga pada nilai-nilai implementasinya.
Senada dengan Ledia, Ketua Komisi VIII DPR RI, Ida Fauziah yang merupakan anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga menjelaskan hal sama, bahwa Komisi VIII tidak pernah membuat draft mengenai RUU KKG.
“Draft yang beredar di masyarakat tersebut bukanlah buatan Komisi VIII, karena Komisi VIII belum membuat draft RUU KKG,” jelasnya kepada hidayatullah.com belum lama ini. Pendapat serupa juga dibenarkan oleh Hj. Chaerunnisa, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU KKG dari Fraksi Golkar.
Melihat kebingungan di masyarakat mengenai hal ini, Leida Hanifa. M.Psi salah satu anggota (Panja) RUU KKG menjelaskan bahwa hal itu justru baik karena ini merupakan bagian dari proses pendewasaan di mana DPR ingin melibatkan masyarakat dalam pembuatan undang-undang.
“Jangan sampai ketika undang-undang sudah disahkan baru kita ribut,” jelasnya di sela-sela seminar kegiatan kebencanaan di aula gedung Badan Narkotika Nasional (BNN) Jakarta Timur, Sabtu (06/072012) lalu.
Karenanya, Leida juga mengharapkan peran optimal masyarakat setelah mengetahui gambaran draft kasar tersebut dan bisa membuat DPR lebih berhati-hati sebelum mensahkan sebuah undang-undang.
“Meskipun ini baru draft yang diajukan oleh biro perundang-undangan DPR, dengan adanya masukan dari masyarakat DPR akan jauh lebih berhati-hati, dan itu baik,” tambah Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang kewanitaan ini.
Dari situ, sarjana psikologi ini juga berharap peran ulama, tokoh masyarakat dan seluruh elemen bangsa untuk mensosialisasikan mengenai kedudukan wanita dalam Islam itu seperti apa, termasuk juga pada nilai-nilai implementasinya.
Karenanya, ia juga berharap peran seluruh elemen tersebut bisa menambah kecerdasan masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam ini untuk lebih kritis. Termasuk kritis terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan desakan international dalam menggulirkan isu-isu gender ini di tengah kaum Muslim Indonesia.
“Karena istilah-istilah dan terminologi (RUU) ini kan awalnya dari PBB,” jelasnya.
Pernikahan Sejenis
Ketika ditanya lebih jauh mengenai wacana pernikahan sejenis dan legalisasi lesbian, gay, biseks dan transgender (LGBT) melalui RUU ini, Leida secara tegas mengakui bahwa ia sendiri menolak gagasan tersebut.
Leida berharap masyarakat terus mengawal perjalanan RUU KKG ini. Jangan sampai terdapat pasal-pasal karet yang memiliki tafsiran ganda, sehingga bisa dijadikan alasan hukum kepada hal-hal yang secara norma dan agama sangat bertentangan dengan masyarakat Indonesia yang religius.
Di antara yang perlu diperhatikan adalah pasal-pasal karet, seperti pasal 12 terkait masalah perkawinan. Di mana dalam draft tersebut menyebutkan setiap orang berhak memasuki jenjang perkawinan dan memilih suami atau isteri secara bebas.