Hidayatullah.com—Mantan menteri luar negeri Arab Saudi Pangeran Saud Al-Faisal meninggal dunia, dua bulan setelah mengundurkan diri dari jabatan yang diembannya selama 40 tahun.
Kepada Aljazeera seorang pejabat tinggi Saudi dari kementerian informasi hari Kamis (9/7/2015) mengatakan bahwa Pangeran Saud telah wafat dan pernyataan resmi akan dikeluarkan segera.
Pangeran Saud, yang diangkat sebagai menteri luar negeri pada tahun 1975, merupakan orang yang menjabat sebagai menteri luar negeri terlama di dunia. Dia baru digantikan pada bulan April 2015 oleh Adel Al-Jubeir, yang sebelumnya menjadi duta besar Saudi untuk Amerika Serikat.
Selama masa jabatannya, Pangeran Saud menyaksikan invasi Zionis Israel atas Libanon tahun 1978, 1982 dan 2006, Intifadah pertama di Palestina 1987 dan kedua tahun 2000, invasi Iraq ke Iran tahun 1980 dan ke Kuwait tahun 1990, serta pendudukan Iraq oleh pasukan Amerika Serikat dan negara-negara Barat yang menjadi sekutunya di tahun 2003.
Pangeran Saud bekerja di bawah kepemimpinan 4 raja Arab Saudi.
Dia memimpin pengambilan keputusan dan kebijakan luar negeri Arab Saudi, terutama pascaserangan 9/11 tahun 2001. Dia juga mengambil peran penting dalam upaya Saudi meredam pengaruh Syiah Iran di kawasan Timur Tengah, termasuk pengaruh Syiah dalam konflik di Suriah saat ini.
Ketika tahun 2012 ditanya tentang ide memberikan senjata kepada kelompok-kelompok penentang rezim Syiah Suriah pimpinan Basahar Al-Assad yang didukung kelompok teroris Syiah asal Libanon, Hizbullah, serta pemerintah Syiah Iran, Pangeran Saud mengatakan bahwa itu “merupakan ide yang sangat bagus.”
Pangeran Saud, salah satu putra dari Raja Faisal, dilahirkan tahun 1940 di Taif, dekat Makkah.
Pada tahun 1989 Pangeran Saud membantu terselenggaranya negosiasi damai yang mengakhiri perang saudara di Libanon selama 15 tahun.
Pangeran Saud merupakan lulusan Universitas Princeton tahun 1960-an. Selanjutnya dia bekerja selama beberapa tahun di kementerian perminyakan dan mendapat gemblengan dari Ahmad Zaki Yamani, menteri perminyakan yang dikenal tegas dan kharismatik di era Raja Faisal.
Karir diplomatik Pangeran Saud dimulai dengan suasana traumatis ketika raja yang baru ketika itu, Pangeran Khalid, menunjuknya sebagai menteri luar negeri menyusul pembunuhan atas ayahnya, Raja Faisal, yang tetap memegang jabatan menteri luar negeri ketika diangkat menjadi raja pada tahun 1962.
Di lingkungan diplomatik Pangeran Saud dikenal sebagai sosok yang disegani. Dia sering digambarkan sebagai seorang pemimpin kharismatik, yang tidak sungkan berbicara kepada para wartawan, serta memiliki selera humor yang baik.
Seiring dengan pertambahan usia, Pangeran Saud mengalami gangguan kesehatan. Di tahun-tahun terakhir hidupnya dia dikabarkan mengalami sakit punggung yang parah, menjalani beberapa kali pembedahan, sementara dirinya tetap menjalani tugas-tugasnya di pemerintahan.
Ketika Amerika Serikat dan sekutunya menginvasi Iraq dan menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein tahun 2003 lalu menyerahkan kekuasaan kepada politisi Syiah di negeri 1001 malam itu melalui rekayasa pemilu, Pangeran Saud dalam wawancara dengan salah satu stasiun televisi Inggris berkata, “Jika perubahan rezim dilakukan dengan cara menghancurkan Iraq, maka kalian memecahkan satu masalah dengan menciptakan lebih banyak masalah.”
Tahun 2002, di era Raja Abdullah, Pangeran Saud meluncurkan inisiatif terbesar kebijakan luar negeri Saudi, yaitu sebuah rencana perdamaian Arab dengan Israel, dengan syarat Zionis angkat kaki dari seluruh wilayah Palestina yang didudukinya serta masalah pengungsi Palestina diselesaikan.
Zionis Israel tidak pernah setuju dengan rencana itu, dan Pangeran Saud seringkali mengatakan bahwa kegagalannya dalam membantu terwujudnya sebuah negara Palestina merupakan penyesalan terbesar selama karirnya.
Mengkonfirmasi pertanyaan media tentang kabar kematian pamannya, lewat Twitter Saud Muhammad Al-Abdullah Al-Faisal mengatakan, “Semoga Allah menempatkannya di surga.” Aamiin.*