MEMPUNYAI anak merupakan anugrah dari Allah Subhanahu Wata’ala yang luar biasa. Siapapun yang diamanahi anak pasti meginginkan anak-anak yang cerdas, sehat, shalih dan dapat menolong ayah ibunya kelak di akhirat. Namun apa daya, di jaman yang materialistik serta kapitalis sekular ini, mendidik anak menjadi anak yang shalih dan shalihah bukanlah hal yang mudah. Kemajuan teknologi dan modernisme menjadi bumerang yang menakutkan bagi para orangtua di era digital ini.
Pornografi menjadi momok yang menakutkan bagi para orangtua sekarang ini. Konten pornografi dan pornoaksi terpampang vulgar tanpa dapat disensor. Anak-anak sedari kecil sudah disuguhkan pemandangan yang tidak sepatutnya mereka lihat. Buka aurat terserak dimana-mana seakan tidak ada pihak yang bisa mengontrolnya.
Tayangan televisiyang berisikan adegan, pacaran, ciuman, dan aktifitas yang mengarah kepada perbuatan seksual seakan menjadi santapan yang biasa. Belum lagi konten internet yang dengan bebasnya menyuguhkan aktifitas-aktifitas asusila baik yang dilakukan oleh para aktor dan aktrist, para pejabat, dan para pelajar, bahkan oleh orang biasa sekalipun. Semua aktifitas penyimpangan sosial tersebut tersaji secara instan tanpa harus mengeluarkan upaya yang keras untuk mendapatkannya. Berbekal ‘kata kunci’ dan tombol di layar media, semua konten tersebut dapat dinikmati dengan ‘gratis’.
Peristiwa yang menghebohkan seperti yang baru-baru ini terjadi yang dilakukan oleh pelajar sebuat SMP Negeri di Jakarta hanyalah contoh semata.
Masih banyak peristiwa menghebohkan yang terjadi di jagad maya. Yang semakin memprihatinkan kita, aktifitas seksual tersebut semakin hari semakin dini dilakukan oleh anak-anak kita. Berita tentang seorang anak SD yang tega memperkosa anak-anak lainnya hanya karena menonton film ‘khusus dewasa’ sudah bukan berita langka. Pertanyaan kita bersama adalah; mengapa hal itu bisa terjadi? Siapakah yang kita persalahkan? Dan apa yang seharusnya kita sebagai orangtua lakukan?
Anak Sebagai titipan Allah
Anak sebagai titipan Allah adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya di yaumil akhir kelak.
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR Bukhari)
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. At-Taghaabun [64]:15)
Untuk itu, sebagai orangtua kita harus menyadari bahwa anak-anak kita selain sebagai titipan juga sebagai cobaan. Sebagai orangtua kita ditugaskan untuk senantiasa membawa nak-anak ini ke dalam track yang benar. Sedari kecil anak sudah disadarkan bahwa mereka adalah makhluk yang diciptakan oleh Sang Khalik. Sehingga saat mereka beranjak baligh mereka mengetahui bahwa kehidupan mereka semata-mata hanya untuk beribadah saja kepada Allah.
“Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56). Diharapkan pada saatnya tiba, anak-anak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik.
Bila kita sebagai orangtua tidak bisa memberikan kesadaran tersebut kepada anak-anak kita, jangan heran bila kita mendapati anak-anak yang hanya ingin bersenang-senang saja, berhura-hura saja, dan berleha-leha semata. Mereka menjadi sangat resisten terhadap perjuangan, peribadatan dan pengabdian. Jangankan diminta untuk beribadah, diminta untuk berkata sopan saja menjadi sulit. Anak-anak seperti ini sangat berpotensi melakukan tindakan melanggar syariat, asusila dan perbuatan negatif lainnya. Melihat konten porno, bahkan menjadi pelaku dan pengedarnya tentu saja ringan mereka lakukan.
Pengaruh Lingkungan dan masyarakat
Tantangan lebih besar datang dari lingkungan masyarakat. Saat anak sudah mulai berinteraksi dengan dunia luar, mereka akan diberikan pilihan-pilihan apakah itu berupa pilihan yang baik maupun pilihan yang buruk. Anak-anak yang dibesarkan dengan lingkungan yang terbiasa dengan kata-kata yang kasar, pastilah akan sering mengeluarkan kata kasar. Anak-anak yang biasa dididik dengan kekerasan, pastilah akan terbiasa berbuat kasar. Bila anak-anak dengan kondisi seperti itu berinteraksi dengan anak-anak hasil didikan Islami, janganlah heran bila kemudian anak-anak tersebut pulang ke rumah dengan membawa kata-kata kotor, ‘porno’ ,dan kata-kata yang tidak patut mereka katakan. Lebih gawat lagi, bila ternyata konten porno tersebut juga mereka bawa pulang, apatah daya kita? Konten-konten porno tersebut akan melekat di otak anak dan memberikan efek ketagihan yang luar biasa.
Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH), Elly Risman, mengatakan untuk mengetahui apakah seorang anak sudah kecanduan pornografi atau tidak, merupakan perkara yang sulit. ”Susah dikenali karena si pecandu merahasiakan, dan cenderung bersembunyi untuk melihatnya,” katanya.
Namun menurutnya, dahsyatnya pengaruh pornografi sangat mengerikan. Psikolog ini mengibaratkan kerusakan otak anak akibat pornografi laksana mobil saat tabrakan keras di mana otaknya jadi ringsek. [baca: Kerusakan Otak Akibat Pornografi Mirip Mobil Ringsek Akibat Benturan Keras]
Zaman seperti ini sangat sulit membuat mereka steril dari konten pornografi. Tidak hanya tingkah polah anak-anak di perkotaan yang mengkawatirkan, namun pergaulan anak-anak di pedesaan juga tidak kalah mengerikan. Memproteksi anak-anak dengan agama adalah perbuatan yang wajib dilakukan oleh setiap orangtua. Namun, kita tidak bisa menafikan bahwa serangan media yang gencar bisa saja merobohkan pilar-pilar akidah yang sudah kita bangun dari rumah. Pengaruh negatif masyarakat bisa masuk lebih cepat dari perkiraan siapapun. Bahkan sebaik apapun benteng akidah yang sudah kita bangun dari rumah, pengaruh negatif lingkungan dan masyarakat bisa saja menghancurkannya.*/bersambung ke…6 hal bisa cegah anak dari pornografi..
Rina Nurawani, Ibu Rumah Tangga, Guru di Madania School Parung, Bogor