MENDENGAR ternyata memerlukan kekuatan iman dan kecerdasan. Pantas jika kebanyakan orang lebih suka berbicara dan berdebat daripada memikat maslahat. Sebagai Muslim tentu amat penting dalam keseharian menerapkan perilaku mendengar ini dengan sebaik-baiknya.
Sebab, secara empiris, mereka yang cerdas mendengar untuk hal-hal keduniawian saja bisa mendapatkan banyak keuntungan. Oprah Winfrey contohnya. Ia sukses jadi pembicara karena antusias mengindahkan orang lain. Sekadar fakta, ia dibayar setengah milyar dollar dengan penonton 33 juta orang setiap pertunjukannya.
Namun, mendengar bisa menjangkau keuntungan yang lebih besar dari sekadar hitungan besaran angka duniawi. Mendengarkan Al-Qur’an misalnya, jelas ada pahala luar biasa.
“Sesungguhnya orang yang membaca Al-Qur’an mendapatkan satu pahala dan orang yang mendengarkannya mendapatkan dua pahala.” (HR. Darimi).
Kemudian, “Barangsiapa yang mendengarkan satu ayat dari Kitabullah, maka ayat itu akan menjadi cahaya baginya.” (HR. Darimi).
Menariknya, lebih dari sekadar pahala, bagi janin yang berada dalam rahim sang ibu, mendengarkan Al-Qur’an bisa membuatnya semakin terjaga fitrah kesuciannya. Sebuah penelitian menyebutkan, bahwa saat sang bayi mendengarkan suara Al-Qur’an, dia tampak terlihat lebih tenang, seakan-akan dia ikut mendengarkan dengan seksama lantunan ayat-ayat suci, berbeda ketika dia mendengarkan suara yang lain.
Dengan demikian, mendengarkan pendapat orang lain yang baik dan benar pemikirannya lagi kuat imannya, terlebih mendengarkan Al-Qur’an akan memberikan keberuntungan besar. Bahkan, jauh dari sekadar mendengar bagi seorang individu, mendengar bagi seorang pemimpin akan memungkinkan dirinya sukses membawa kemajuan bagi rakyat yang dipimpinnya.
Seorang Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu misalnya, beliau menjadikan Ibn Abbas Radhiyallahu anhu sebagai orang yang paling penting untuk didengarkan. Demikian dengan Sultan Muhammad Al-Fatih, mendengarkan nasehat dan bimbingan sang guru, Aaq Syamsuddin adalah suatu perkara yang selalu diutamakan olehnya.
Sebaliknya, orang atau pemimpin yang tidak mau mendengar pendapat dan nasehat orang yang tulus dan kuat imannya, akan terjerembab pada kesombongan dan kemunkaran yang menimbulkan banyak kesengsaraan bagi kehidupan rakyat yang dipimpinnya.
Manfaat Langsung
Mendengar juga memiliki dampak langsung yang sangat fantastis. Dalam hal ini setidaknya ada dua manfaat langsung dari sikap mendengar yang efektif.
Pertama, hubungan baik. Seorang yang pandai mendengar sangat disukai orang. Ia diterima kelompok mana saja, karena sikapnya yang tidak sombong dan rendah hati.
Mau mendengar berarti menghargai orang lain. Mana ada orang yang tidak suka dihargai? Sebaliknya, mana ada orang yang suka tidak dihargai?
Penghormatan melaui sikap mau mendengar ini merupakan cermin akhlaqul karimah yang dicontohkan para Nabi. Bahkan Sulaiman, seorang raja sekaligus Nabi, mau mendengar suara semut, binatang kecil yang oleh manusia diabaikan suaranya.
Kedua, melalui mendengar seorang bisa belajar. Bagi pembelajar seperti ini, apa pun pembicaraan orang lain adalah ilmu baginya. Dalam skala duniawi, tadi sudah disinggung tentang Oprah Winfrey.
Tradisi Nabi
Hebatnya, mendengar ternyata ajaran atau tradisi yang diamalkan para Nabi. Nabi Ibrahim Alaihissalam contohnya, seorang bapak yang pandai mendengar. Sebelum mengeksekusi perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, beliau meminta pendapat anaknya terlebih dahulu. Allah Ta’ala mengabadikan dialog indah tersebut dalam Al-Qur`an (QS. Ash-Shaffat [37]: 102).
Demikian pula dengan Nabi Muhammad Shallallahu alayhi wasallam. Beliau amat suka mendengarkan istri dan sahabat-sahabatnya. Ketika terjadi perang Khandaq, Rasulullah mendengar dengan baik dan menyetujui pendapat dari Salman Al-Farisi untuk membuat parit.
Mendengarkan pendapat istri juga menjadi salah satu tradisi Nabi yang dalam beberapa hal langsung memberi dampak positif. Ini terlihat ketika beliau meminta pendapat Ummu Salamah dalam perjanjian Hudaybiyah. Kala itu beliau memerintahkan para sahabat untuk mencukur rambut dan menyembelih hewan kurban, namun mereka tidak mau melakukannya.
Melihat respon para sahabat tersebut, Baginda Nabi masuk ke tenda Ummu Salamah. Nabi pun berbagi cerita kepada Ummu Salamah tentang respon para sahabatnya. Ummu Salamah pun langsung mengajukan pendapatnya.
“Keluarlah, ya Rasulullah, kemudian engkau bercukur lalu potong hewan kurban lebih dahulu!”
Mendengar pendapat tersebut, Rasulullah langsung keluar dari tenda, bercukur lalu memotong kurban. Hal tersebut mendorong para sahabat bangkit; mereka serempak bercukur lalu memotong hewan kurban.
Sahabat yang Banyak Mendengar
Sebelum menjadi orang yang patut didengarkan ternyata langkah yang mesti ditempuh adalah banyak mendengar. Hal itulah yang dilakukan oleh Ibn Umar.
Saudara Hafsah binti Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu itu meriwayatkan banyak sekali hadits Nabi Muhammad Shallallahu alayhi wasallam.
Imam Malik dan az-Zuhri berkata: “Sungguh, tak ada satupun dari urusan Rasulullah dan para sahabatnya yang tersembunyi bagi Ibnu Umar.”
Ia meriwayatkan hadits dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Sayyidah Aisyah, saudari kandungnya Hafshah dan Abdullah bin Mas’ud. Yang meriwayatkan dari Ibnu Umar banyak sekali, diantaranya Sa’id bin al-Musayyab, al Hasan al Basri, Ibnu Syihab az-Zuhri, Ibnu Sirin, Nafi’, Mujahid, Thawus dan Ikrimah.
Subhanalloh, berkat kecerdasan mendengar para sahabat Nabi, terutama dalam soal Qur’an dan hadits, kita yang hidup di abad yang Barat menghegemoni dunia ini masih bisa menikmati kebenaran iman dan Islam. Wallahu a’lam.*