TIDAK ada kesyukuran terbesar yang mesti diupayakan oleh setiap Muslim dan Muslimah selain daripada perkenan Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua. Ini adalah nikmat yang tiada tara di muka bumi ini.
Hal ini karena sifat hidayah yang memang menjadi hak prerogratif Allah Ta’ala, sehingga meski ada orang memiliki kecerdasan luar biasa, jika Allah tidak mengizinkan iman di hatinya, tidak akan sampai hidayah dalam kehidupannya.
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تُؤْمِنَ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لاَ يَعْقِلُونَ
“Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (QS. Yunus [10]: 100).
Oleh karena itu, kita mesti benar-benar menjaga iman di dalam hati kita dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya mesti memahami dengan komprehensif, bahwa hanya Islam jalan menggapai kebahagiaan.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran [3]: 19).
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran [3]: 85).
Dengan demikian, sangat jelas sikap yang mesti kita ambil dalam masalah keimanan ini. Lantas bagaimana menyikapi beragam kejadian yang belakangan ini kian deras memojokkan umat Islam?
Pertama tidak mengambil teman setia, apalagi pemimpin dari golongan selain Muslim.
لاَّ يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُوْنِ الْمُؤْمِنِي
“Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (teman akrab; pemimpin; pelindung; penolong) dengan meninggalkan orang-orang mukmin.” (QS. Ali Imran [3]: 28).
Kemudian, dalam ayat yang lain Allah Ta’ala menegaskan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah [5]: 51).
Dalam buku “Fiqh Jihad” Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa orang-orang kafir, terutama Yahudi dan Nasrani sering memusuhi kaum Muslim, sehingga banyak dari kaum munafik mencoba mendekati mereka dan bersekutu daripada membela agama, umat, dan kelompok Islam. Siapapun akan melihat kelompok ini sangat berbahaya terhadap keutuhan dan kesatuan umat.
Hal ini tidak lain karena kaum munafik adalah kaum yang oportunis dan curang, yang telah mengkhianati kelompoknya dan justru membela musuh mereka, bersumpah dengan bermuka dua dan menunjukkan kebohongan.
Namun demikian, selama orang-orang kafir itu bisa toleran, mengutamakan kehidupan damai dan bisa dipegang janji-janjinya bersama kaum Muslimin, maka bermua’amalah dalam urusan dunia tidaklah dilarang. Dan, Allah memerintahkan kita untuk berbuat adil kepada siapapun, termasuk orang-orang kafir.
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8).
Kedua, berkasih sayang terhadap sesama Muslim
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa menemui sesama Muslim dengan menampakkan perkara yang disukainya karena ingin membahagiakannya, niscaya Allah akan memberinya kebahagiaan kepadanya pada Hari Kiamat.” (HR. Thabrani).
Kemudian hadits yang lain menyatakan, “Di antara hal-hal yang mendatangkan ampunan adalah engkau membuat senang saudaramu sesama Muslim.” (HR. Thabrani).
Dalam hal kasih sayang dan kepedulian terhadap seesama Muslim ini ada kisah menarik yang dialami oleh Syeikh Sariy As-Saqaty (wafat 254 H/ 867 M) seperti termaktub dalam buku “Islam Agama Kasih Sayang” karya Abdillah Mubarak Nurin.
Suatu hari Syeikh Sariy As-Saqathy mendapat kabar bahwa sedang terjadi kebakaran di pasar Baghdad. Syeikh Sariy pun bergegas memastikan berita tersebut, mengingat beliau juga memiliki toko di dalam pasar.
Takdir Allah, toko Syeikh Sariy tidak terbakar, sedangkan toko di sekelilingnya hangus terbakar. Menyaksikan hal tersebut Syeikh Sariy spontan berkata, “Alhamdulillah.”
Namun tidak lama kemudian, Syeikh Sariy menyadari bahwa banyak tetangga dan kawan-kawan lainnya yang kehilangan. Seketika itu beliau menyadari kelalaian akan ucapan “Alhamdulillah” tersebut.
Dari kejadian tersebut, Syeikh Sariy As-Saqathy menyesalinya dengan beristighfar selama tiga puluh tahun, memohon ampun kepada Allah atas ucapan Alhamdulillah sekali kala itu. Beliau berkata, “Aku menyesali sikapku yang hanya mementingkan diri sendiri dan melupakan orang lain.”
Mungkin sang Syeikh merasa tidak mendapat keuntungan dari apa yang Allah janjikan dengan sikapnya tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat.
Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allâh senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.
“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allâh akan mudahkan baginya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allâh (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman akan turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allâh menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang diperlambat oleh amalnya (dalam meraih derajat yang tinggi-red), maka garis keturunannya tidak bisa mempercepatnya.” (HR. Muslim).
Oleh karena itu, komitmen yang harus terus dibangun dalam kehidupan sehari-hari bersama saudara seiman adalah saling menolong dalam iman, taqwa dan kebaikan.
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah [5]: 2).
Jadi, mari tanggalkan ego demi kebaikan ke-Islam-an kita semua dengan bersama-sama, bahu-membahu saling menguatkan iman, taqwa dan kebaikan. Wallahu a’lam.*