Ideologi taqiyah, merupakan salah satu yang hal yang paling diwaspadai. Beliau mengatakan: “Saya tidak pernah melihat seorangpun dari para pengikut hawa nafsu yang paling banyak berdusta dalam dakwaannya dan yang paling banyak bersaksi palsu dari pada Syiah Rafidhah” (Imam al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i I/hal.468).
Kelompok ini, menurut Imam al-Syafi’i harus dijauhi, termasuk dalam shalat. “Janganlah shalat di belakang orang Syiah Rafidhah, Qadariyah dan Murji’ah” (Imam al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’ 10/31).
Fatwa Imam Syafi’i tersebut diikuti oleh para pengikut madzhabnya. Imam Nawawi al-Dimasyqi, penulis Syarh ala Shahih Muslim mengatakan: “Aliran Syiah terlalu lemah dan logikanya terlalu rusak untuk sekedar disanggah atau didebat secara ilmiah” (Imam Nawawi al-Dimasyqi, Syarh ala Shahih Muslim jilid 8, hal. 145).
Imam Bukhari yang mengikuti madzhab Syafi’i, tentu tidak jauh fatwanya dengan imam Syafi’i. Beliau menilai Rafidhah masuk dalam ‘ring kekufuran’. Sehingga dikeluarkan larangan shalat di belakang mereka, menikahi mereka, mengantar jenazah dan mengucapkan salam kepada mereka.
Beliau mengatakan: “Saya tidak akan shalat di belakangan orang Jahmiyah dan Rafidhah, sama seperti saya tidak shalat di belakang Yahudi dan Nasrani. Tidak boleh mengucapkan salam kepada mereka, menikah dengan mereka, menjenguk mereka, mengantar jenazahnya dan tidak memakan sembelihannya” (Imam al-Bukhari, Af’al al-Ibad, I/hal.148).
Al-Buwaitiy (murid Imam Syafi’i) bertanya kepada Imam Syafi’i, “Bolehkah aku shalat di belakang orang Syiah?” Imam Syafi’i berkata, “Jangan shalat di belakang orang Syi’ah, orang Qadariyyah, dan orang Murji’ah” Lalu al-Buwaitiy bertanya tentang sifat-sifat mereka, Lalu Imam Syafi’i menyifatkan, “Siapasaja yang mengatakan Abu Bakar dan Umar bukan imam, maka dia Syi’ah”. (Siyar A’lam al-Nubala 10/31).
Imam al-Ghazali, filsuf, teolog, faqih, dan ulama sufi bermadzhab Syafi’i menceritakan dalam kitabnya: “Seseorang yang dengan terus terang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar r.a, maka berarti dia telah menentang dan merusak ijma’ kaum Muslimin.
Padahal tentang diri mereka (para Sahabat) ini terdapat ayat-ayat yang menjanjikan surga kepada mereka dan pujian bagi mereka serta pengukuhan atas kebenaran kehidupan agama mereka, dan keteguhan aqidah mereka serta kelebihan mereka dari manusia-manusia lain”(Imam al-Ghazali,Fadhaih al-Batiniyah, hal. 149).
Untuk kaum Khawarij
Para ulama dan pengikut madzhab Syafi’i tidak ada yang menginformasikan bahwa Imam Syafi’i seorang yang mencintai Syiah. Tuduhan yang dialamatkan kepadanya adalah vonis yang batil tidak memiliki sandaran sanad dan matan-nya.
Salah satu alasan klaim Syiah adalah ucapan Imam Syafii yang berbunyi: “Jika Rafidhah itu adalah cinta keluarga Nabi, maka saksikanlah bahwa aku ‘Rafidhi’. Ucapan Imam Syafi’i ini sebetulnya ada kelanjutannya. Di bait berikutnya, beliau mengatakan, “Jika Nawasib itu adalah mencintai Sahabat, maka saksikanlah bahwa aku adalah ‘Nasibi”. Sedangkan nawasib adalah julukan yang diberikan oleh orang Syiah terhadap kelompok non-Syiah. Nawasib menurut Syiah pembenci Ahlul Bait.
Imam Syafii adalah seorang Imam Ahlus Sunnah pecinta Ahlul Bait, sekaligus pecinta Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kalimat “Jika Rafidhah itu adalah cinta keluarga Nabi, maka saksikanlah bahwa aku ‘Rafidhi’” ditujukan kepada kaum Khawarij yang membenci Saidina Ali dan Ahlul Bait. Ketika diketahui imam Syafi’I mencintai Ahlul Bait, kaum Khawarij menuduhnya beliau Syiah.
Sedangkan kalimat “Jika Nawasib itu adalah mencintai Sahabat, maka saksikanlah bahwa aku adalah ‘Nasibi” ditujukan kepada kelompok Syiah yang membenci Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Saat kaum Syiah mencaci maki Sahabat, Imam Syafii menjawabnya dengan syair tersebut, sebagai bukti bahwa ia pecinta Sahabat.
Maka, dapat disimpulkan bahwa ucapan itu merupakan kalimat retorika Imam Syafi’i. semua tahu bahwa Imam Syafii adalah seorang penyair, ahli balaghah. Banyak nasihat-nasihatnya berupa kalimat metaforis-retoris. Beliau adalah Imam Ahlus Sunnah pecinta Ahlul Bait dan Sahabat Nabi. Beliau bukan Syiah, juga bukan Khawarij.*
Penulis peneliti InPAS dan penguru Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Jawa Timur