Oleh: Kholili Hasib
SEBUAH tulisan aktivis liberal yang saat ini sedang mencalonkan diri menjadi calon legislative dari Partai Demokrasi Perjuangan (PDI)-P muncul dalam salah satu situs Ormas Syiah, IJABI belum lama ini. Dalam artikelnya ia menulis Imam Syafi’I sangat mencintai Syiah.
“Imam Syafi’i sangat mencintai Syiah (syadid al-tasyayyu’). Salah satu kecintaan Imam Syafi’i kepada Syiah ditunjukkan ketika fatwanya bertentangan dengan fatwa Imam Ali, maka Imam Syafi’i langsung mengubah fatwanya, dan memilih untuk mengikuti fatwa Imam Ali”, demikian klaimnya.
Benarkah demikian?
Tulisan tersebut menukil pendapat sejarawan Ibnu Nadim al-Warraq dalam kitabnya “al-Fihrst”. Kesimpulan tentang tasyayyu’-nya Imam Syafi’i tersebut ternyata hanya berdasarkan dari satu sumber, yakni Ibnu Nadim. Itu pun tidak langsung merujuk kepada kitab Imam Syafi’i atau muridnya. Karena itu, kesimpulan tersebut masih ‘belum matang’ dan perlu penelusuran keutuhan pemikiran Imam Syafi’i.
Penelitian yang valid adalah membaca keseluruan pemikiran-pemikiran Imam Syafi’i. Setelah itu baru menyusun kesimpulan. Jika hanya sepotong yang diungkap, maka pemahaman kita pun menjadi tidak utuh.
Menurut sejumlah informasi, tidak seluruh kabar dari Ibnu Nadim al-Warraq bisa dipercaya (tsiqah). Ada kecenderungan tulisan-tulisan Ibnu Nadim al-Warraq condong kepada Syiah.
Seorang ulama Syiah Abbas al-Qummi mengatakan Ibnu Nadim adalah seorang Syiah, dengan menyematkan nama Ibnu Nadim dengan gelar “al-Syi’i al-Imamiy” ketika menceritakan biografinya (baca Abbas al-Qummi,al-Kunya wa al-Alqab, hal. 405).
Para ulama Ahlus Sunnah juga mengenalnya sebagai orang Syiah. Ibnu Hajar mengutip informasi dari Imam al-Dzahabi mengatakan, “Dia (Ibnu Nadim al-Warraq) adalah seorang sastrawan, beraliran Syiah dan Mu’tazilah” (Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Lisan al-Mizan jilid 6, hal. 559).
Imam Ibnu Hajar menambahkan bahwa setelah ia menelah karya-karya Ibnu Nadim, ia berkesimpulan Ibnu Nadim adalah seorang Rafidhah. Ibnu Nadim, tambah Ibnu Hajar, menyebut orang yang bukan Syiah sebagai ‘orang awam’.
Dengan informasi itu, Ibnu Nadim bukan sekedar tasayyu’ tetapi sudah Rafidhi. Karena itu, kesimpulan Ibnu Hajar, bahwa khabar Ibnu Nadim ghairu mautsuq (tidak dipercaya). Dalam sebagaian karyanya terdapat kebohongan (tentang status perawi beraliran Syiah dapat dibaca di Lisanul Mizan jilid I).
Dari sini, informasi Ibnu Nadim tetang tasayyu’¬-nya Imam Syafi’i perlu diberi catatan. Sebab, jika dikontraskan dengan pemikiran-pemikiran imam Syafii lainnya terdapat kontradiksi. Baik dari kitab manaqib Imam Syafii maupun informasi para murid dan ulama bermadzhab Syafiiyah menyaatakan bahwa Rafidah bagi Imam Syafii sudah final ditolak dan sesat.
Imam al-Syafi’i tidak sekedar mengeluarkan fatwa kewaspadaan, namun juga memutuskan larangan shalat di belakang Syiah Rafidhah.*/bersambung