Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Muh. Nurhidayat
YANG lebih memprihatinkan lagi, tidak sedikit di antara orangtua yang bangga, bahkan ada yang berusaha semaksimal mungkin agar anak-anak mereka bisa menjadi artis. Ada seorang ayah yang mau mengeluarkan jutaan rupiah uangnya, dan ada pula yang rela menjual mobilnya (hanya) untuk membeli pulsa ponsel, demi memberikan SMS dukungan kepada putrinya, agar tidak tereliminasi dalam reality show calon artis. Sebab kemenangan peserta bukan dinilai dari kemampuannya, tetapi dari banyaknya SMS dukungan yang diberikan kepadanya.
Fenomena ini telah mengusik akal sehat kita. Dapat dibayangkan, belum menjadi artis beneran saja, mereka sudah ‘dijual’ melalui ‘lelang’ SMS terbanyak. Apa bedanya dengan ‘lelang’ budak perempuaan pada zaman dahulu kala?
Bedanya, perdagangan perempuan saat ini memiliki pesona yang luar biasa dahsyatnya. Pada zaman dahulu kala, para budak perempuan dalam ketakutaan, dipaksa berdiri di panggung pasar untuk dilelang. Kini, dalam reality show, para calon artis dengan bangga berlenggak-lenggok menari dan menyanyi di panggung hiburan yang gemerlap, untuk menanti SMS dukungan kepadanya.
Fetitisme membuat para calon artis maupun artis perempuan terpesona oleh dugem (dunia gemerlap) karena memperoleh materi yang luar biasa banyaknya di usia muda. Namun ketika kecantikannya sudah ‘kalah bersaing’ dengan para artis baru, mereka dicampakkan begitu saja oleh dunia hiburan yang telah membuatnya (pernah) terkenal. Dalam suasana seperti ini, banyak di antara mereka depresi hingga terjerumus menjadi pemakai (bahkan pecandu) narkoba. Ada pula yang terperosok pada jurang prostitusi kelas atas, demi meraih materi yang hilang setelah tidak laku lagi di dunia hiburan.
Belajar dari Madonna
Madonna merupakan contoh ikon kesuksesan artis perempuan dalam dunia hiburan di planet ini. Sebagai artis papan atas Hollywood, keberhasilannya dalam ‘menggenggam dunia’ (memperoleh limpahan materi dan popularitas) tidak datang begitu saja. Dia harus tampil buka-bukaan di berbagai syuting (untuk klip lagu) maupun aksi di panggung hiburan di berbagai negara yang mengundangnya. Selama puluhan tahun, Madonna tidak tereliminasi dari puncak ketenaran, meskipun tidak sedikit artis perempuan pendatang baru yang jauh lebih muda, cantik, dan lebih mau ‘buka-bukaan’, silih berganti tampil ‘mengadu nasib’ di Hollywood.
Namun, di balik citra sebagai artis asusila yang melekat pada namanya, Madonna adalah seorang perempuan yang normal. Ia sadar bahwa dunia hiburan yang membuatnya dipuja-puja di seluruh planet ini, adalah dunia yang tidak ramah terhadap harga diri wanita. Sebagai perempuan yang masih menyadari fitrahnya, Madonna ingin anaknya menjadi wanita baik-baik. Ia berharap agar putrinya memperoleh pendidikan agama yang memadai, sehingga tidak terjerumus dalam dunia hiburan seperti dirinya.
Pakar komunikasi budaya Universitas Padjajaran, Deddy Mulyana (1999) berkomentar, “Ternyata Madonna, penyanyi Amerika yang kesohor itu, menginginkan putrinya dididik secara katolik…. Bagi sebagian orang, sikap Madonna itu lucu, aneh, atau ironis. Soalnya, seperti kita tahu, Madonna sendiri tidak menampakkan ‘keshalehan’. Ia kumpul kebo dengan pemandu kebugaran fisiknya, yang membuahkan (kelahiran) anaknya itu.”
Penulis yakin, banyak orangtua di negeri ini yang masih jauh lebih ‘normal’, lebih ‘waras’, bahkan merasa lebih religius daripada Madonna. Lantas, apakah mereka masih ingin anak-anak perempuannya menjadi artis, padahal Madonna sendiri berusaha menjauhkan putrinya dari dunia tersebut?
Artis, termasuk di dalamnya artis suara (penyanyi) adalah pekerjaan yang tidak diridhai Allah Subhanahu Wata’ala. Sudah lebih dari 15 abad silam, Al Qur’an menggambarkan betapa buruknya pekerjaan tersebut, “Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lagu) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. 31 : 6)
Dengan demikian, pantaslah kita semua sebagai Muslim, senantiasa merenungkan firman Allah swt., “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….” (QS. 66 : 6). Wallahua’lam.*
Dosen Tetap Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Ichsan Gorontalo