Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Muhammad Ridwan
Pemikiran-pemikiran mereka sangat kontradiktif dengan Islam. Bisa dikatakan, pemikiran Barat adalah penyakit, dan penyakit ini sangat merusak, bisa menyebabkan kesesatan, bahkan matinya keimanan. Islam adalah agama ketundukan terhadap wahyu, sedangkan pemikiran Barat menghendaki kebebasan yang sebebas-bebasnya, mempercayai kebenaran yang selalu relatif, menjadikan rasio berdikari diatas semua pandangan hidup, dan meyakini bahwa segala sesuatu dapat diakui eksistensinya dan kebenarannya apabila rasional dan dapat dibuktikan secara empiris.
Maka jelas disitu terlihat bahwasanya Islam dengan Barat adalah dua ideologi yang saling bertentangan dan tidak dapat berbaur.
Dalam buku “Menangkal Virus Islam Liberal” tulisan Nashruddin Syarief, disebutkan cara untuk mengatasi dan mengobati penyakit pemikiran dari Barat tersebut adalah dengan menyuntikkan konsep berpikir islami ke dalam kepala dan sanubari setiap Muslim.
Konsep berpikir itu hari ini sering disebut dengan Islamic worldview (pandangan dunia Islam). Setiap peradaban dan ideologi dipengaruhi oleh worldview-nya masing-masing. Tentu saja Islam memiliki worldview tersendiri yang mana sejak awal kedatangannya merombak konsep dan meluruskan cara berpikir masyarakat sebelumnya.
Berdasarkan pemikiran yang disampaikan oleh Al-Attas, bahwa selain Islam, setiap agama maupun ideologi-ideologi atau peradaban-peradaban yang ada di dunia ini memiliki worldview yang bersumber dari filsafat. Dan filsafat itu hanyalah pemikiran manusia yg bersifat spekulatif. Sehingga hasilnya hanyalah etika dan budaya.
Konsep kebenaran yang oleh filosof-filosof Barat yakini, utamanya berasal dari segala apa yang terlihat oleh mata, pengalaman, dan apa yang menurut mereka masuk akal saja.
Saat ini dengan mudah Barat menyebarkan dan mencekoki masyarakat dengan pahamnya karena memang mereka memiliki dan menguasai sektor-sektor strategis dan vital yang mendukung.
Misalnya dominasi mereka dalam sektor informasi, pendidikan, budaya, ekonomi, politik, sosial, hukum, dan sebagainya. Mulai dari media cetak dan elektronik yang terus-menerus memberitakan informasi yang memihak Barat dan menjelekkan Islam, lalu sekolah dan universitas yang lebih banyak mengajarkan ilmu-ilmu duniawi sedangkan pendidikan agama dan akhlaq hanya satu sampai dua jam pelajaran saja, sekali dalam seminggu, bahkan banyak pula universitas yang menganggap bahwa pendidikan agama sudah tidak perlu diajarkan lagi.
Paham Barat juga bahkan sudah masuk kurikulum pendidikan, misalnya salah satu materinya adalah soal kesetaraan gender.
Media Budaya
Penyakit pemahaman ini pun ramai disebarkan lewat media yang lainnya seperti media hiburan, musik, film, internet, sistem politik pemerintahan, dan masih banyak lagi, baik yang secara langsung menyebarkannya maupun yang secara tidak langsung.
Media-media budaya atau hiburan seperti musik dan film biasanya berstrategi dengan cara penokohan karakter, yakni dengan membentuk citra artisnya sedemikian rupa sehingga banyak orang mengidolakannya, lalu menyisipkan paham melalui lirik-lirik dan kutipan-kutipan dalam karya-karyanya.
Dalam hal ini anak-anak muda mudah sekali terlena sehingga tidak hanya pemahaman yang diikuti, bahkan mereka mencontoh gaya pakaian sampai gaya hidup artis yang mereka idolakan seperti pakaian minim atau mempertontonkan aurat, minum minuman keras, perilaku kekerasan, zina atau seks bebas, pornografi, homoseksual, dan kemaksiatan lainnya.
Maka apapun yang dilakukan idolanya, mereka akan menelannya mentah-mentah tanpa mempedulikan baik buruk atau benar dan salahnya, yang penting dianggap keren, kemudian mempraktekkan dan menyebarkannya kembali. Orang-orang dibuat tidak sadar bahwa sebenarnya peradaban Barat adalah peradaban yang membuat kerusakan terbesar, diantaranya adalah peristiwa bom atom, perang dunia, perang Eropa, kolonialisme atau penjajahan, dan sebagainya.
Kesalahan terbesar umat Muslim adalah mengadopsi cara berfikir orang Barat. Karena itu, umat Islam harus kembali ke akarnya, yakni Islam. Termasuk cara perfikir, berbuat dan beramal.*