Hidayatullah.com | Kesyukuran nan mendalam harus kita haturkan kepada Allah SWT, terkait dicabutnya keputusan presiden (kepres) mengenai legalisasi investasi miras, oleh presiden republik Indonesia; Ir. Soekarno.
Seorang beriman pasti meyakini, Dia lah Sang Maha Pembolak-balik hati seseorang. Adapun ikhtiar yang dilakukan oleh manusia, itu hanyalah sebuah ikhtiar untuk melakukan perubahan, yang telah ditetapkan sebagai sunnatullah.
Peristiwa yang sempat membuat geger republik ini, jangan sampai dibiarkan berlalu begitu saja. Haruslah kita, sebagai orang beriman, pintar-pintar mengambil pelajaran, guna perbaikan kedepannya. Itulah yang disebut dengan hikmah.
Lalu, apa hikmah di balik peristiwa ini?
Dalam catatan singkat ini, tanpa bermaksud membatasi, penulis hanya mengerucutkan ke tiga hikmah atau pelajaran yang bisa kita petik.
Pertama; kekuatan doa. Sebagaimana pembuka tulisan ini, bahwa, Allah semata pemilik hak prerogatif hidayah. Dan akan diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Tak pernah terbayang. Seorang Umar bin Khathab, yang begitu besar kebenciannya terhadap Islam, khususnya Nabi Muhammad SAW, tetiba menjadi sosok yang berdiri di gerbang terdepan membela kebenaran (al-Faruq).
Hal itu, tak terlepas dari doa Nabi Muhammad SAW, yang memohon agar Islam diperkuat dengan masukknya salah satu dari kedua Umar. Dan yang Allah pilih adalah Umar bin Khathab.
Begitu pula kaitannya dengan persoalan negeri ini. Termasuk yang paling mutaakhir, miras. Yakinlah, dalam senyap, banyak sekali kekasih Allah, bersujud di hadapan-Nya, khususnya di seperempat malam, bermunajat untuk kebaikan negeri ini. Dijauhkan dari segala fitnah.
Di media sosial, banyak doa-doa yang dipanjatkan oleh para netizen, agar pemimpin negeri ini diberi pencerahan dalam mengambil keputusan.
Sungguh, doa kebaikan untuk seorang pemimpin agar amanah dalam memimpin, itu sangat penting untuk terus dimunajatkan.
Adalah Imam Ahmad bin Hambali, pernah ditanya oleh seseorang, perihal seandainya Allah memberi beliau satu kesempatan untuk memanjatkan satu doa, dan doa itu pasti dikabulkan. Maka, kata beliau, doa itu akan dperuntukkan untuk kebaikan pemimpin dalam memimpin.
Sebab, tambah beliau, baiknya amanahnya pemimpin akan berdampak baik bagi satu negeri. Adapun doa kebaikan untuk diri sendiri, hanya berdampak kepada pribadi.
Untuk itu, mari doakan terus kebaikan bagi negeri ini. Termasuk pemimpinnya. Seruncing apapun perbedaan yang ada, jangan lupa untuk mendoakan kebaikan. Kepada Buya Hamka, kita belajar ada akan hal ini, ketika berseberang pendapat dengan penguasa saat itu; Soekarno. Sampai dipenjara. Tapi, ketika diminta menjadi imam sholat jenazah, beliau tunaikan amanah.
Mutiara yang kedua; tentang hebatnya persatuan. Dalam kasus ini, kita lihat kekompakan umat Islam. Ormas-ormas Islam pada satu suara. Tolak. Terutama, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Kondisi ini, terang ini menjadi kajian sendiri bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan. Dan itu diakui oleh presiden, ketika melakukan konfrensi pres, pencabutan kepres.
Artinya. Karena umat Islam saat ini nyaris tidak memiliki kekuatan politik dalam mengontrol pemerintahan, agar berjalan dengan baik dan benar, sesuai dengan amanah konstitusi, maka, persatuan umat Islam haruslah dirajut sedemikian rupa. Jangan mau dipecah belah. Karena sejatinya, pada persatuan ini hakekat kekuatan umat Islam.
Selain itu, keberkahan pun dijaminkan bagi kaum muslimin yang terus berupaya menjalin persatuan.
“Tangan Allah bersama jama’ah”. (HR. Tirmidzi)
Kemudian hikmah yang terakhir, optimalisasi media sosial (medsos) untuk dakwah.
Sejak ‘diketuk palu’ oleh presiden prihal legalisasi investasi miras, bersamaan dengan itu, dunia maya riuh melakukan penolakan.
Status, meme, tagar, twibbon, yang berisi ajakan/seruan penolakan terhadap kepres itu, membanjiri media sosial, twitter, facebook, instagram, dll.
Artinya apa? Bahwa media sosial rupanya cukup memberi peran dalam melakukan amal ma’ruf dan nahi munkar. Mulai skala lokal, nasional, maupun internasional.
Nah, peluang ini harus diambil oleh kaum muslimin. Optimalkan medsos untuk kebaikan-kebaikan. Viralkan penolakan bila ada keputusan-keputusan yang dipandang membahayakan negara atau pun bangsa.
Insya Allah itu akan menjadi ‘renungan’ para pengambil kebijakan. Sebagaimana dalam kasus kepres miras ini. Kalau pun belum membuahkan hasil sebagaimana yang diinginkan, setidaknya kita telah menyuarakan keberpihakan kepada kebenaran.
Insya Allah, kita telah tercatat sebagai pendukung kebaikan, dan penentang keburukan. Layaknya seekor semut yang hendak memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim, dengan berbekal setetes air yang dibawa.
Mudah-mudahan, peristiwa kepres legalisasi miras ini, benar-benar bisa membawa umat Islam lebih solid lagi, demi menuju negeri yang batdatun thayyibatun wa robbul ghofur. Aamiin….*
Penulis merupakan ketua Pusat Pengembangan Wawasan (PUSPENWAS) Pemuda Hidayatullah, Jawa Timur.
Baca juga: Lima Hikmah Menikah