Oleh: Mujtahidah Manshur Salbu
EUFORIA sebagian masyarakat Indonesia menyambut peristiwa Gerhana Matahari Total sudah terasa sejak beberapa waktu lalu. Meski peristiwa alam tersebut dipekirakan terjadi tanggal 9 Maret 2016 nanti tapi sejak awal tahun, ia sudah ramai diberitakan oleh berbagai saluran media.
Beberapa media bahkan menyorot sejumlah persiapan yang dilakukan di daerah-daerah yang diprediksi akan dilintasi oleh gerhana matahari tersebut. Mulai dari rencana festival budaya, gelar ritual adat, hingga sekedar berwisata memanjakan mata dengan fenomena alam itu.
Lebih jauh, kesibukan juga tampak dari persiapan akomodasi, transportasi, dan fasilitas lainnya, terutama bagi para turis dan pelancong yang dikabarkan sengaja datang berwisata untuk itu.
Hotel-hotel juga sudah disiapkan untuk penginapan para turis tersebut. Dikabarkan sebagian hotel dan penginapan di lokasi strategis sudah full booked jelang peristiwa gerhana matahari itu. Ada juga yang menawarkan paket kunjungan khusus atau sajian menu khas untuk gerhana matahari itu.
Dikutip dari laman travel.kompas.com (19/01/2016) misalnya. Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata (Disporabudpar) Balikpapan, Kalimantan Timur akan memanfaatkan fenomena alam tersebut dengan pesta wisata sekurangnya di dua titik, Pantai Manggar dan Lapangan Merdeka, Balikpapan.
“Pesta meriah dalam menyambut GMT yang tidak jauh dengan perayaan HUT Kota Balikpapan pada 10 Februari 2016. Dimana Disporabudpar telah menyiapkan pesta meriah yakni terbagi di dua titik lokasi,” kata Kepala Disporabudpar Kota Balikpapan, Oemy Facesly di Balikpapan, Senin (18/1/2016).
Sampai di sini, sepertinya ada hal yang layak direnungkan. Setidaknya dengan berpatok kepada tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (Saw) kepada para generasi orang-orang shaleh terdahulu.
إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَيَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوْا اللهَ وَكَبِّرُوْا وَصَلُّوْا وَتَصَدَّقُوْا …
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Sesungguhnya keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau kehidupan seseorang. Untuk itu, bila kalian melihatnya demikian (gerhana), maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalat dan bersedekahlah…” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dari hadits di atas, ada tuntunan yang benderang bagi seorang Muslim. Bahwa peristiwa gerhana adalah bagian dari tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala (Swt). Ia bukan sesuatu yang mesti dirayakan apalagi disambut dengan berlebihan atau hura-hura hingga terjebak kepada dosa dan maksiat.
Dengan kekuasaan mutlak Allah tersebut, hendaknya justru memberi pelajaran kepada manusia. Betapa mereka adalah makhluk lemah yang tak berdaya apa-apa di hadapan Sang Mahakuasa.
Sepantasnya justru manusia lalu bersungkur tunduk dan bertekuk sujud memohon ampun kepada Allah atas segala dosa dan kekhilafan selama ini. Bukan malah menambah panjang deretan kemaksiatan di saat Allah menampakkan kekuasaan-Nya yang tak biasa itu.
Boleh jadi inilah hikmah dari disyariatkannya pelaksanaan shalat gerhana matahari (shalat kusuf) atau gerhana bulan (shalat khusuf). Yaitu memperbanyak istighfar (memohon ampun kepada Allah), sedekah dan amal shaleh lainnya.
Baca: Adab Muslim terhadap Fenomena Gerhana Matahari
Semoga Allah Swt menjadikan seluruh umat Islam tergolong Ulil Albab yang disebut dalam al-Qur’an. Yaitu kelompok manusia beriman yang senantiasa bertafakkur (berfikir) dan bertadzakkur (berdzikir) atas tanda- tanda kebesaran Allah.
Sebab boleh jadi bahkan pastinya, fenomena alam yang tak biasa ini belum ada apa-apanya dibadingkan dengan kegoncangan alam di saat huru-hara hari Kiamat kelak.
Dikhawatirkan, cahaya akidah yang ada dalam jiwa seorang Muslim justru ikut terkikis seiring hilang dan tenggelamnya cahaya matahari saat peristiwa gerhana nanti.*
Guru madrasah di Batu Kajang, Kaltim