Oleh: Syamsiah Siddin
Hidayatullah.com | RABU, 8 – 10 Desember 2021 telah diselenggarakan Workshop Konten Kreatif Literasi Media Multiplatform Berwawasan Islam Wasathiyah yang berlangsung di Swissbell Hotel. Ini adalah salah satu rangkaian acara yang telah diagendakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat yang menggandeng Kementerian Komunikasi dan informatika (Kemenkominfo) guna melahirkan Mujahid Digital di wilayah Timur Indonesia.
Sebelumnya acara serupa telah berlangsung di beberapa kota lainnya seperti Bogor, Medan, Surabaya, Makassar dan Pontianak. Kegiatan ini, diikuti 60 peserta yang meliputi para anggota Komisi Infokom MUI Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara.
Tak hanya itu, para pelajar yang tergabung dalam organisasi kepemudaan pelajar islam pun, turut dalam kegiatan tersebut. Ketua komisi Infokom MUI Pusat Mabroer MS mengatakan bahwa workshop ini sengaja melibatkan generasi muda yang tergabung dalam MUI dan Mahasiswa dari Timur Indonesia yakni Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara.
“Mereka ini disiapkan sebagai mujahid digital yang akan membanjiri konten media sosial tentang wawasan Islam Wasathiyah atau moderat,” kata Mabroer.
Berdayakan kekuatan pemuda dan Digital
Pemuda adalah dia yang kuat, energik, cerdas, berwawasan, penggerak, agen perubahan dan merupakan salah satu sumber daya manusia yang sangat potensial di Indonesia. Dalam Buku Statistik Pemuda Indonesia 2020 terbitan BPS, disebutkan hasil Susenas tahun 2020, perkiraan jumlah pemuda (16 – 30 tahun) sebesar 64,50 juta jiwa atau hampir seperempat total penduduk Indonesia (23,86%). Sungguh jumlah yang sangat besar.
Ditambah lagi dengan kemajuan transformasi digital yang merupakan sebuah proses dan strategi penggunaan teknologi digital yang dapat mengubah secara drastis model penyebaran informasi dan pemikiran ditengah masyarakat. Fakta ini sudah menjadi hal yang umum di era digitalisasi hari ini.
Di satu sisi saat ini moderasi beragama adalah salah satu isu nasional yang sedang digencarkan di negeri – negeri kaum muslimin di dunia seperti di Mesir yang sejak 2012 sudah mendeklarasikan piagam kebebasan publik, Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad Bin Salman sejak 2017 sudah mencanangkan moderasi beragama begitu pula dengan Yordan dan negara -negara Islam lainnya termasuk Indonesia sudah mendeklarasikan moderarasi beragama.
Sehingga tidak boleh melewatkan dan melepaskan peranan penting dari para pemuda dan kemajuan transformasi digital. Sebagai pengarusutamaan moderasi agama. Termasuk di Papua Dengan dalih kerukunan beragama.
Para pemuda memang menjadi ” incaran ” sebagai jembatan memuluskan berbagai program dan agenda berbagai pihak, termasuk pengusung moderasi beragama yang saat ini sangat masif mengaruskan idenya ke tengah-tengah umat. Fakta menunjukkan bahwa ide moderasi beragama telah menyasar generasi muda.
Tidak hanya para mahasiswa saja yang menjadi sasaran, tetapi telah masuk ke madrasah-madrasah, pondok pesantren, bahkan ke sekolah-sekolah umum.
Wasathiyah bukan Moderat
Ibnu ‘Asyur dalam At-Tahrîr Wa At- Tanwîr mendefinisikan kata ”wasath” dengan dua makna. Pertama, secara etimologi, kata wasath memiliki makna sesuatu yang ada di tengah, atau sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding.
Kedua, menurut terminologi, arti kata wasath adalah nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan pertengahan dan tidak berlebihan dalam hal ibadah. Sementara itu, Ibnu ‘Asyur memaknai istilah ummatan wasathan pada Surat al- Baqarah Ayat 143 dengan makna “umat yang adil dan terpilih”.
Sehingga ummatan wasathan berimplikasi makna penerapan akan nilai-nilai kebaikan, keadilan, keseimbangan, dan selainnya dalam keberislaman. Secara teologis, Islam menanamkan nilai ketauhidan.
Islam menafikan atheisme ataupun politeisme. Islam menampik penghambaan terhadap materialisme (maddiyun), namun juga menolak jalan ruhani (ruhaniyyun) yang murni mengenyahkan urusan duniawi.
Islam terdiri dari komponen akidah, muamalah, dan akhlak yang harus diimplementasikan secara sinkron. Islam bukan semata menawarkan ilmu, tetapi mewajibkan pengamalan yang bermuara pada kemaslahatan sesuai hukum syara’.
Ini jelas berbeda dengan “moderat”. Menurut Angel Rabasa, Peneliti Senior RAND Corporation, moderat artinya orang yang mau menerima pluralisme, feminisme, kesetaraan gender, demokrasi, kemudian humanisme dan lain sebagainya. Artinya Barat mendefinisikan “Islam moderat” sebagai lawan dari “Islam radikal”.
Sedangkan radikal adalah ‘sikap tidak mau kompromi dengan nilai-nilai Barat, sehingga Islam moderat adalah yang mau mengikuti arahan Barat. Inilah wasathiyah ala barat atau yang sering di sebut moderat. Jadi jelas dari sumbernya saja sudah berbeda wasathiyah berasal dari Islam sedangkan moderat dari Barat sehingga mustahil dipaksa untuk menjadi satu.
Agenda Moderasi Beragama
Hembusan angin islam moderat kian kencang hari – hari ini. Moderasi beragama dijadikan sebagai salah satu rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2020 – 2024. besarnya pembiayaan untuk program moderasi yang menunjang proyek ini sangat serius sehingga mendapatkan biaya anggaran yang berkali-kali lipat dari 400 miliar menjadi 3,2 triliun.
Ini artinya moderasi beragama telah menjadi proyek pemerintah. Sehingga masuk di berbagai lini, program ini pun dilaksanakan mulai dari kurikulum pendidikan, modul moderasi, duta moderasi, camp moderasi, tahun toleransi, dan sebagainya.
Dalam praktiknya, moderasi beragama ini terasa lebih ditujukan pada Islam. Umat Islam diminta bersikap toleran, dengan toleransi kebablasan sehingga cenderung pada pluralisme dan sinkretisme.
Moderasi beragama membuat kaum muslimin tetap beragama Islam namun mengadopsi cara berpikir Barat. Jadi secara tidak langsung program ini justru menjauhkan kaum muslimin dari Islam, memposisikannya hanya sebagai ibadah ritual saja, meletakkannya sekadar di ranah privat, dan memutilasi ajaran-ajaran dasarnya sehingga mandul dalam pengaturan kehidupan secara sempurn. Jelaslah program moderasi beragama ini adalah bagian dari upaya melawan penerapan Islam secara sempurna.
Islam adalah satu-satunya ideologi yang ditakuti Barat setelah jatuhnya sosialisme. Barat menyadari bahwa sistem Islam adalah kunci kekuatan umat Islam sehingga Barat harus mencegah tegaknya Khilafah. Barat pun meluncurkan opini dusta tentang Islam, mulai dari tuduhan terorisme, radikalisme, dan kini kampanye Islam moderat (wasathiyah).
Laporan RAND Corporation berjudul Building Moderate Muslim Networks yang terbit pada 26 Maret 2007 merekomendasikan, “Amerika Serikat memiliki peran penting untuk bermain di level moderat. Yang dibutuhkan pada tahap ini adalah untuk mengambil pelajaran dari pengalaman Perang Dingin, menentukan penerapannya ke kondisi dunia Islam saat ini, dan mengembangkan sebuah road map untuk pembangunan muslim moderat dan jaringan muslim liberal.”
Hal ini dilakukan diterapkan seluruh negeri – negeri kaum muslimin sehingga menjadi isu nasional. Dengan demikian, kita harus berupaya keras menyelamatkan generasi muda muslim dari gempuran moderasi Islam. Wallahu a’lam.*
The Voice Of Muslimah Sorong Raya