AKHIR pekan lalu, saya berkesempatan hadir dalam acara Nyore-Nyore Nyante yang digelar oleh Pemuda Hidayatullah Kebumen, Jawa Tengah (08/02/2020).
Tema yang diulas terbilang cukup ringan bagi kita, namun hal penting bagi kaum remaja, yakni bagaimana lepas dari galau dan hidup bahagia selamanya.
Galau memang term yang cukup ringan diucapkan, namun ini adalah ulasan yang tak pernah lepas dari kehidupan remaja itu sendiri. Wajar karena remaja era kini berhadapan dengan beragam tantangan, pada saat yang sama sumber-sumber pembelajaran yang “mendewasakan” makin sulit mereka dapatkan.
Akibatnya remaja saat ini, sebagian besar hidup dengan panduan tren, mulai dari pakaian, kebiasaan, bahkan hingga gaya hidup.
Tidak punya pacar bagi remaja bisa dianggap masalah, sedangkan tidak memiliki keahlian tidak begitu mereka risaukan. Inilah sekilas kondisi sebagian besar remaja saat ini.
Tentu saja harus ada pihak yang secara sadar dan berkelanjutan memberikan perhatian mereka, selain dari apa yang mereka peroleh secara formal dalam dunia pendiidkan (sekolah). Sebab, disadari atau tidak, masa depan umat, bangsa, dan negara ini ada di pundak mereka.
Pakar parenting Indonesia, Fauzil Adhim dalam artikel yang berjudul “Agar Remaja Tak Kehilangan Arah” menegaskan bahwa remaja adalah masa yang amat menentukan.
“Jika anak-anak kita memasuki ini dengan arah yang jelas, sikap yang baik, komitmen yang kuat dan bekal yang mencukupi, masa remaja merupakan puncak kebaikan. Mereka menjadi sosok idealis yang berkobar-kobar semangatnya, tidak mudah terpengaruh dan tidak mudah pula ikut-ikutan. Mereka menjadi pemuda alias syabab (الشَّبَابُ) yang matang dan siap menunaikan taklif (bebanan syari’at) dari agama ini.”
Artinya, jangan sampai remaja kita terabaikan, sebab resikonya sangat besar. Mereka akan kehilangan kemampuan sampai pada puncak kebaikan. Jiwanya rapuh, idealismenya hangus, dan mereka akan seperti buih di lautan, terombang-ambing keadaan.
Lantas bagaimana kita membina, mengarahkan, dan membimbing kaum remaja menjadi kekuatan terbaik bangsa dan negara?
Pertama, peran keluarga. Keluarga di era sekarang memang tidak sedikit yang berupaya menyusuri jalan-jalan kebaikan yang diteladankan oleh Nabi Muhammad. Akan tetapi juga masih banyak yang menjalani kehidupan keluarga asal saja. Asal anak sekolah cukup. Asal anak bisa keterampilan ini dan itu cukup. Tetapi bagaimana aqidah, ibadah, dan akhlak, biarkan saja berjalan seiring pergerakan waktu.
Hal ini tentu saja tidak sekadar butuh penjelasan dari orangtua namun lebih jauh adalah tindakan dan keteladanan. Di masa Nabi Muhammad para remaja mendapatkan sumber pembelajaran yang demikian (aqidah, ibadah, dan akhlak) sehingga muncul kesadaran dalam jiwa mereka cita-cita mulia, etos keilmuan, dan semangat menjadi pribadi yang bermanfaat.
Sebagai contoh, Zaid bin Tsabit dipercaya oleh Nabi untuk belajar bahasa kaum Yahudi. Karena aqidah dan ibadah yang baik, ditambah akhlak yang baik, menjadikan Zaid butuh waktu hanya 14 hari untuk menguasai bahasa Yahudi.
Fakta akan hal ini terus berlanjut sampai pada masa ulama-ulama, seperti Imam Syafi’i dan sebagainya yang sejak belia memang bagus aqidah, ibadah, dan akhlaknya, sehingga berprestasi bagi mereka hanya efek otomatis belaka, bukan tujuan yang dibangga-banggakan.
Kedua, peran organisasi kepemudaan. Organisasi kepemudaan, lebih-lebih pelajar dan kemahasiswaan harus punya konsen tinggi untuk membentengi remaja Indonesia dari pengaruh destruktif budaya global dan perilaku kontraproduktif dari beragam kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.
Jika tidak, maka secara sosial, remaja kita kehilangan figur, dan mereka akan menjalani hidup sebagaimana yang mereka sukai baik dari tontonan maupun kenyataan remaja pada umumnya. Akibatnya jangankan mau berprestasi, disiplin dalam hal yang mereka butuhkan pun akan sangat mereka jauhi.
Di sini organisasi kepemudaan harus mulai memikirkan konsep, rencana kerja, dan inovasi untuk menggaet remaja tertarik dan gembira dalam menempa diri menjadi pribadi yang siap memikul tanggung jawab masa depan bangsa dan negara.
Ketiga, peran pemerintah. Peran yang tak kalah strategis adalah pemerintah itu sendiiri. Karena bagaimanapun kebijakan pemerintah akan menjadi pemantik dan pemacu perubahan keadaan remaja saat ini.
Penting dipahami bahwa ketika pemerintah abai terhadap kondisi remaja maka hal itu akan berdampak buruk terhadap pembagunan secara utuh dan menyeluruh di masa mendatang. Dan, hal ini kemungkinannya akan jauh dari kebijakan pemerintah, ketika sadar dan komitmen dengan ungkapan Presiden Soekarno bahwa 10 pemuda bisa mengguncang dunia.
Kebijakan seperti apa yang harus dikeluarkan oleh pemerintah agar remaja kita siap memikul masa depan bangsa?
Pertama, kebijakan yang mendorong setiap pemerintah daerah tingkat dua di seluruh Indonesia mewajibkan remaja gemar belajar. Kedua, mendorong dunia pers untuk menerbitkan rubrik-rubrik edukatif yang merangsang kaum muda terbuka wawasannya dan mau berprestasi. Ketiga, mewajibkan sekolah untuk memasukkan nilai-nilai akhlak dalam kurikulum, sehingga penilaian pendidikan tak sebatas kognisi tetapi juga akhlak, syukur bisa sampai pada tahap aqidah dan ibadah.
Jika hal ini bisa segera disadari dan menjadi headline berbagai pihak, insya Allah dalam tempo 3 hingga 5 tahun mendatang, wajah remaja Indonesia akan berubah menjadi lebih baik dan itu pertanda masa depan Indonesia akan semakin cerah. Dan, langkah ini strategis dan mendesak jika mengigat tidak lama lagi Indonesia akan memasuki era puncak bonus demografi.*
Imam | Aktivis Pemuda