Oleh: Ricky Faishal Siddiq
Hidayatullah.com | Komunisme sedang menjadi pembahasan akhir-akhir ini. Komunisme adalah sebuah ideologi yang bercita-cita untuk pemerataan, kemakmuran kaum buruh (proletar), dan terciptanya manusia tanpa kelas. Ideologi Komunisme begitu diminati oleh banyak kalangan tak terkecuali para filsuf, politikus, revolusioner, bahkan masyarakat kelas bawah yang kecewa dengan ide kapitalisme.
Komunisme membawa dampak besar bagi perkembangan sejarah dunia. Dalam kurun waktu kurang dari satu abad setelah kematian Karl Marx, ideologi ini telah berhasil memengaruhi sepertiga wilayah dunia dan memantik revolusi melawan kekuasaan di berbagai belahan dunia.
Menariknya, meski pada akhirnya prediksi-prediksi Marx mengenai sejarah manusia di masa depan banyak yang tidak terbukti, namun ide-ide Marx hingga kini mampu mempengaruhi arah kajian dari para pendukung dan penentangnya di berbagai belahan dunia tak terkecuali Indonesia dengan sejarah kelamnya dalam tragedi G30S PKI 1965.
Sebagai sebuah ideologi ciptaan manusia, Komunisme bukan tanpa cacat, Komunisme memiliki problem serius baik dalam ideologinya maupun problem teologis. Ideologi Komunisme secara praktis menggiring penganutnya untuk menjadi agnostik dan ateis. Lebih dari itu, doktrin-doktrin Komunisme menciptakan manusia yang membenci bahkan cenderung memusuhi agama. Terlihat dari tokoh Komunis internasional seperti Karl Marx menggambarkan kebenciannya terhadap agama dalam ungkapannya yang terkenal, “Religion is the opium of the masses” (Agama adalah candu masyarakat). Vladimir Lenin melakukan perampasan properti dan diskriminasi pada kelompok agama, kaum gereja dan kuil. Joseph Stalin mantan Sekjen Partai Komunis Uni Soviet melarang keras kegiatan kegamaan. Mao Zedong di China juga melarang segala jenis kegiatan keagamaan dan kepercayaan. Di Indonesia, ribuan umat Islam, khususnya para kiai dan santri, pernah menjadi korban keganasan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Implikasi dari kekosongan nilai spiritual, kekeringan moral, dan problem teologis yang cukup serius menggiring para Komunis tulen untuk bersikap radikal terhadap agama dan para pemuka agama. Komunisme dan Kapitalisme, meski keduanya saling bertentangan, namun keduanya sama-sama lahir dari semangat Renaissance (masa peralihan) peradaban Barat yang dilatarbelakangi oleh kebencian mereka kepada agama.
Sebagai contoh di Indonesia, ribuan umat Islam, khususnya para kiai dan santri di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, menjadi korban keganasan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam rentetan peristiwa pemberontakan Madiun 1948. Benturan antara PKI dan Islam bahkan terus terjadi hingga akhir 1966.
Kemudian apakah yang melatarbelakangi ideologi Komunisme ini? Ada tiga tradisi dasar yang melatarbelakangi ideologi Komunisme ala Karl Marx ini. Pertama filsafat Jerman. Kedua, sosial-politik Prancis. Ketiga, ekonomi Inggris.
Pertama, filsafat Jerman adalah salah satu tradisi yang mempengaruhi pemikiran dan cara pandang Karl Marx khsusunya pemikiran dua filsuf Jerman George Friedrich Hegel dan Ludwig Feuerbach. Pada abad 19 filsafat Jerman sangat bercorak Hegelian yang kala itu terbagi menjadi dua kubu : Hegelian Kanan, yaitu yang menerima penuh pemikiran Hegel bahwa filsafat dan agama Kristen adalah sejalan, dan Hegelian Kiri yang tidak menerima idealisme Hegel serta gencar melancarkan kritik kepada agama (Hery J. Schmandt dalam buku Filsafat Politik).
Bryan Magee dalam buku The Story of Philosophy menyatakan ; “Sebagai seorang Hegelian Kiri, Marx sejak remaja telah menjadi seorang anti-religius yang sangat militan dengan kredonya, “Kritik agama adalah dasar segala kritik.”
Karl Marx sebagai Hegelian Kiri, diyakini menjadi salah satu penyebab Marx menjadi seorang ateis dan kritis terhadap urusan negara dan gereja.
Kedua, sosial-politik Prancis, yang sarat dengan jiwa patriotisme dan nasionalisme, menjunjung tinggi kebebasan dan persamaan hak, serta terkenal dengan slogannya liberte, egalite, dan fraternite. Hal tersebut kemudian menginspirasi Marx dalam menyusun langkah-langkah pergerakan bagi kaum buruh secara terorganisir dalam meraih kekuasaan.
Ketiga, ekonomi Inggris, yang saat itu sangat bercorak kapitalis, akibat dari revolusi industri. Sebagai seorang sosialis, Marx kemudian banyak mendasari analisis ekonominya yang didasari kritiknya kepada ekonom-ekonom kapitalis seperti Adam Smith dan David Ricardo. Marx kemudian mencoba menyintesis tiga tradisi keilmuan tersebut dalam tulisan-tulisannya yang menjadi dasar ideologi komunisme. (Muhammad Yakub Mubarok, Problem Teologis Ideologi Komunisme, 52).
Saya mencoba menguraikan, tradisi pertama yaitu filsafat Jerman yang menjadi hal dasar yang mempengaruhi Marx dan Engels menjadi seorang ateis tulen. pemikiran yang diadopsi Marx dari filsafat Jerman ini, kemudian Marx menyusun tiga konsep dasar Komunisme yakni: dialektika, materialisme historis, dan pertentangan kelas. Dialektika Marx Marx adalah bagaimana faktor material, yakni manusia, alam, dan alat produksi memegang peranan dalam pembentukan masyarakat. Dan materialisme historis, institusi sosial dan politik dibentuk dan ditentukan oleh mode produksi.
Konsisten dengan metode materialisme historisnya, ideologi Komunis memandang agama sebagai hasil dari sejarah perkembangan manusia. Berdasarkan materialisme historis, agama mula-mula dirancang oleh manusia sebagai institusi yang memuat segala aspek kebaikan, keadilan, dan keindahan, dengan tujuan menjaga keseimbangan manusia dan alam. Perubahan masyarakat Eropa ketika memasuki masa Kekaisaran Romawi dan masa feodal adalah awal mula pergeseran fungsi agama di Eropa. Akibat persekongkolan pendeta gereja dan bangsawan kerajaan, agama Kristen yang semula merupakan simbol pembebasan manusia, ketika itu justru kemudian berfungsi alat perlindung bagi kelas penguasa, salah satunya melalui inquisisi, teror, dan penyiksaan terhadap pihak yang berseberangan dengan penguasa. (Muhammad Yakub Mubarok, Problem Teologis Ideologi Komunisme, 64).
Komunisme yang menganggap dunia agama adalah dunia khayal, oleh karena itu ideologi ini selalu mencari cara bagaimana mengeluarkan manusia dari yang disebut dunia khayal ini. Ideologi ini pun mengajarkan bagaimana seorang Komunis harus siap menderita dan mati serta siap menyebabkan penderitaan dan kematian orang lain. Dengan ajaran seperti ini jelas bahwa problem teologis Komunisme sangat parah dan serius ibarat kanker sudah stadium 4.
Dalam buku Benturan NU-PKI karya Abdul Mun’im DZ menyatakan : “KH. As’ad Said Ali juga mengingatkan bahwa gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) 1960-an bukan hanya ateis, tak bertuhan, tetapi juga telah berkembang menjadi antiteis, anti-Tuhan. Prinsip tersebut yang kemudian menjadi legitimasi mereka menyerang kelompok agama. Hal semacam yang menyatakan bahwa gerakan Komunisme tidak dapat dipisahkan dengan gerakan anti Tuhan, juga pernah disampaikan oleh Menteri Penghubung Alim Ulama Republik Indonesia tahun 1960-an, KH. Muhammad Ilyas, “Paham Komunisme dan ateisme tidak bisa dipisahkan. Seseorang yang mengakui ajaran Marx, tetapi mengaku beragama dan ber-Pancasila, sama halnya dengan orang yang mengaku beragama dan ber-Pancasila namun tidak mengakui adanya Tuhan.”
Karena sikapnya yang anti Tuhan, bahkan cenderung ofensif terhadap kelompok agama, ideologi Komunisme berseberangan dengan rakyat Indonesia yang mayoritas merupakan umat beragama. Secara konstitusi ia juga bertentangan dengan Pancasila, yaitu sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Wallahu A’lam bis Showab.*
Pengurus DPP FSI Divisi Kajian dan Ta’lif